KST, January 2020
Gemercik hujan diluar sana tengah anteng Jisung pandangi. Gelapnya awan yang menghalangi rembulan sebagai temannya tidak pernah ia marahi. Sekalipun sahutan petir yang membuatnya takut, tidak pernah Jisung benci.
Ia menunduk dengan tangan memeluk tungkai kakinya yang kian merapuh. Memejamkan mata sendunya lalu menghela nafas pelan.
Mengingat rasa sakit yang sama sekali tak pernah ia benci.
Takdirya selalu memberi pelukan luka tanpa cinta, lalu melenyapkan sekon tawa dengan derita.
Sialnya Han Jisung selalu diam tak bersuara, yang ia lakukan hanya pergi dengan bahu yang bergetar menahan tangis.
Tidak ada yang tau sampai kapan anak itu akan bertahan.
'Hyung tolong katakan kesalahanku dimana? agar aku bisa memperbaikinya.'
'Bisa? engga akan! Lo penyebab ibu gua meninggal! Lo yang udah bikin Ayah gua ninggalin gua dan harus ngurus kalian!'
'Sekuat apapun lo berusaha, lo gabisa balikin keadaan semuanya kaya awal!'
'H-hyung ak-'
'SEMUANYA SALAH LO! GUA BENCI LO, JISUNG!!'
Pemuda itu menggeleng dengan air mata yang kian membasahi pipinya. Jisung tidak mengerti, dosa apa yang telah ia perbuat dimasalalu sehingga kini dibenci saudaranya sendiri. Semua yang ia lakukan pasti akan salah dimata Changbin.
Ini tidak adil baginya, jika Jeongin atau yang lainnya membuat kesalahan, Changbin tidak akan marah. Tapi jika dirinya salah sedikit, Changbin akan memakinya.
Bahkan jika tidak ada saudara yang lain, ia akan dikurung dikamar mandi sampai dua kakak tertuanya itu pulang bekerja.
Larut dalam lamunan hingga ia menyadari suara pintu terbuka.
Pemuda yang sekarang bermarga Han itu menoleh, buru-buru ia mengehapus jejak air matanya. Jisung tidak mau membuat sosok dihadapannya ini khawatir.
"Kau darimana saja?"
"Rindu ya?"
"Yak! Binnie hyung mencari mu!"
Felix terkekeh melihat wajah kesal kembarannya itu. Ia sangat senang mengerjai Jisung. Padahal dulu Felix selalu menjadi korban kejahilan dirinya.
Felix tidak mengerti, semenjak ia terbangun dari koma, ia selalu melihat Han Jisung murung, berdiam diri, bahkan ia sering melihat pemuda itu bicara sendiri.
Ia hanya mampu bertanya dalam hati, sebenarnya Jisung kenapa?
"Jinjja? Aku habis bermain tadi."
Jisung mengikuti Felix yang kini tiduran dikasur. Ia kemudian menyelimuti pria dengan rambut pirang itu lembut. Selalu begitu, Ia akan memperlakukan Felix dengan sangat hati hati seolah kembarannya itu adalah sesuatu yang paling rapuh.
Tapi kenyataannya dirinya jauh lebih rapuh. Namun kembali lagi, siapa yang tau?
"Main darimana sampai larut begini? hyung kesayanganmu itu hampir saja menggorengku menjadi tupai crispy!"
Tawa Felix pecah mendengar rajukan dari saudaranya. "Kau memang tupai."
"Aku serius!"
"Nee mianhee, Jisung-ah."
Hening, Jisung menatap Felix yang terlihat mengantuk. Dirinya pun sama, seharian ia mencari Felix dan tidak ikut bermain menghabiskan akhir pekan dengan saudara lainnya.
Benar benar kelelahan yang berujung sia sia. Ya, sama seperti hidupnya.
Hanya sia-sia.
Jisung belajar dengan keras agar mendapat peringkat hanya berujung sia-sia, Jisung selalu berusaha dengan keras agar dirinya mendapatkan apa yang dia mau juga sia-sia.
Memang benar, Jisung selalu tidak pernah mendapatkan apa yang dia inginkan.
"Baiklah, sekarang ayo tidur, bukankah besok kita harus kembali bersekolah?"
"Kau benar," Felix tersenyum, "Sudah lama sekali aku tidak ke sekolah ya?"
Jisung bergumam sambil menghitung jari mungilnya.
"Tiga... Empat... Lima! Lima bulan kau tidak belajar disekolah, Lix!"
"Kau tidur sangat lama, aku takut kau pergi lagi..." lirihnya sambil memeluk Felix dengan erat.
"Tapi sekarang aku disini."
"Kalau mau kemana mana kau harus mengajakku atau mengabariku dulu, arraseo?"
Felix mengangguk lucu kemudian memejamkan matanya, sedangkan Jisung masih terjaga, ia masih mau memandangi wajah kembaran nya itu saat tertidur.
Mereka kembar, namun Felix dan Jisung memiliki wajah yang tidak begitu mirip. Jisung tumbuh mengikuti gen ibunya yang berasal dari korea, dan Felix mengikuti gen bule Ayahnya yang kini entah dimana keberadaannya.
Mungkin pulang ke negara asalnya, Australia? Entahlah, sejak kecil, Changbin maupun dirinya dan Felix tidak pernah berkunjung ke negara tersebut.
Terkadang Jisung iri dengan Felix yang pintar juga memiliki wajah manis dengan taburan bintang diwajahnya, frecles, sangat indah. Mungkin itu alasan Kakaknya lebih banyak menghabiskan waktu dengan Felix.
Ceklek-
Tiba tiba pintu terbuka, menampakkan sosok Minho dengan baju tidurnya menatap Jisung hangat.
"Kenapa belum tidur, Jie?"
Yang ditanya segera menempelkan jari telunjuk dibibir, memberi isyarat pada pria penyuka kucing itu untuk mengecilkan suaranya.
"Kenapa?"
"Felix barusaja tertidur, hyung, tolong kecilkan suaramu."
Raut wajah Minho seketika berubah, tidak begitu kentara karena ia langsung menutupinya dengan senyuman walau terkesan canggung.
"O-ohh baiklah, selamat tidur."
Minho menutup pintunya perlahan, kemudian metatap sebuah foto polaroid yang Jisung dulu tempelkan bersama kembarannya.
Seketika air mata Minho menetes perlahan, ditengah keheningan malam ia terisak. Entah suaranya yang teredam oleh hujan yang kian deras atau memang ia yang menangis tanpa suara.
Pemuda itu terduduk lemas.
Bagaimana ia menyadarkan Jisung kalau kembarannya itu sudah tiada sejak 6 bulan yang lalu? bagaimana ia bisa menyembuhkan Jisung dari halusinasinya tentang Felix tanpa menyakiti hatinya? dan bagaimana caranya agar Changbin menyadari kehadiran adiknya?
Betapa berat hidup yang Jisung jalani saat ini, penyakit yang terus menggerogoti tubuh mungilnya. Ucapan kasar dan makian dari sang Kakak yang diberikan padanya, juga rasa bersalah atas kematian Ibunya yang terus menghantuinya.
Jisung menanggung semua itu, namun tidak ada keluh yang keluar dari mulutnya, bahkan ia sama sekali tidak berpikiran untuk balik membenci Kakak nya, sekalipun Changbin menyuruh pemudia 18 tahun itu untuk berganti marga.
Sebegitu bencinya Changbin pada Jisung yang dibalas dengan senyuman dan kasih sayang dari anak itu.
TBC.
Translate.
Hyung = Panggilan untuk Kakak laki-laki; atau kepada yang lebih tua beberapa tahun [digunakan oleh anak laki laki yang lebih muda]
Jinjja = Benarkah(?)
Nee = Iya
Mianhe = Maaf
Arraseo = Mengerti; Baiklah
Cukup ngerti kan? And big thanks for Reading, Jangan lupa untuk menghargai setiap karya dengan vote&comment^°^
Hve a great day><
See you©theviane
KAMU SEDANG MEMBACA
ENDURE - Han Jisung
Fanfictionen·dure /inˈdo͝or,enˈdo͝or/ Han Jisung hanyalah sebuah lambang kebencian bagi Seo Changbin. Tapi dia menjadikan hidup Kakaknya itu sebagai alasan dirinya bertahan sampai saat ini. "Kenapa hyung gak pernah memelukku? tiap kali aku meminta peluk, hyu...