Awas!!!
Typo bertebaran dimana-mana'-'
Selamat membaca, jangan lupa vote🌟 dan comment💬
.
.
.Jika merelakan sesuatu, mampu meringankan penderitaanku.
Biarkan semua rasa sakit yang kuterima menjadi kekuatan dalam bentuk kesabaran yang tak ada habisnya.
Gedung bernuansa elegan itu mulai dipenuhi pengunjung yang berdatangan. Terlihat gadis mungil yang berjalan bersama para bodyguardnya. Para pengunjung yang melihatnya langsung memberikan jalan padanya.
Hazel duduk di barisan paling depan. Ia sangat antusias melihat hasil karya Rhein. Ia juga sempat menawarkan diri untuk menjadi modelnya, tapi Rhein menolaknya mentah-mentah. Apa jadinya jika karyanya dipakai oleh Hazel yang super pecicilan, katanya. Hazel tersenyum geli mengingatnya.
Tak lama kemudian, acara fashion show dimulai. Para fotografer mulai menempati posisinya untuk mengambil potret. Suara gemuruh dari para penonton pun mulai memenuhi ruangan.
Mata Hazel tampak berbinar saat hasil rancangan Rhein mulai dipamerkan. Hazel cepat-cepat mengambil kamera yang terselip di tasnya dan segera memotretnya.
Hazel bergumam, "Pantas saja Rhein tidak mau menerima tawaranku. Modelnya saja bidadari semua, tapi aku terlalu imut untuk menjadi model," ungkapnya sembari melihat dirinya sendiri.
"Imut? Tunggu," Hazel merasa tidak asing dengan kata yang baru saja ia ucapkan.
Rhein pernah mengatakan padanya, kalau dia imut. Ya, lebih tepatnya item mutlak. Ia baru menyadarinya.
Hazel memejamkan matanya geram, "Dasar menyebalkan."
Ada banyak desiner yang berkompetisi memperebutkan posisi terbaiknya. Hazel terlihat sangat menyukai kegiatan tersebut. Karena, penyakit yang bersarang di tubuhnya. Aktivitas yang ia jalani sangat terbatas.
Suara tepuk tangan dari penonton, mengiringi pemberian penghargaan kepada para desiner termasuk karya Rhein. Namun, Hazel merasa ada yang janggal, ia tidak mendengar nama Rhein. Ia semakin curiga, saat hasil rancangan Rhein diterima oleh orang lain. Bahkan namanya pun berganti, bukan Rhein.
Sebelum karyanya diikut-sertakan, Rhein selalu memperlihatkannya kepada Hazel. Tidak heran, jika Hazel selalu tepat menandainya.
Namun, ia tidak bisa gegabah saat ini. Tidak ada bukti yang bisa menguatkan pendapatnya, jika ia protes. Semuanya semakin runyam. ia semakin bingung.
Seharusnya yang menerima penghargaan itu Rhein, bukan dia. Siapa perempuan itu?
Hazel menjadi tidak tenang. Kekhawatiran yang muncul, semakin menguasainya. Sorot matanya terus mengembara mencari Rhein. Namun, hasilnya nihil.
Kemudian, ia memberanikan dirinya bertanya kepada seorang pria yang diduga adalah panitia di sana.
"Excuse me."
Suasana yang padat dan ramai membuatnya harus menarik-narik baju panitia itu. Tentu saja, pria itu tersentak kaget dan sedikit ketakutan. Ada empat bodyguard Hazel berdiri tepat di depannya.
Pria itu memberi sinyal kepada Hazel untuk memundurkan bodyguardnya. Hazel yang belum menyadarinya, hanya terdiam. Ia sedang dalam mode loading.
"Ah maaf," dengan segera ia memerintahkan bodyguardnya mundur.
"Apa yang kau perlukan?"
Hazel ragu, "Apakah ada nama Rhein di daftar peserta?"
KAMU SEDANG MEMBACA
GAME OVER (END) TAHAP REVISI
Novela JuvenilDILARANG MENJIPLAK! [18+] [Hal-hal sensitif, seperti adegan kekerasan, pelecehan seksual, dan kata-kata kasar, bertaburan dalam cerita ini. Bagi para pembaca dimohon untuk menanggapinya dengan bijak dan teliti] . . . . Keluarga adalah harta yang pal...