06 - Bicycle

1.9K 317 5
                                    

🍉🍉🌻🌻

ANGIN berhembus pelan saat Haechan keluar dari dalam tenda dengan roti lapis yang terjepit di dalam mulutnya. Roti lapis dengan selai nanas kesukaan Haechan, karena sangat sulit menemukan buah tropis ini di negara asalnya, sekali ditemukan harganya pasti mahal. Ia menutup pintu tendanya saat dilihatnya sang laki-laki beralis camar sudah menunggunya di luar dengan sepeda yang sudah terpakir rapi di dekat dirinya. Dan itu adalah sepeda yang biasa Haechan gunakan untuk mengelilingi kawasan Sung Nong Nooch.

"Kau sudah siap kan?" tanya Mark dengan tubuh yang sudah berdiri tegak, tangannya sudah menenteng sepeda dan siap untuk dikayuhnya. Ia menyuruh sang laki-laki berkulit tan itu agar berjalan mendekati dirinya.

Laki-laki berkulit tan itu keheranan dengan kedua alis yang menukik tajam, dia ambil roti lapis yang berada dimulutnya untuk sekedar berbicara pada laki-laki beralis camar itu. Mengunyah beberapa saat sebelum ia benar-benar berbicara.

"Apa maksdumu dengan sudah siap?"

"Bukankah kau akan pergi untuk merekam vidio? Aku akan ikut denganmu, dengan begitu kau tidak akan merasa kesepian."

"Siapa yang mengatakan kalau aku ini kesepian?" Haechan masukan roti lapis itu kembali ke dalam mulutnya, berjalan mendekati Mark yang sudah menaiki sepedanya. Haechan mengangguk dan langsung naik ke belakang jok. Menepuk pundak tegap itu untuk memberikan tanda agar segera mengayuh sepedanya.

Di saat itulah Mark mulai mengayuh pedal untuk memulai perjalanan.

"Mengapa kau bangun pagi-pagi sekali?" tanya Haechan pada Mark yang sibuk mengayuh pedal sepeda, mulutnya masih sibuk mengunyah untuk menghabiskan sedikit lagi roti lapis miliknya. Dia perlu mengisi perutnya sebelum sarapan dengan makanan berat.

"Aku memang selalu bangun pagi, apa kau tidak tahu?" Mark memelankan laju sepedanya saat ada jalanan yang terdapat bebatuan kecil agar mereka berdua tidak terpeleset, sepeda itu sedikit berguncang dengan beban yang dibawanya di belakang.

"Apa kau akan mengambil gambar sendirian hari ini?"

"Hmmm___aku tidak tahu harus memotret apa, tidak tahu apa yang akan aku foto hari ini. Atau kau mau menjadi modelku lagi?" Mark terkekeh kecil dengan pandangan masih lurus ke depan.

"Bayaranku mahal, paham?"

Mark tiba-tiba menekan rem sepedanya hingga kepala laki-laki berkulit tan itu harus terbentur pada punggung sang laki-laki beralis camar yang hanya mengenakan kaos lengan pendek dengan celana pendek selututnya. Tangan kanan yang masih memegang sisa roti lapis dan tangan kiri hanya menggantung di udara membuat dia tidak bisa berpegangan untuk menjaga tubuhnya agar tidak terjerembab. Namun laki-laki alis camar itu malah sengaja mengerem saat dia tidak siap.

"Kau harus memelukku erat-erat, jika tidak kau mungkin akan terjatuh." Mark menarik tangan kiri Haechan agar itu berada di depan perutnya, begitupun tangan kanan Haechan yang masih memegang roti lapis sisa sang laki-laki berkulit tan yang belum sempat dimakannya. Mark tersenyum menatap bagaimana dua tangan itu berpegangan erat di depan perutnya, dia kembali mengayuh sepeda saat dilihatnya Haechan sudah berpegangan padanya secara benar.

Sang laki-laki berkulit tan tidak berkomentar atau berbicara, ia biarkan Mark melakukan apa yang dia mau. Ia tersenyum lebar saat merasakan tangannya menyentuh otot-otot perut sang laki-laki beralis camar yang terasa keras di pergelangan tangannya, ia eratkan pelukannya saat dirasakannya sepeda mulai berguncang karena pedal yang mulai dikayuh. Pagi ini dia menikmati pemandangan pagi di atas sepeda bersama laki-laki asing yang baru beberapa hari ia temui.

Haechan merapikan penampilannya, setelah dirasakannya cukup dia mengambil keranjang yang berisikan rumput dan beberapa wortel di dalamnya untuk diberikan pada beberapa kambing yang sekarang berada di lapangan yang dia datangi bersama Mark yang kini tengah mengarahkan lensa kamera padanya, mengangkat jari jempol karena sudah siap merekam.

"Annyeong, kembali lagi dengan Haechan! Kali ini aku sedang berada di peternakan kambing yang sangat luas, kalian lihat apa yang aku bawa? Aku akan memberikannya pada kambing-kambing itu!" Haechan alihkan pandangannya dari kamera ke arah para kambing yang tengah tundukkan kepalanya, mengunyah serta menarik rumput hijau di bawah kaki mereka.

Haechan mendekat, arahkan wortel itu pada salah satu kambing dengan bulu coklat dan bagian bawah berbulu putih. Kambing itu tegakkan kepalanya, menggeleng keras sampai tinggalkan Haechan yang tengah sodorkan wortelnya. Laki-laki manis berkulit tan itu bersungut-sungut karena sang kambing yang tak ingin wortelnya.

"Mengapa mereka tidak mau wortelku padahal ini lebih enak dari rumput. Nanti aku panggang baru tahu rasa!" Haechan tinggalkan kambing yang lainnya kepalanya tertunduk dengan bibir bergumam lucu.

"Kenapa marah-marah? Harusnya kau mengajak mereka berbicara agar mereka mendekatimu."

"Eoh! Mengajaknya berbicara sama sepertimu?" Haechan palingkan wajahnya. Kakinya dengarkan suara langkah di rerumputan mendekat padanya, saat dia alihkan wajahnya lagi. Mark sudah berada di depan mata.

"Darimana kau tahu jika aku berbicara dengan kambing?" Mark naikkan satu alisnya, mendesak tubuh Haechan dengan maju dekati tubuh laki-laki berkulit tan itu.

Haechan terpojok, irisnya gencar mencari fokus baru tapi ia tak bisa.

"Kebetulan kemarin aku melihatmu melakukannya!" Haechan mundurkan langkahnya karena melihat wajah Mark yang begitu dekat dengannya, ada deburan yang tidak asing lagi yang ia rasakan, menyeruak hingga terasa penuhi rongga dadanya. Namun secepat kedipan mata ia tepis karena tak ingin rasakan perasaan itu lagi, tidak pada orang asing yang baru ia kenal.

"Kau yakin itu hanya kebetulan?" senyum tipis nan mendominasi coba untuk Mark keluarkan.

"Oiiiii~ tamu-tamuku. Apa yang kalian lakukan? Ahhh__sedang bersenang-senang kah? Mau datang nanti malam? Akan ada pesta berbeque kha, dan ini gratis! Gratis! Kuharap kalian bisa datang, kalian pasangan yang serasi! Aku akan menunggu kalian berdua!" suara melengking itu masuk ke telinga dua orang yang tengah berbicara.

Mark dan Haechan alihkan wajahnya. Menatap sang pegawai wanita yang kini hentikan pedal sepedanya, melambai dan tawarkan mereka agar datang pada pesta nanti malam. Hanya itu yang diucapkan hingga akhirnya dia berlalu pergi dengan tawa renyah disepanjang jalan.

Kedua laki-laki yang masih terdiam itu kembali saling tatap. Menyipitkan mata sebelum yang berkulit tan mendorong pundak sang laki-laki beralis camar agar jauh darinya.

"Sebaiknya kita pergi ke tempat lain lagi, aku tak ingin di sini lagi." ucapnya keluar dari lapangan berpagar yang sangat luas, ia melangkah dekatkan diri pada sepeda yang terparkir di luar pagar pembatas.

Tidak urung itu membawa tawa kecil pada sang laki-laki beralis camar, ia ikuti langkah sang laki-laki berkulit tan agar keluar dari lapangan yang luas.

"Kau datang nanti malam?" tanyanya saat tubuhnya sejajar dengan sang laki-laki berkulit tan.

"Tentu saja, bukankah ini gratis. Kurasa menghadiri pesta di malam terakhirku adalah agenda yang sangat bagus."

Ucapan Haechan membuat senyum itu luntur, terlalu bersenang-senang hingga otaknya lupa jika sang laki-laki berkulit tan hanya singgah tiga hari di tempat indah ini. Begitupun dengan dirinya.

"Bagus, kalau begitu nanti malam datanglah ke tendaku. Datang ke pesta itu bersamaku, karena pegawai itu mengundang kita berdua. Aku akan menunggumu."

To be continue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To be continue...🍉🍉🌻🌻
next destinasi.......
_dwaekki🐻

[PRSNT 1K] - Traveling, Korea-ThailandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang