Selamat membaca. Jangan lupa vote dan comment yah.
Jangan menjadi pembaca yang pasif.
Rachel berjalan tak tentu arah, langkahnya gontai. Hatinya hancur, sudah satu minggu tidak ada kabar dari Rhein. Pihak kampus hanya mendapat kabar jika Rhein sedang cuti selama satu bulan. Ponselnya pun tidak aktif, Rachel sangat frustasi. Kedua orang tuanya pun tidak memedulikan keberadaan Rhein.
Sudah berbagai cara, ia lakukan untuk menemukan kakaknya. Namun, tetap saja. Tidak ada petunjuk, yang dapat memberinya celah.
"Hey, perhatikan jalanmu!"
"Maaf."
Sepanjang jalan, ia mendapatkan umpatan dari orang-orang. Entah, sudah berapa orang yang ditabraknya.
"Where are you, Sis?" Rachel jatuh terduduk. Ia memeluk kedua lutunya, dan menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya. Ia meluapkan semua kesedihannya menjadi sebuah tangis.
Menyakitkan memang, saat kau merasa kesepian di tengah keramaian. Tidak ada yang memedulikanmu. Hanya bertemankan sepi, yang tak berperasaan.
Orang-orang yang melihatnya, menganggap Rachel gila. Tapi, tak ada satu pun yang membujuknya.
Tiba-tiba seseorang datang menghampirinya. Tangan kekar dan besar mengelus rambutnya lembut.
Rachel mendongak, "Kakek?"
"Apa yang kau lakukan, di sini?"
"A-aku mencari Rhein."
"Jangan duduk di tengah jalan seperti ini. Aku tidak ingin dianggap memiliki cucu yang gila."
Rachel memasang raut wajah datar. Tangisnya terhenti. Kemudian, ia meraih uluran tangan Gerald.
"Kau tidak seperti kakakmu." Ucap Gerald sambil mengacak-ngacak rambut Rachel.
Rachel hanya diam. Ia tidak ingin banyak bicara. Gerald menggandeng lengan cucunya, tetapi ditepis oleh Rachel.
"Kenapa?"
"Aku tidak ingin disangka orang lain, memacari kakek-kakek."
"Kau kejam sekali."
"Sama kejamnya denganmu."
"Haha. Benar-benar dua cucu yang berbeda sifat."
"Memang seharusnya, begitu."
"Rhein selalu menggandeng lenganku. Betapa aku sangat merindukannya."
Rachel menjadi tidak enak pada Gerald.
"Ah. Maaf."
"Tidak apa-apa."
"Bagaimana kakek bisa tahu keberadaanku?"
"Kakek mencarimu, tapi kau malah menangis di tengah jalan. Memalukan."
Rachel tersenyum tipis, "Kakek mencariku?"
"Ya. Ada yang ingin kutunjukkan padamu."
"Apa?"
"Sesuatu yang akan membuatmu terharu."
"Pasti seperti biasanya."
"Oh, tentu tidak."
"Kakek."
"Ya?"
"Apa kau tidak bisa menemukan Rhein?"
"Kau peduli?"
Rhein tersentak, "Kakek meragukanku? Bagaimana bisa aku tidak memedulikannya? Dia kakakku. Aku sangat menyayanginya."
KAMU SEDANG MEMBACA
GAME OVER (END) TAHAP REVISI
Teen FictionDILARANG MENJIPLAK! [18+] [Hal-hal sensitif, seperti adegan kekerasan, pelecehan seksual, dan kata-kata kasar, bertaburan dalam cerita ini. Bagi para pembaca dimohon untuk menanggapinya dengan bijak dan teliti] . . . . Keluarga adalah harta yang pal...