10 - Check Out [End]

3K 356 11
                                    

🍉🍉🌻🌻

KEPALA Haechan terasa sedikit pening saat ia baru bangun dari tempat tidurnya, seluruh tubuhnya terasa pegal dengan nyeri yang luar biasa pada bagian dubur, ia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi padanya tadi malam. Yang ia ingat hanya sedang berpesta hingga pandangannya seketika buram. Ia lihat wajah Mark begitu dekat dengannya.

"Tunggu????" Haechan pegang kepalanya yang terasa masih berdenyut, meremas surainya pelan berharap denyutan itu sedikit mereda dengan ingatan akan tadi malam yang berusaha ia kumpulkan keping-kepingnya.

Pandangannya masih buram akan kisah semalam, tapi. Semakin coba ingat, semakin jelas terlihat bagaimana wajah Mark yang begitu dekat dengannya, bahkan ia dapat merasakan bagaimana hembusan nafas hangat itu tadi malam. Dan, bagiamana Mark menciumnya begitu indah, dengan permainan yang begitu memukau.

Begitu terkejutnya dengan ingatannya sendiri, Haechan sibak selimut yang tutupi tubuh bagian bawahnya. Tak kenakan apa-apa dengan rasa lengket langsung terasa. Dan kini ia tahu darimana rasa sakit itu berasal, dia sentuh paha bagian dalam. Dan benar, saat ditekannya rasa sakit langsung menjalar.

"Sial! Apa tadi malam aku tidur dengan Mark?! Mengapa?! Aku kecolongan. Sial....sial!" Haechan rutuki kebodohannya, ia terdiam saat otaknya tiba-tiba tak bisa berputar untuk berfikir tenang. Ia membayangkan bagaimana agresifnya dia tadi malam, bagiamana dia dan Mark begitu membara bermain di atas ranjang.

Ia benar-benar tak habis pikir. Bukankah itu salahnya? Harusnya Haechan tak lakukan, ia tahu Mark bukanlah gay.

"Bagaimana aku akan bertemu dengannya?" Haechan alihkan pandangannya pada tenda sang alis camar, tak terlihat orang ada di sana, "benar, ini hari terakhirku berada di sini. Aku akan pergi." Haechan langsung berdiri walau dengan tubuh yang sakit. Ia harus segera membasuh dirinya dan berkemas, dia harus segera pergi dari penginapan.

side of Mark

Mark pandangi potret yang dibawanya ikut bersama, potret seorang wanita yang sangat ia cintai. Dia letakkan di dalam tasnya, sekarang waktunya berkemas karena waktu menginap di sini sudah direncanakan selama tiga hari, dan sekarang sudah waktunya pergi.

Mark tarik nafasaa panjang-panjang.

"Haechan maafkan aku, aku terlalu bodoh mengikuti nafsuku. Aku merasa sangat bersalah padamu, bagiamana aku akan bertemu denganmu?" Mark monolog pada diri sendiri, ia tatap tenda itu. Tak ada bayangan dari sang laki-laki berkulit tan. Hari sudah hampir siang dan mungkin ini waktunya untuk dia pergi.

Tapi.

Perasaan enggan untuk beranjak sangat Mark rasakan saat ini. Sedari tadi pandangannya tak lepas dari tenda sang laki-laki berkulit tan. Irisnya belum menangkap siluet Haechan sejak pagi tadi bahkan sampai dia selesai berkemas, ingatannya jatuh pada kegiatan mereka tadi malam. Bagaimana tubuh Haechan sangat tergambar jelas diingatkannya, bagaimana tubuh itu terhentak dan bagaimana bibir itu mendesah tadi malam. Menyebut namanya dengan nada yang begitu enak didengar di telinga.

(flashback)

Mark tatap bagaimana nafas Haechan yang keluar dengan berat. Bagaimana mata sayu itu menatapnya dengan tatapan penuh tanya dan rahasia di dalamnya, wajah itu terlihat sangat lelah dengan peluh membasahi pipinya yang masih merona tipis.

Tak pernah Mark lihat seorang laki-laki manis seperti Haechan, yang kalahkan pesona wanita yang dikenalnya. Mengalahkan bagaimana cantiknya para wanita yang ia temui, bagaimana wajah itu mempunyai pesona tersendiri dengan mata jernih sejernih mata air.

Mata itu perlahan terlelap dengan iris mata yang tak terlihat, bibir Mark terasa kelu untuk berucap. Namun saat ia rasakan deru nafas Haechan mulai teratur. Bibirnya berucap tanpa disuruh.

[PRSNT 1K] - Traveling, Korea-ThailandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang