Bab 17 | Debat yang Sia-Sia

28 3 0
                                    


Safira menghirup napas panjang usai meminumnya.

"NIkmat, seger banget. Makasih banyak ya, Pa," kata Safira melirik ayahnya.

"Yang lagi hamil itu nutrisi harus terpenuhi dengan cukup. Kalau kamu butuh apa-apa dan pengen makan apa, tinggal bilang sama Papa, Mama dan adikmu. Kita harus perlakukan kamu harus bener-benar spesial di sini hehe," ucap aya Safira.

"Pokoknya Kakak sekarang jadi Inces ya..."

"Kamu sekarang adalah Queen di rumah ini," kata ibu Safira.

Apakah ini sebuah kebetulan? Panggilan itu mengingatkannya pada Benua. Lelaki itu memang spesial memang memanggilnya seperti itu.

Seingatku, hanya aku dan Benua yang tahu panggilan itu. Dari mana mama tahu panggilanku. Ah, tidak, kayaknya Mama ucapan mama itu hanya kebetulan saja, pikir Safira.

Dan tiba-tiba pikiran Safira jadi membanding-bandingkan dirinya dengan Berliana. Apakah nanti Benua akan memanggil Queen juga kepada adiknya?

Memikirkan hal itu, tiba-tiba kepala Safira pening. Dia mencoba mengendalikan dirinya sendiri. Dia memijat-mijat keningnya.

"Kenapa Kak?" tanya Berliana. Tangan adiknya itu refleks memijat kening kakaknya.

"Cuma pusing dikit,' kata Safira berusaha menyembunyikan perasaannya. "Makasih juga Mama udah perhatian banget, repot-repot bikinin ini untuk aku," Safira mengalikan pikirannya. kini dia melirik ibunya.

"Enggak kok. Yang penting kamu rajin minum aja ya. Jangan bosen," kata ibu Safira.

"Kayaknya nggak bosen deh, enak begini..."

"Emang enak ya, Kak... sini ah aku juga mau nyoba," Berliana merebut cangkir teh yang dipegang kakaknya.

"Eh, Lian... itu kan khusus buat kakakmu," kata Ibu Safira.

"Aku penasaran, Ma, gimana rasanya," kata Berliana. Dia pun langsung menyeruputnya.

"Hmmm...memang enak, seger," kata Berliana beberapa saat setelah menyeruputnya.

Lantas Berliana mengembalikan cangkir yang masih tersisa sepertiga minuman jahe itu kepada kakaknya.

"Ayo habiskan, Kak," kata Berliana, "Yang teratur ya konsumsi minuman jahenya, biar mual-mualnya bisa diatas."

Safira menurut, dia mengikuti arahan adiknya. Dia pun menghabiskan sisa minuman di cangkir.

"Oia, Lian... aku kan udah berhijab nih, aku dapat pahala nggak sih kalau aku mengenakannya saat udah kondisi begini. Udah hamil..." tanya Safira.

Berliana tersenyum.

"Niat Kakak kan bagus. Niatnya aja udah dicatat sebagai pahala. Apalagi saat ini Kakak udah benaran mempraktikan menutup tubuh dengan hijab, pahalanya pasti berlipat ganda, Kak," jelas Safira.

"Oh gitu, ya... jadi nggak masalah nih, walaupun aku sudah jadi korban dan sudah tak suci lagi, baru mulai mengenakan hijab?" Safira masih penasaran.

"Insya Allah, nggak masalah," jawab Berliana singkat. Bagaimana pun dia tidak berharap Kakaknya yang sudah mencoba hidup lebih baik tidak banyak pikiran. Dia tak ingin kakaknya menghabiskan waktunya dalam keraguan.

Ya Allah, semoga Kak Fira bisa menemukan banyak hikmah dari musibah yang menimpanya ini. Dan semoga dia bisa istikamah dalam kebaikan, doa Berliana dalam hati.

"Kayaknya udah malam nih," kata ayah Safira. "Yuk saat istirahat. Ayo, Ma.." ajanya.

Akhirnya masing-masing menuju kamarnya. Orang tua Safira menuju kamar.

Ikatan Tak DirinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang