O7. Sahel Sister's?

229 51 2
                                    

"Lu tau? Gue keterima osis," ujar Aji dengan bangga kepada kakak-kakaknya, jelas bangga, saat ini adalah tingkat terakhir ia bisa menjadi osis, kuliah sudah tidak ada sistem osisan.

"Yuk jadi dong?" Tanya Chandra.

"Jadi apaan?" Tanya Jeno balik.

"Traktir yuk, Hel?" Tanya Chandra seperti menagih hutang kepada Sahel.

"Ok ok aja sih, ayolah," ajak Sahel.

"Gak usah, di terima osis doang ngapain pakai traktir segala?" Tanya Aji yang sudah jelas menolak traktiran itu.

"Gapapa, Ji. Soalnya nih tumben lo mau ikut osis osis an gini, kata temen lu, lu mau di jadiin bendahara atau sekretaris atau ketua kelas aja ogah." Ujar Chandra panjang lebar.

"No, no, nolak!"

"Ayolah, Ji. Perayaan ini." Ujar Chandra.

Aji jelas bepikir sangat lama, ngapain hanya di terima menjadi osis saja harus dirayakan?

"Yaudah deh ayo, dimana tapi?" Tanya Aji melihat ke arah Sahel, bertujuan agar Sahel yang menjawab pertanyaannya.

"Mau di CafeLéa? Ayo." Ajak Sahel yakin.

"Beneran mau disitu?" Tanya Aji supaya tidak memberatkan Sahel.

"Iya beneran, masa bohongan?" Semua setuju dan mulai pergi ke CafeLéa yang dimaksud. Sangat dekat dengan rumah nya Aji.

Aji naik sepeda, semua menaiki motor, menyetirnya dengan kecepatan yang sangat pelan, menyesuaikan goesan Aji. Sudah seperti menemani raja yang ada di depan para manusia yang bermotor ini.

Sampai tujuan, Aji memarkirkan sepedanya di tempat yang khusus, lebih ramai pengguna motor daripada sepeda, lebih bagus malah. Parkir Aji luas.

Mereka masuk satu persatu dan mengambil tempat khusus hanya mereka saja. Malik mengambil laptopnya sambil mengerjakan tugasnya, sungguh rajin.

"Mau pesen apa aja?" Tanya Sahel yang berdiri bersiap untuk memesan ke kasir.

"Siniin kertasnya." Ujar Yogi dan bertanya kepada temannya, mulai menulis catatan, dan selesai, Yogi menemaninya untuk membayar.

Di kasir, saat melihat harga, Sahel siap membayar, tapi karena hanya bisa cash, Yogi membantu Sahel membayar. "Ngapain? Gak usah gue aja yang bayar,"

"Gue tau uang cash lo gak cukup, gue aja yang bayar," ujar Yogi.

"Makasih lho, maaf, gue lupa ngambil di atm." Jawab Sahel.

"It's okay, not my problem,"

"Gak ngerepotin kan?" Tanya Sahel merasa tidak enak.

"Santai, kagak. Justru mereka yang ngerepotin lo," jawab Yogi menunjuk mereka yang sedang bermain.

Makanan dan minuman itu sudah datang, atas perayaan Aji di terima menjadi osis, semua ingin bermain dengan lama diluar, mumpung besok libur sekolah.

"Cheers dulu dong?" Tanya Chandra mengangkat gelasnya ke atas, ala-ala minum di bar.

Semua ikut mengangkat gelasnya ala di bar, "Cheerss.." semua serempak.

"Bang Malik, lo taroh dulu laptop lo. Nantian aja lanjutinnya." Ujar Gery menasehati Malik.

"Nanti dulu, ini tugasnya lumayan soalnya," jawab Malik yang pandangannya benar-benar sedang melakukan tugas yang sangat penting.

"Lo bagaikan disini numpang Wi-Fi doang," ujar Jevan sambil memakan kue favoritnya, kue pisang.

"Iya niatnya gitu sih, biar biaya Wi-Fi dirumah gak nambah,"

"Gue miskin tapi gak segini nya woi?" Ujar Chandra.

"Miskin, miskin, tapi punya 8 apart beda pulau?" Ujar Jeno yang mengetahui semua rahasia temannya.

"Punya bapak gue itu,"

"Bohong, gue pernah nginep di apartnya karena gabut, behh enak bener pemandangan sama fasilitasnya." Ujar Jeno jujur.

"Diem cok!" Ujar Chandra mencubit Jeno.

"Kapan-kapan kita kesana, mumpung kamar gratis, sisanya sih bayar sendiri-sendiri," ujar Jevan.

"Kapan mau kesananya? Sekolah gak libur-libur woi, palingan libur cuman 1 hari 2 hari udah masuk," ujar Jeno kesal.

"Libur naik kelas kan masih bisa?" Tanya Gery.

"Kadang gak nentu lho, bisa ngambil rapot, bang Malik 3 jari, belum lagi restu ortu," jawab Chris.

"Woi? Ngapain nanya-nanya ginian? Nanti juga kalau ada waktu ya langsung berangkat," ujar Aji sedang memakan dimsumnya.

"Lah iya juga?" Ujar Chris.

"Rencana kadang bisa gak nuntut, terkadang mendadak baru kita bisa," ujar Sahel yang berpengalaman.

"Yaudah lah ya kalau gabut aja gitu main kesana," ujar Gery.

"Makan dulu woi, bang Malik. Itu tugas intinya gampang deh, gue jabanin bisa bantu," ujar Chandra dan Malik menurutinya, lagian sudah lapar.

***

"Kakakkk!" Teriak seorang anak perempuan yang berlari mendekati Sahel di parkiran cafe.

Sahel yang menunduk melihat hpnya, beralih mencari siapa sosok yang memanggilnya. Anak kecil cewek lari-lari? Siapa dia?

Anak itu memeluk kaki Sahel yang memang tingginya hanya se kaki Sahel, Sahel heran, dia anak siapa?

Teman temannya melihat hal itu, "Hel, dia adek lo?" Tanya Dev dan Sahel menggeleng.

"Gue gak kenal dia siapa," jawab Sahel.

"Gak kenal? Kakak gak kenal aku?" Tanya anak kecil itu dan Sahel menggeleng, anak ini sepertinya mempunyai kakak yang mirip dengannya, makanya dia pikir Sahel itu kakaknya.

Sahel berlutut dan bertanya, "dek? Kamu nyasar ya? Mana kakak kamu?" Tanya Sahel.

"Kakak kan kakak aku," jawabnya membuat Sahel menyerngit.

"Kakak dia mirip sama lo paling, Hel. Makanya dia anggap lo kakaknya," ujar Jeno memakai helmnya.

"Bukan mirip, tapi emang dia kakaknya," ujar laki-laki yang tiba-tiba keluar dari mobilnya.

Anak perempuan itu memeluk ayahnya. Sahel tau, sangat tau. Sahel segera menyuruh temannya untuk pergi dari cafe itu.

"Hel? Hel? Kenapa woi?" Tanya Chandra ikutan panik jika Sahel seperti terburu buru.

"Sahel? Jangan pergi." Perintah laki-laki itu, iya, ayahnya Sahel.

"Kakak? Kakak mau kemana?" Tanya anak perempuan itu.

"Cepetan pergi, jangan disini." Ujar Sahel memberi tahu Rey, Rey mengangguk, menuruti perintah temannya itu.

"Sahel suruh kita pergi," ujar Rey memerintah Jeno, semua menurut.

Dihalaman parkir, hanya tersisa ayahnya Sahel, dan anak kecil perempuan itu, "Papa? Kakak kemana?" Tanya anak kecil itu dan ayahnya tersenyum.

"Gapapa nak, mau makan dulu?"

"Mau sama kakak," anak kecil itu cemberut.

"Nanti ya? Kakak ada urusan sekolah, makan berdua sama papa dulu ya?" Tanya ayahnya dan anak kecil itu mengangguk.

"Ikutin anak plat motor B 1309 SHL, motor ninja merah."

*****

Hellaven of Ji(e)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang