Bab 15 | Permintaan di Kantor Polisi

20 5 0
                                    

"Karena jika aku gagal menikah dengan Benua, di luar sana aku tak yakin dia akan mendapatkan pengganti yang lebih baik dariku."

Safira menghembuskan napas dalam-dalam.

"Sementara jika kamu, aku sudah melihat keseharianmu, melihat segala kebaikanmu, mengikhlaskannya untukmu aku lebih lega ketimbang wanita lain di luaran sana yang tak bisa kupastikan apakah dia wanita baik-baik," lanjut Safira dengan suara berat.

Dia ingin lebih kuat, tak menangis. Namun nyatanya dia tak bisa membendung air mata yang membanjiri pipinya.

Dalam kondisi berurai air mata, Safira berdiri.

"Aku akan pergi," ucap Safira.

"Mau pergi ke mana?" tanya ayah Safira.

"Dalam kondisi seperti ini, tidak mungkin hamil tanpa seorang suami," ucap Safira.

"Ibu belum ngerti, apa rencana kamu, Nak?"

"Aku ingin ke kantor polisi, minta kepada pihak kepolisian agar membebaskan Sagara."

"Terus setelah dia bebas, kamu rencananya apa?" tanya Ibu Safira.

"Dia harus bertanggung jawab, mendampingi dan menikahiku," ucap Safira.

"Kenapa kamu bisa berpikiran seperti itu? Papa sama sekali tak bisa membayangkan, apakah hidup kamu dengan Sagara jika sudah menikah apakah akan jauh lebih baik?"

Safira. Terdiam. Hatinya tak yakin. Kegalauan menerpa jiwanya.

"Setidaknya, aku sudah mencoba melangkah. Aku hanya ingin, anakku punya sosok ayah," ucap Safira sambil memegangi perutnya.

Dia pun melangkah ke luar rumah.

"Pa, ayo temani dia, jangan biarkan dia berangkat sendirian. Aku sangat mengkhawatirkannya," Ibu Safira merajuk kepada suaminya.

"Iya, Pa. Kasiha Kak Fira. Dia harus terus kita dampingi," ujar Berliana.

Suaminya pun segera mengejar Safira. Dia mengikuti Safira di belakangnya.

Safira melangkah ke parkiran. Dan dalam sekejap, dia sudah menyalakan kendaraan.

Saat kendaraan akan melaju, ayah Safira menahannya. Safira membuka kaca mobil dan melirik ke arah ayanya.

"Pa, biarkan aku berangkat, jangan menahanku," kata Safira.

Ayah Safira mendekat dan berbicara pelan. "Biar Papa yang nyetir. Papa mau antar kamu."

Safira pun akhirnya membuka pintu mobil, dia memberikan kesempatan kepada ayahnya. Dia menggeser posisi duduknya ke jok sebelah.

Mobil pun mulai melaju.

Dalam perjalanan, ayah Safira mengajak Safira ngobrol

"Nak, kamu sudah memikirkannya matang-matang?"

"Iya, hanya itu Pa yang bisa aku lakukan. Bagaimana pun bayi di perutku ini butuh seorang ayah. Aku tidak ingin membuat dia menderita saat lahir tanpa pendampingan ayahnya," ucap Safira terengah-engah.

"Dan satu-satunya cara, yang ayahnya sendiri yang harus bertanggung jawab. Tidak mungkin kesalahan yang sudah dia lakukan ini harus ditanggung oleh lelaki lain. Lagi pula siapa yang mau menikah dengan seorang perempuan korban perkosaan?" lanjut perempuan berbadan dua itu.

"Papa mengerti posisimu. Memang kamu nggak bisa sendirian. Keluarga pun ingin mendukung apa saja yang terbaik untukmu selama kamu merasa nyaman. Dan Papa harap pilihan ini bisa membuat kamu lebih baik dalam menjalani hidup."

Ikatan Tak DirinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang