"Jeno, ini ambil buat kalian ber-4. Nanti kalo kurang bisa ke kamar gue, ya?" Ujar Sahel menghampiri kamarnya Jeno dan memberikan 2 kotak Pizza untuk mereka ber-4.
Jeno menghampiri Sahel dan menerima Pizza itu. "Keren, makasih, Hel," ujar Jeno menepuk pundak Sahel.
Sahel kemudian mengambil Pizza untuk kamar selanjutnya. "Rey..."
Tak lama yang membukakan pintu itu adalah Sona. "Rey lagi mandi, kenapa?" Tanya Sona dan Sahel memberikan Pizza itu kepada Sona. "Buat kalian ber-3, kalo kurang ke kamar gue aja," ujar Sahel dan Sona mengangguk paham.
"Sip, makasih," ujar Sona kemudian menutup pintu kamarnya.
Setelah membagikan semua Pizza itu, Sahel kembali ke kamarnya. Pandangan pertamanya yaitu Aji sedang bersandar sambil bermain hpnya. Mungkin sambil mendengarkan lagu? Soalnya Sahel masuk saja ia tidak tau.
"Ji? Makan yuk?" Tanya Sahel memanggil Aji dan menutup pintu kamar itu.
"Hm? Mau dong," ujar Aji kemudian menghampiri Sahel untuk menerima makanannya.
Tanpa berbicara, mereka berdua memakan Pizza itu dengan lahap. Tanpa berbicara, tapi saling melempat tatapan satu sama lain. "Kenapa lo?" Tanya Aji tiba-tiba.
Sahel menggeleng. Salting.
"Gak papa, makan dulu abis itu ke kamarnya Jeno," ujar Sahel dan Aji mengangguk.
Sempat 5 menit mereka hanya diam saja, "Udah gitu doang?" Pertanyaan Aji membuat Sahel menyerngit heran.
"Iya emang gimana lagi?"
"Maksudnya ngomong gitu aja? Lo harusnya tau kita cuman berdua di kamar begini, harusnya ada topik," ujar Aji membuat Sahel semakin heran.
"Ohh ya mau gimana? Nanti kalo aku nanya apa lo malah ngamuk," ujar Sahel membuat Aji memukulnya.
"Nahkan, belum aku nanya apa udah ngamuk," ujar Sahel dan Aji menyadarinya.
"Itu gak ngamuk, cuman refleks," alasan Aji.
"Masa refleks? Sama yang lain gak pernah kayak gitu?"
"Refleks sama lo doang, muka lo minta gue cabik asli," ujar Aji membuat Sahel tertawa kecil.
"Ada aja kamu, ya? Enak gak Pizza nya?" Tanya Sahel dan Aji mengangguk.
"Enak, banget, kebetulan ini varian yang sering di beli sama Ayah," ujar Aji.
"Masa? Aku keren toh bisa ngeramal?" Ujar Sahel yang pedenya minta ampun.
"Ngeramal, itumah kebetulan. Emang lo dukun? Hebat banget?"
"Hm, aku kan dukun handal, cara main ku halus bersih mulus semuanya."
Sahel melihat Aji yang dari tadi ling-lung seperti sedang mencari sesuatu yang menurutnya penting.
"Kenapa?"
"Lo gak bawa jajan apa gitu selain Pizza? Gak enak cuman Pizza doang," ujar Aji membuat Sahel berpikir.
Sahel berjalan ke arah kopernya dan mengambil beberapa jajan yang tersedia di kopernya. Ada banyak, coklat, chiki, dan beragam jenis jajan dan warnanya.
"Banyak banget, emang lo bakal habis sebanyak itu?" Tanya Aji dan Sahel menggeleng.
"Gak, aku juga gak mungkin bawa sebanyak ini kalaupun aku kekurangan jajan."
Aji memakan beberapa bungkus jajan yang di keluarkan Sahel tadi. Lumayan bisa mewarna-warni lidahnya.
"Kamu kalo makan ternyata banyak, ya?" Tanya Sahel dan Aji mengangguk santai.
"Nurun Ayah. Tapi herannya gue gak gendut," ujar Aji masih mengunyah Pizza nya.
"Tapi pipi kamu gembung tuh, gemuk itu," ujar Sahel. 'Bukan gemuk sih, gemes.'
"Ya kembung kan karna makan, kalo enggak tirus kok," ujar Aji sambil merasakan pipinya.
"Masa? Coba pipinya diem aja jangan ngunyah," ujar Sahel dan Aji menurutinya. Tumben Aji bisa menuruti perkataannya.
Benar kata Sahel. Pipi Aji memang mengembang. Sahel langsung mengambil hpnya dan memfoto Aji dengan pipinya yang mengembang itu.
"Heh kok lo foto? HAPUSSS!!" Ujar Aji dan Sahel malah tertawa melihat hpnya.
"Heh gak sopan teriak-teriak gitu di depan makanan," ujar Sahel masih tertawa sambil memakan Pizzanya.
"Lagian tujuan lo foto apaan? Gak terima gue," Aji protes mukanya ada di galeri orang lain tanpa seizinnya.
"Ya simpen doang. Siapa tau kamu pengen gitu liat muka kamu kalo lagi gak makan gitu," ujar Sahel membuat Aji memutar matanya malas.
"Hidih ogah," ujar Aji kemudian kembali memakan Pizzanya.
***
Sahel melihat Aji yang sedang kesusahan mencari sesuatu di kopernya.
"Nyari apa?" Tanya Sahel.
"Nyari makanannya Jieran. Lupa ku taro dimana," ujar Aji tanpa melihat ke arah Sahel.
Sahel kaget. Bisa-bisanya Aji membawa hewan kecil itu ke hotel.
"Kok Jieran di bawa?" Tanya Sahel lagi.
"Ya masa gue tinggal di kamar sama Ayah? Gak manusiawi amat," ujar Aji masih mencari makanannya.
"Emang Ayah gimana sama Jieran?" Tanya Sahel sambil mencoba bermain bersama Jieran.
"Ya lebih bulol ke hamsternya daripada sama bininya. Aneh gak tuh?" Ujar Aji membuat Sahel terkekeh.
"Kenapa ketawa?" Tanya Aji yang heran darimana lucunya cerita ini?
Tok... Tok...
Suara ketukan pintu. Ganggu saja.
"Iya? Kenapa Jev?" Tanya Sahel sebagai pembuka pintu.
"Makanannya Jieran. Aji? Nih makanan hamster lo," ujar Jevan dan Aji segera mengambilnya.
"Lo dapet darimana Bang?" Tanya Aji yang kegirangan mendapat makanan hamster kecilnya itu kembali.
"Ya lo sendiri minta tolong buat pegangin makanannya Jieran dulu," ujar Jevan dan Aji sama sekali tidak mengingat bahwa ia sempat menyuruh Jevan untuk memegangi makanan hamsternya. Seingatnya hanya selama di mobil ia hanya tidur.
"Yaudah deh, makasih ya?" Ujar Aji dan segera mengasih Jieran makanan.
Sahel menutup pintunya dan duduk di dekatnya Aji. "Kamu suka ya melihara hewan gini? Gak repot?" Tanya Sahel.
"Eum? Kadang sih repot, pas dia di ganggu Ayah biasanya gigit, itu dulu sih. Sekarang gak, jadi best soulmate malah," ujar Aji masih menyuapi Jieran makanan.
"Bener-bener kayaknya kamu punya dendam sama Ayah, ya?" Tanya Sahel dan Aji mengangkat kedua bahunya.
"Bukan dendam sih. Tapi kalo gangguin Ayah rasanya lebih seru aja. Kalo bang Dev sama Bunda di jailin dikit ngamuk. Tapi mereka suka jail juga, aneh kan?" Curhat Aji dan Sahel mengangguk.
"Aneh sih, dikit. Btw aku mau tidur dulu, ya? Jangan taro Jieran di mukaku," ujar Sahel yang masih takut dengan wajah dekatnya Jieran.
Karena waktu di mobil, Aji iseng menaruh Jieran ke muka Sahel. Sahel yang masih enak tertidur pun kaget dengan pemandangan hewan kecil yang menyeramkan. Hampir saja waktu itu Jieran mau di lempar, untung sempat di ambil lagi oleh sang pemilik.
"HAHAHAH! Ya gak apa lah, Hel. Kan lucu Jierannya?" Tanya Aji yang mengangkat Jieran. Sahel menggeleng.
"Lucu dari jauh, pas deketin kayak setan berbulu lembut," ujar Sahel dan Aji masih tertawa.
"Sahel, Sahel. Lawak lu jadi manusia," ujar Aji dengan nada masih tertawa sedikit.
*****
Hai hai hai, apa kabar? Maaf lama banget gak update soalnya waktu itu lagi ujian, dan akun ini sempet ke log out. Terus lupa password ꃋᴖꃋ. Maaf banget ya? Bonusnya aku kasih 1 part tentang 2Sung. Happy reading ( ◜‿◝ ).
KAMU SEDANG MEMBACA
Hellaven of Ji(e)
Teen FictionStart: 15 August 21 End: - On going Sahel memang anak baru di sekolah dan di geng baru nya saat ini. Sahel memang sangat sopan dan rendah hati, tapi entah kenapa dia tidak ingin memamerkan sikap asli nya kepada 1 laki-laki itu. Ajinata Bargasena. Ru...