Part 2 - My Life Choices

399 57 14
                                    

- YUKI'S POINT OF VIEW - 

April 2016

"Kakak, sarapannya dihabisin, dong. Nggak boleh gitu, ah. Nanti laper, loh," ucapku saat melihat Melodi meletakan sendok dan garpunya di atas meja, menyisakan selembar roti panggang dan setengah omelette yang tidak dimakannya.

"Tapi Melodi udah kenyang, Ma. Melodi abisin telornya aja, ya?" jawab Melodi sambil menenggak susu cair stroberi-nya.

"Eh, jangan dong, rotinya juga. Kamu kan nanti ada pelajaran olah raga, Sayang? Harus kenyang dulu. Ayo, habisin. Ini Mama bawain bekal nasi dan sosis asam manis, terus ada sup makaroni kesukaan Melodi, ya. Ada susu dan buahnya juga. Dimakan semua, oke?" aku meletakan tas bekal Melodi di kursi meja makan di sebelahnya. Nggak berasa anak ini sudah SD. Padahal kayaknya baru kemarin aku sibuk belanja bando-bando bayi lucu, eh sekarang udah gede aja dan udah jadi Kakak pula. Ya ampun, kok pagi-pagi gini jadi mellow, ya? Enough, Yuk, enough. You have more than a hundred things to do in the morning, and reminiscing something like that doesn't help you with anything.

Dan betul, kan? Belum sempat aku meletakan omelette milikku di piring, my little baby boy sudah menangis padahal lagi di pangkuan Bapaknya. Buru-buru aku meninggalkan dapur dan menghampiri Miko, pangeran kecilku yang sudah mengulurkan tangannya bahkan ketika dia baru melihatku keluar dari dapur.

"Sayang, kayaknya dia masih ngantuk, deh. Dari tadi rewel banget," kata Stefan saat aku meraih Miko yang berteriak-teriak memanggil 'Mama' ke gendonganku.

"Iya. Itu sih, tukang di rumah sebelah nggak tau lagi nge-bor apa. Kebangun dia jadinya. Sebel banget deh aku, pagi-pagi udah berisik. Siangan dikit kan bisa. Udah tau ini cluster, rumahnya nempel-nempel, ya udah pasti ganggu lah. Kemarin juga gitu, dari pagi sampe malem nge-cor nggak berhenti-berhenti, ganggu orang istirahat tau nggak," protesku kemudian menimang Miko yang langsung diam di gendonganku. "Adek, kenapa, Sayang? Mama kan lagi masak, masa mau ikut Mama ke dapur? Terus kita makan ya, Nak? Abis itu anter Kakak ke sekolah, deh," ucapku kembali ke dapur bersama Miko untuk mengambil makanan untuknya, lalu ikut duduk di meja makan kali ini mencoba menyuapi Miko makan paginya.

"Miko mamam, Miko mamam. Yang banyak yaaa. Eh tapi kalau banyak, nanti pupu-nya juga banyak, Mama kebauan, deh," aku terus-terusan ngoceh apapun yang dapat men-distract anakku ini dan membuatnya bisa tetap makan tanpa kepengen kemana-mana lagi. "Coba bilang Papa, Pa, Miko kemarin pupunya banyaaak banget. Iya tau, Hon, pas kita makan di Bakerzin itu, Miko kan makan spaghetti-nya banyak ya, eh terus pupnya jadi banyak banget, mana di kasur pula, jadi aku harus ganti seprai sekalian. Kayaknya dia suka banget sama pasta, makannya banyak, eh aku yang jackpot."

Stefan menghela nafas panjang sambil geleng-geleng. "Sayang, kamu tuh bisa nggak sih nggak selalu ngomongin poop di meja makan? Ckckck..."

Aku jelas jadi tertawa. "Ya, poop anak sendiri juga, nggak pa-pa lah, Papa. Ya, Nak? Nah iya, masalah rumah sebelah. Kamu bisa tolong bilangin Mas Aryo, nggak? Kasian loh anak-anak, tidurnya jadi keganggu. Apalagi kamar kita nempel banget sama dinding rumah sebelah, Miko jadi kebangun terus tiap pagi."

"Yaudah, nanti aku coba bilang sama Mas Aryo, ya, biar tukangnya kalau kerja bisa agak siangan dikit. Ohiya, Kak, memangnya Kakak nanti pulang jam berapa? Kalau Papa bisa jemput, biar Papa aja yang jemput, Nak," tanya Stefan pada Melodi.

"Jam dua belas, Papa. Papa benelan mau jemput Melodi?" muka putriku langsung sumringah. Iyalah, kalau sudah dijemput Bapaknya, sudah pasti dibawa jajan dulu, beli es krim lah, beli permen lah, gimana nggak seneng anaknya? Kalau sama Mamanya kan kebanyakan dijawab 'enggak'. Biasa, good cops-bad cops dan aku kebagian jadi bad cops-nya. Dasar Stefan.

Senandung Hati Melodi Season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang