Part 5 - We Are Fine, Aren't We?

278 44 9
                                    

- Stefan's POV -

20 November, 2016

Gue belum pernah cerita ke Yuki secara lengkap alasan utama gue mempertahankan pernikahan kami malam itu. Gue sempat bilang ke dia kalau sempat sekali terbersit di pikiran gue untuk menyetujui permintaan dia untuk menceraikannya. Gue pikir mungkin akan lebih mudah untuk bercerai ketika kami belum lama menikah daripada ketika kami sudah lama menikah dan akhirnya merasa kalau alasan kami bertahan hanyalah karena pernikahan ini sudah terlalu lama dan sayang kalau di sudahi, sementara sudah tidak ada cinta di sana. Buat apa juga kan, hidup bersama kalau tidak bahagia?

Tapi sedetik setelah pemikiran itu mampir di otak gue, jelas gue langsung menepisnya telak-telak. Gila aja! Orang goblok mana yang memilih bercerai ketika semuanya masih dalam hitungan baik-baik saja dan masih bisa pelan-pelan diperbaiki. Gue dan Yuki, kami hanya terlalu lelah dan feed up belakangan itu dengan hal yang kami lakukan masing-masing. Sibuk sendiri-sendiri, so when we were together, it did feel like we were a nuisance for each other. Kami sekalipun tidak pernah berbohong pada satu dan yang lain, tidak pernah ribut besar sampai KDRT – verbally and physically, tidak pernah sekalipun juga kami ribut besar sampai salah satu dari kami meninggalkan rumah, dan apalagi kalau sampai selingkuh, tidak pernah dan tidak mungkin! Jadi gue yakin, hubungan gue dan Yuki saat itu masih bisa betul-betul diperbaiki. Dan gue juga yakin, kalau Yuki memikirkan hal yang sama dengan gue. Makanya pelan-pelan, kami perbaiki bahtera kami yang hampir tenggelam itu sama-sama, sedikit demi sedikit, sampai akhirnya keluarga kami kembali seperti semula, bahagia dan penuh cinta, sempurna dan selamanya. At least, that's what I thought.

Sampai akhirnya tiga hari yang lalu, ketika gue menemukan kenyataan kalau ternyata Yuki baru berbohong pada gue. Dia ijinnya bertemu dengan Ariel, tapi ternyata tidak, mana bawa nama-nama gue lagi. Jadi sudah pasti, kebohongan ini adalah kebohongan yang hanya Yuki sendiri yang tau alasan di baliknya. Dan walau itu terkesan seperti sebuah kebohongan yang sepele, tapi satu kebohongan itu ternyata menjadi awal dari kebohongan-kebohongan lain yang menyusul kemudian. Seperti kalau ternyata Yuki mengganti password hp-nya tapi bilang tidak pada gue, atau ketika dia bilang kalau gaun putih yang dia pakai untuk bertemu Ariel itu adalah gaun lama, padahal ternyata gaun itu gaun yang baru di belinya di hari dia pergi bertemu Ariel itu. Sebuah fakta baru yang gue juga baru tau hari ini.

Sudah sejak hari itu gue kerja jadi nggak fokus, meeting kayaknya nggak ada yang kelar semua dengan tuntas, sampai gue baru lihat Aldo yang blo'on begitu jadi take over reading saking kesalnya kali lihat gue yang begini. Tapi mau gimana lagi, gue juga nggak bisa nggak kepikiran. Sementara sampai sekarang gue juga belum tau harus cerita ke siapa. Yuki juga di rumah terlihat biasa-biasa saja, seperti tidak ada yang terjadi. Masih mengurus gue seperti yang selama ini dia lakukan, sementara gue juga nggak bisa membalas apapun yang dia lakukan pada gue senormal yang gue biasa lakukan. Otak gue masih penuh dengan segala pikiran-pikiran yang gue buat-buat sendiri, dan semua skenario itu lagi-lagi, mengerikan semuanya.

"Bos, lo kenapa, sih? Beneran, deh, kalau lo kayak begini terus, planga-plongo, kerjaan kita kapan kelarnya? Minggu depan udah mulai shooting, dan kita reading masih belum kelar-kelar. Lo napa sih, Bos? Ada masalah?" tanya Nakula saat gue, dia, dan Aldo sedang makan siang di Sushi Hiro Plaza Indonesia sehabis meeting dengan salah satu sponsor.

Gue menggelengkan kepala sambil menegak ocha gue. "Nggak ada. Biasa aja gue juga. Dan reading juga oke. Kenapa sih?"

"Apaan? Bohong lu ya? Ini kerjaan kagak ada yang beres, Bos. Lo kalau lagi ada masalah, cerita lah ke kita. Biar kita juga tau harus ambil sikap gimana buat nolongin lo di kantor," kali ini Aldo yang menimpali.

Senandung Hati Melodi Season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang