BAB I

20 5 0
                                    

HAPPY READING!❤️

...

"Bu, aku berangkat kerja dulu yah," teriakku dari arah kamar.

"Nak, nggak mau berhenti kerja aja?" tanya perempuan paruh baya yang berjalan dari arah dapur. Ibuku, keluargaku satu-satunya.

"Kita mau makan apa Bu, kalau aku gak kerja?"

"Biar Ibu nanti cari cara, kamu fokus sekolah aja." Aku tersenyum hangat ke ibu sambil menuntun sosok renta itu untuk duduk di kursi ruang tamu yang usang.

"Nggak papa Bu, aku seneng kok kerja di sana. Aku nabung buat makan kita sama buat wujudin impian aku Bu. Ibu nggak usah khawatir yah. Aku kuat kok," kataku sambil menggenggam tangan ibu, ibu hanya tersenyum.

"Ya udah, aku berangkat dulu ya Bu," kataku sambil mencium tangan ibu lalu pamit dan berangkat menggunakan sepeda motor peninggalan ayah.

Aku Tiana Helga, siswi SMA kelas sebelas, salah satu penerima beasiswa karena prestasi. Aku tinggal hanya berdua dengan ibu, ayah dan adikku meninggal akibat kecelakaan. Selain sekolah, sehari-hari aku bekerja di salah satu coffee shop milik teman ayah. Terhitung dengan hari ini, aku sudah bekerja di sana sekitar 2 tahun lamanya. Setelah pulang sekolah, aku akan langsung ke tempat kerja dan pulang sekitar jam sepuluh malam.

Karena hari ini hari Minggu, aku berangkat pagi agar bisa pulang lebih awal. Seperti biasa sebelum berangkat, setiap sebulan sekali aku pasti mampir ke makam ayah dan adikku.

Aku berjalan menyusuri pemakaman yang sangat sepi, bahkan hanya aku yang berjalan di tengah makam membuat bulu kudukku sedikit meremang. Sampai di nisan ayah, kubersihkan makam yang ada di depanku dan makam adikku yang ada di sampingnya.

"Ayah baik-baik aja kan di surga?" Aku meneteskan air mata sambil terus berbicara pada nisan ayah.

"Dek, kamu pasti cantik banget sekarang." Ku usap nisan adikku. Aku selalu merasa bersalah jika berkunjung ke sini.

Saat akan beranjak dari tempatku, ada bau kemenyan yang tiba-tiba memasuki indraku serta samar-samar ada asap yang melewati netraku. Kuedarkan pandangan dan menemukan sosok hitam. Bukan, maksudku pria yang berpakian serba hitam. Aku yakin itu manusia karena kakinya masih menapak ditanah.

Aku memperhatikan pria itu, aneh rasanya melihat dia hanya berdiri di depan makam dengan kemenyan yang meyala di tengah tanah kuburan itu. Apa dia menyembah? Zaman modern seperti sekarang ternyata masih ada yang meminta kekayaan dari orang yang sudah mati. Padahal jika dilihat dari apa yang dikenakannya, pria itu seperti orang kaya.

Aku bergidik ngeri, karena setauku orang yang meminta kepada makhluk gaib pasti telah memiliki kesepakatan semacam permintaan tumbal. Aku melangkah dengan cepat menuju motorku. Tidak ingin bertatapan dengan pria itu. Bisa-bisa aku yang diambil jadi tumbal.

Tapi karena jalan dengan terburu-buru, aku tersandung dan jatuh dengan sangat tidak keren. Suaranya pun cukup keras, aku hanya meringis memegangi lututku. Aku melihat ke arah pria itu, mati kami bertemu, aku gelagapan dengan mata yang membuat. Pria itu mendekat dan dengan cepat aku berdiri.

"Jangan jadikan saya tumbal. Saya miskin!" teriakku kemudian kembali berlari kearah motorku dan segera pergi dari pemakaman itu.

...

Hari ini, cafe sedang ramai karena dengar-dengar akan ada yang melamar pacarnya. Melihat keuwuan seperti ini, membuatku sedikit bergidik. Karena menurutku, hal seperti ini tidak harus dilakukan di depan umum Tapi ya, orang miskin sepertiku memang selalu berpikiran seperti itu.

Setelah selesai berganti baju, aku langsung berdiri di balik meja kasir sambil merapikan rambutku yang terurai untuk diikat kuncir kuda dengan qta yang meneliti kegiatan teman-temanku. Tugasku hari ini hanya menjadi kasir. Sekaligus sebagai barista. Aku pandai membuat kopi, kalau kalian belum tau.

Terserah SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang