BAB III

11 4 0
                                    

HAPPY READING AND ENJOY THE STORY❤️

...

Aku berjalan ke arah halte depan sekolah untuk menunggu angkot. Karena hpku lowbet, aku hanya celingak-celinguk melihat jika ada angkot yang lewat, hingga sebuah motor sport berhenti di depanku.

“Naik!” Aku menghela napas berat, karena bertemu dengan si es Gilang ini. Padahal aku sudah bersusah payah menghindar, tapi malah bertemu di sini. 

“Budek?” Aku mengeryitkan dahi melihat kakak kelasku ini menawarkan tumpangan. Aku melihat ke sekeliling memastikan bahwa yang diajak bicara memang benar aku.

“Gue gotong, ya.” Aku yang mendengar itu sontak berdiri karena Kak Gilang juga sudah turun dari motornya dan berjalan ke arahku.

Tanpa aba-aba. Kak Gilang benar-benar mengendongku ala bridal style. Aku terkejut dengan perbuatannya tapi, aku lebih terkejut dengan degupan jantungku. Napasku tertahan dan dengan refleks aku mengalungkan tangan ke lehernya.

Berada di posisi sedekat ini dengan Kak Gilang, membuatku sedikit berdebar. Waktu terasa berhenti, aku masih memperhatikan Kak Gilang, matanya indah dengan sedikit poni yang agak panjang. Wajah yang terbalut helm itu terlihat lebih hangat dari pertama aku melihatnya. Sungguh indah ciptaan Tuhan.

"Selain budek, lo juga bisu, ya? Panas nih." Aku tersadar kemudian turun dari gendongannya. Seperti hari-hari sebelumnya, setiap bersama Kak Gilang aku pasti selalu menjadi pusat perhatian siswa lain. Benar-benar memalukan.

"Kenapa sih? Mau apa lagi?" tanyaku sewot, karena dia banar-benar menyebalkan.

"Gue anter, cepet naik mumpung gue lagi baik." Karena memang aku sedang butuh tumpangan, ya lumayan lah irit ongkos angkot.

"Jangan meluk, ya. Nggak usah modus!" Modus katanya. Bukannya yang sekarang modus itu dia, aneh banget jadi orang.

Sepanjang perjalanan, hanya suara kendaraan lain yang menemani kami. Aku heran, kenapa dia tidak menanyakan alamatku, atau ke mana aku minta diantar.

Motornya berhenti di depan Coffee Shop tempatku bekerja. Aku turun dan menatap kak Gilang heran.

"Kenapa? Lo kerja di sini kan?" tanyanya dan aku hanya memasang ekspresi bingung.

Aku berpikir keras, kenapa Kak Gilang bisa tau tempatku bekerja?. Segala pikiran aneh muncul di benakku. Jika apa yang kupikirkan benar, berarti kakak kelasku ini sangat berbahaya. Aku bergidik ngeri menatapnya.

"Kakak stalker, ya?" tuduhku, Kak Gilang hanya tersenyum miring.

"Kalau gue mau stalk orang, selera gue juga bukan lo kali," katanya lagi-lagi merendahkan. Mulutnya memang gatal jika tidak merendahkan orang lain

"Terus kenapa kakak bisa tau kalau saya kerja di sini?" Jelas aku harus bertanya. Karena kejadian aku yang menabraknya di depan tangga adalah pertemuan pertama kami.

"Karena lo malu-maluin," katanya sambil menunjuk dahiku yang masih diperban dengan senyuman yang berhasil membuatku berdebar.

Setelah itu ia langsung melajukan motornya meninggalkan aku yang masih bingung sambil menikmati debaran jantungku. Bisa-bisanya aku terpesona dengan senyuman manusia es itu.

Selama aku bekerja, aku tidak pernah fokus karena masih memikirkan perkataan Kak Gilang. Aku malu-maluin? Tapi, kenapa? Terus kenapa tadi dia pake acara tunjuk-tunjuk dahi?

"Dasar murahan!"

"Ini perempuan simpanan kamu?!"

"Aaak!" Aku berteriak dengan sedikit menggebrak meja. Lagi-lagi perhatian berpusat padaku. Aku hanya tersenyum canggung sambil memukul kepalaku pelan.

Terserah SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang