49

5.9K 481 64
                                    

Kepergian Raina terhitung sudah memasuki hari ke sepuluh, perkiraan yang awalnya pulang dua minggu kini di maju kan jadi sepuluh hari sudah berada di indonesia, baru saja sampai di bandara dan menghidupkan lagi handphone nya, hal pertama yang Raina hubungi adalah sang tertua, seharusnya bang pidi yang menghubungkan, tetapi karena bang pidi lupa jika handphone rusak akibat pertarungan di Jerman, maka kini Raina lah yang harus menghubungi sang ketua.

"7459" Ucap Raina kepada orang yang ada di sebrang.

Kata yang di ucapkan Raina adalah sebuah kode jika menandakan mereka berhasil, itu mereka lakukan agar sewaktu-waktu jika ada penghianat maupun menyusup tak mengerti akan rencana mereka, satu orang memiliki kode tersendiri untuk bisa berbicara dengan sang tertua, dan itu adalah salah satu kode milik Raina.

"Hari indah? " Ucap orang yang ada di sebrang, itu juga adalah kode milik Raina, dengan artian Raina akan memiliki misi lagi dalam kurun waktu dekat.

"Kapan? '' walaupun hati Raina berteriak tak mau, tetapi ia harus melaksanakan misi tersebut bagaimanapun caranya.

" 9" Mata Raina membulat tak Terima, berarti Raina akan mendapatkan misi dua hari lagi, apa-apaan ini, istirahat aja belum sudah mendapatkan misi lagi, sembilan berarti dua, itu adalah kode juga.

"Tak ada dispensasi? Aku capek ketua" Keluh Raina sembari memasuki mobil yang akan membawa Raina menuju e
Rumah.

"Tak ada" Tegas sang tertua, sedangkan Raina hanya menghembuskan nafas sebelum mematikan sambungan telepon, tak perduli jika nanti di katai tak sopan.

Raina yang kesal tiba-tiba merubah mimik wajahnya menjadi kaget ketika melihat semua notifikasi handphone nya yang banyak dipenuhi nama aldebaran, pasti aldebaran sudah banyak membuat orang babak belur saat ia tinggal, melihat jam yang menunjukkan waktu hampir malam pun Raina tahu jika aldebaran kini pasti berada di markas.

"Antarkan aku ke jalan ini saja pak" Ucap Raina dan mendapatkan anggukan dari sang tukang taksi.

                           ✍✍✍✍✍

Pertama kali masuk ke dalam markas adarma, hal pertama yang Raina lihat adalah banyak nya orang yang juga menatap Raina, tersenyum kikuk Raina berjalan menghampiri abang nya yang juga menatap dirinya.

"Di kamar" Belum juga Raina bertanya tentang keberadaan aldebaran, Andra sudah tahu terlebih dahulu apa yang akan dirinya tanyakan.

"Makasih abang" Sebelum Raina pergi menuju lantai dua dimana aldebaran berada, Raina menyempatkan menyium pipi abang ketiga nya terlebih dahulu.

Semua orang masih diam menatap Raina, ada perasaan lega melihat Raina berada di sana, dengan begitu aldebaran pasti tak akan marah-marah tak jelas lagi, dan berakhir mereka akan menjadi samsak ketua mereka itu.

Sedangkan di sisi Raina, gadis tersebut langsung masuk kedalam kamar aldebaran tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, aldebaran yang sedang berada di balkon sambil melamun tiba-tiba tersadar saat ada sebuah tangan memeluk pinggang nya erat, sekali sentakan pelukan tersebut terlepas, aldebaran yang berbalik ingin memukul seseorang yang berani memeluk nya pun tiba-tiba terdiam kaku.

"Kamu kok jahat sih, tahu gitu aku gak mau peluk kamu lagi" Cemberut Raina sambil mengusap-usap tangannya yang sakit, mengabaikan aldebaran yang terdiam kaku dengan tangan bergetar.

"Sa-sayang" Runtuh sudah pertahanan aldebaran saat melihat Raina di depan nya, tanpa di komando air mata keluar begitu saja, dan satu kali sentakan Raina berada di pelukan erat nan hangat aldebaran.

"Jangan pergi" Mohon aldebaran semakin terisak di bahu Raina, aldebaran hampir frustasi kehilangan Raina kemarin, dan kini bisa aldebaran pastikan Raina tak akan bisa pergi lagi dari pandangan aldebaran.

"Maafin aku ya" Ucap Raina yang juga merasa sedih melihat kekasih nya seperti ini.

"Aku takut kamu benar-benar ninggalin aku, aku takut kamu gak mau ketemu lagi sama akun, hiks, hiks, aku takut kamu udah hiks bosan sama aku hiks, hiks dan milih orang lain, hiks, hiks"

"Maaf" Sesal Raina semakin mengeratkan pelukan mereka, dan membiarkan Aldebaran menangis di lekukan leher Raina.

"Jangan gitu lagi, hiks, hiks" Rengek aldebaran semakin mengeratkan pelukan mereka.

"Kita pindah kedalam aja yuk" Ajak Raina dan di balas anggukan aldebaran.

Saat masuk pun aldebaran tak mau melepaskan pelukan mereka, bahkan Raina yang ingin melonggarkan pelukan aldebaran sedikit saja agar Raina bisa bergerak sedikit bebas untuk menutup pintu menuju balkon pun tak bisa, bukan nya terlepas, malahan aldebaran akan semakin mempererat pelukan nya, jadilah Raina harus bergerak agak kesusahan.

Dengan penuh perjuangan, sekarang disinilah mereka berada, di atas kasur dengan aldebaran yang tak mau melepaskan pelukannya, bahkan Raina yang ingin bergeser sedikit menjauh saja tak bisa, sebegitu takut nya aldebaran samapai tak mengizinkan Raina beranjak darinya walaupun sedikit saja.

"Kita tidur ya? " Saran Raina yang di balas gelengan kuat dari aldebaran yang menyembunyikan wajahnya di dada Raina.

"Kenapa? "

"Nanti kamu pergi lagi" Rengek aldebaran sembari menggigit salah satu payudara Raina yang masih terbungkus pakaian lengkap, mengabaikan Raina yang sedang memekik kesakitan.

"Janji gak akan pergi lagi" Ucap Raina meyakinkan, jujur Raina tak tega melihat mata aldebaran yang sekarang ada  lingkaran hitam nya, pasti aldebaran tidak memperhatikan pola tidur nya saat Raina pergi.

"Janji? " Ucap aldebaran dengan mendongkrak wajahnya, menatap penuh puja wajah gadis nya yang setia hari selalu bertambah cantik.

"Iya janji" Yakin Raina setelah mengecup kedua mata aldebaran penuh sayang.

Our Butterfly (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang