EP 2. Penawaran

32.8K 2.2K 12
                                    

Sudah dua bulan Lingga bekerja sebagai Customer Service di Bank BUMN di Jakarta. Dia merasa nyaman bekerja di sana karena rekan kerja yang baik, asyik, ramah juga atasan yang baik dan tidak otoriter. Bahkan atasannya itu Bu Laila sangat baik pada semu staff, selalu membagi oleh-oleh atau makanan box atau tentengan lainnya bila beliau pergi berlibur ataupun ada hajatan.

Maka dari itu, Lingga tak sungkan lagi dengan Bu Laila. Apalagi beliau cukup tahu latar belakang keluarganya, tak jarang Bu Laila memberikan uang sedekah untuk kebutuhan sekolah adiknya, Rian. Selain itu beliau juga tak pernah pelit ketika Lingga terdesak keuangan dan meminjam uang pada beliau. Dengan sukarela beliau meminjamkan uangnya tanpa prasyarat, bunga atau jatuh tempo. Lingga sangat berhutang banyak pada beliau. Oleh sebab itu, dia tidak pernah menolak perintah beliau. Termasuk pekerjaan baru yang di luar posisinya sebagai customer service, yakni sebagai Ibu susu bagi anak beliau yang berusia 7 bulan.

"Ling, nanti makan siang bareng saya ya? Saya traktir," ujar Bu Laila.

"Waduh ... Bu, Lingga jadi gak enak ih. Selalu ngerepotin ibu. Hutang Lingga aja belum lunas ke Ibu," ujar Lingga tak enak hati.

"Huss! Udah ah... kayak ke siapa aja. Saya juga gak lagi butuh uang. Santai aja Lingga, saya ikhlas kok bantu kamu," ujar beliau tersenyum hangat.

Lingga semakin merasa tak enak pada beliau, yang begitu baik padanya. Kalau saja sang adik--Rian tidak kehilangan motor lantaran dicuri. Pasti dia tak perlu repot-repot meminjam uang pada atasannya itu untuk membeli motor baru. Salahnya pula yang tiba-tiba curhat pada sang atasan sehingga dia membeli motor cash bukan cicilan. Atas dasar desakan dan saran sang atasan. Katanya cicilan motor bunganya lebih besar, lebih baik pinjam pada beliau bisa dibayar tanpa bunga dan tanpa jatuh tempo. Beliau bilang ikhlas membantu Lingga.

"Makasih banyak ya Bu. Ibu baik banget. Ya Allah semoga Ibu selalu diberikan kesehatan, kelancaran, dan kemudahan dalam segala urusan, aamiin," ujar Lingga sembari mengangkat kedua tangannya, berdoa.

Sang atasan mengaminkan lantas kembali ke ruangannya.

"Malu-maluin lu, Ling. Utang belum lunas, eh sekarang malah ditraktir," monolognya setelah sang atasan pergi.

Tiba makan siang...

Lingga diajak makan mewah di salah satu restoran mahal. Dia kira Bu Laila itu akan mengajak makan di food court, kedai makanan cepat di mall-mall atau restoran biasa yang masih terjangkau harganya. Semakin merasa tak enak dia pada atasannya itu karena merasa selalu diperlakukan istimewa dari pada staf lainnya.

"Ayo, kamu bebas pilih makan apa." Tukas Bu Laila karena stafnya itu sedari tadi hanya plenga-plengo melihat sekeliling restoran juga daftar buku menu yang terus di bolak-balik.

"B--bu. Ini... ini gak salah harganya? Ya Allah Bu, air mineral aja 15 ribu. Ini nih, beef steak aja sampe 200 ribu. Ih.. mahal banget, pindah aja yuk Bu. Entar tekor lho uang Ibu," ocehnya polos.

Hal itu membuat sang atasan tertawa renyah melihat reaksi lucu stafnya.

"Udah pesan aja. Gak usah pikirin harga. Sekali dua kali gakpapa. Kalo tiap hari baru saya bokek, Ling, hahaha." Ujar Bu Laila terkikik geli.

Mereka pun makan dengan tenang, sesekali diselingi obrolan ringan.

"Ling..." ucap Bu Laila ketika selesai dengan makanan makanan utama. Mereka kini sedang menikmati makanan penutup.

"Ya Bu." Singkat Lingga menoleh sekilas. Dia begitu sangat menikmati makan siang termewah seumur hidupnya. Maklumlah dirinya bukanlah berasal dari kalangan VVIP. Untuk harga makan siangnya ini bisa dipakai bayar listrik dan air PDAM selama sebulan. Lingga hanyalah rakyat sipil biasa yang jauh dari kategori rich aunty. Seperti yang sedang viral akhir-akhir ini.

"Begini..." Bu Laila mengubah nada bicaranya menjadi lebih serius. "Kamu kan tahu saya sudah punya anak."

Lingga mengangguk paham.

"Kamu juga tahu dia masih bayi dan menyusui. Dan kamu juga tahu saya sedang hamil lagi," Tutur Bu Laila lagi, menggantung.

Membuat Lingga semakin penasaran dengan kalimat berikutnya.

"Saya juga tahu kamu lagi butuh uang untuk biaya sekolah adik kamu." Bu Laila menjeda kalimat, tangannya bergerak meraih tangan Lingga untuk menggenggamnya erat, menandakan permohonan dengan sangat. "Kamu mau gak jadi Ibu ASI anakku, Ling?"

Deg

Lingga kaget bukan main, matanya membulat sempurna. Tangannya langsung ditarik cepat, terlalu syok mendengarnya. Apalagi permintaan bantuan Bu Laila padanya bukan seputar pekerjaaan, melainkan hal yang tak lazim menurut anggapannya.

"Saya tidak bisa menyusui Riza sekarang. Payudara saya tidak mengeluarkan ASI lagi." Tambah Bu Laila dengan nada lirih.

Lingga masih diam membeku, mencerna akar permasalahan Bu Laila hingga memohon bantuannya. Lingga memang dekat dengan atasannya dari pada pegawai lain, karena orang tua Bu Laila adalah salah satu pelanggan setia catering yang dirintis Almarhumah Ibunya dulu. Namun usahan catering tersebut harus gulung tikar semenjak sang ibu meninggal dunia. Karena itulah Lingga bisa bekerja di sana karena penawaran dari Bu Laila.

"Ling... saya percaya kamu. Saya kenal Almarhumah Ibu kamu sebaik apa, sampai orang tua saya kangen masakan almarhumah. Lingga, saya mohon bantu saya, Riza gak mau minum sufor. Dia selalu ngamuk bila dikasih sufor. Saya gak tahu harus minta ke siapa, karena kamu orang terdekat saya saat ini. Saya bakal kasih kompensasi dua kali lipat dari gaji kamu di sini. Kamu pun masih boleh bekerja. Kamu gak harus menyusui anakku secara langsung. Kamu bisa pumping, karena Riza memang sering minum ASIP. Lingga, mau ya bantuin saya..." tutur Bu Laila penuh harap.

Lingga semakin diam membeku bagai patung manekin. Bahkan desert super enak yang disantap pun sudah tak berselera lagi. Dia masih syok, kaget, bingung sekaligus iba dalam waktu bersamaan. Lingga bingung harus bersikap bagaimana.

Disamping itu, jelas dia memang sedang membutuhkan uang untuk biaya sekolah sang adik. Rian sebentar lagi akan study tour ke Toraja, Sulawesi Selatan. Dalam rangka mengenal kearifan lokal, meneliti langsung budaya nusantara. Mungkin bagi orang tua dari kalangan berada tak seberapa biaya study tour tersebut. Tapi bagi Lingga biaya tersebut sungguhlah mahal.

"Utang kamu kemarin, saya anggap lunas bila kamu mau meneroma job ini, Ling." Pungkas Bu Laila berusaha meyakinkan Lingga.

Lingga bimbang, apakah dia menerima job baru dari atasannya?Yang sudah barang tentu segala masalah keuangan saat ini akan teratasi. Tapi job kali ini sangat terbilang aneh, tabu dan gak lazim di lingkungannya. Dia masih lajang, perawan tingting, tapi harus menyusui bayi. Anak bayi yang bukan dari rahimnya sendiri.

Apakah dia sanggup menyusui bayi hingga dua tahun? Sementara dirinya sendiri belum pernah mengalami hamil dan melahirkan. Lingga sungguh bimbang saat ini, dia tak bisa memutuskan hal tersebut sekarang. Dia butuh waktu untuk meyakinkan dirinya sendiri dengan segala resiko jika sudah menjadi Ibu ASI nanti. Jangan sampai dia merasa menyesal kemudian.

"Lingga butuh waktu Bu."

Bu Laila mengangguk paham. "Saya tahu job ini bukan hal mudah. Saya tunggu jawaban dari kamu. Tapi jangan lebih dari minggu ini ya Ling, karena kalo kamu gak bisa, saya akan langsung gerak cepat cari orang lain. Walau saya rancu karena saya lebih percaya sama kamu."

Lingga mengangguk dengan berat hati. Jadi ini maksud sang atasan, tetiba mengajaknya makan siang di restoran mahal? Hah... kalau tahu maksud dan tujuannya, mungkin dia tidak akan mau dan menolak secara halus.

LINGGA - The Substitute Mother (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang