Lana - part 10

97 7 3
                                    

Kembaran

Satu dua tiga empat
Lima enam tujuh delapan
Siapa rajin ....

Sungguh senang
Amat senang
Bangun pagi pagi
Sungguh senang

Demikianlah nada alarm dari ponsel Lana yang berbunyi pukul lima pagi setiap hari.
Lagu anak-anak yang ia jadikan nada alarm itu terbukti membuatnya semangat menjalani hari-harinya. Yang paling penting adalah pagi ini Lana melihat mata Ferly yang sedikit lebih hidup dan ada sedikit senyum tipis yang tersungging di bibirnya saat mendengar nada alarm unyu unyu itu.

"Kita ini mau berangkat kerja Lan, bukan berangkat sekolah taman kanak-kanak." Ferly memprotes nada alarm yang Lana pilih.

"Hehehe, lagu itu ngingetin saya sama mama yang selalu bangunin dengan cara nyanyiin lagu itu waktu TK. Sampai sekarang masih bisa bikin semangat." Lana turun dari tempat tidurnya lalu bergegas ke kamar mandi.

"Minum susu instan dulu ya Lan, baru berenang," ujar Ferly sambil merapikan tempat tidur.

"Buatin saya teh hijau saja Fer, tanpa gula," sahut Lana.

"Oke. Nanti tehnya saya bawain ke bawah."

Lana turun dari kondonya terlebih dulu untuk melakukan pemanasan dengan berlari keliling kolam renang. Tak lama Ferly datang membawa minuman hangat mereka.

Mereka berenang bersama pagi itu, tentu saja tanpa lomba. Ferly dengan tegas menolaknya. Bukan hanya Ferly, tapi semua teman Lana sudah trauma dan selalu menolak bila Lana mengajak lomba renang.

-
-

Dua jam kemudian mereka sudah berada dalam perjalanan menuju pabrik gula tempat Ferly bekerja.

"Hari ini mama Anna pulang Lan."

"Oh ya?"

"Iya, tapi.. saya masih trauma, sudah dua kali saya diancam dengan pisau di leher. Saya takut peristiwa tersebut akan saya alami lagi di rumah itu."

"Kamu boleh nginep di kondo lagi, Fer. Sampai kapanpun boleh. Tapi kamu nggak merasa kesempitan kan? Kalau tidur seranjang sama saya?" tanya Lana yang membuat Ferly menaikkan sebelah alisnya.

"Hahaha, saya nggak tau harus ngomong apa Lan, setelah kamu menendang saya sampai jatuh dari ranjang semalam."

"Masa sih?"

"Kamu itu kalau sudah hibernasi bener-bener sudah kayak mayat hidup. Susah dibangunin tapi kaki nendang-nendang."

-

Mereka sudah sampai di kawasan perkebunan tebu dan pabrik gula milik Ferly. Di ruangan tempatnya bekerja, Ferly masih melamun memikirkan hubungannya dengan Adi.

Dari balik jendela kantornya, diam-diam Ferly menatap Adi tunangannya yang sedang apel dengan para satpam. Ia merasa sangat rindu tapi juga benci.

Hari ini Ferly akan memintanya cuti dan posisinya akan digantikan sementara oleh Lana.

Ferly berjalan menuju pintu dan membukanya lalu ia memanggil sekretarisnya. "May!"

"Ya Bu?" sahut Maya.

"Nanti kalau pak Adi sudah selesai apel, tolong suruh masuk ke ruangan saya ya?" pinta Ferly pada staffnya.

"Baik Bu."

-

Sejam kemudian, Adi keluar dari ruangan Ferly dengan ekspresi wajah yang pasrah. Ia melihat Lana duduk di depan meja kerjanya dan mengajaknya bicara.

"Lan, mulai besok, saya sudah tidak bekerja di sini lagi. Sementara saya akan cuti, setelah itu saya tidak tahu apakah saya masih akan bekerja di sini lagi atau tidak."

"Iya Di, saya ngerti. Yang sabar ya?" ucap Lana menenangkan Adi.

"Sekarang, mumpung saya masih ada di sini, saya akan ngajarin kamu apa yang harus kamu kerjakan. Kamu akan suka di sini karena kerjanya nggak cuma di dalam kantor, tapi juga ke lapangan. Kamu nggak akan bosan!" tutur Adi.

"Kelihatannya menarik. Tapi saya nggak bisa lama-lama gantiin kamu. Karena saya juga harus ngurusin kerjaan kita."

"Oh iya. Bagaimana dengan bisnis propertinya, tugas saya ngapain nih. Kapan saya sudah bisa transfer buat investasi?"

"Kalau soal besarnya investasi, kita omongin nanti saja. Saya belum dapat ruko buat ngantor. Mending kamu bantuin cari ruko."

"Oke deh, mulai Senin ya? Saya kan pengangguran."

"Tapi besok, hari Sabtu kamu harus datang ke kondo. Kenalan sama Didit investor muda kita. Kalau Erick nggak bisa datang dari Jakarta, kita bisa vcall dia."

"Ok. Siap!"

Adi mengajak Lana berkeliling kantor, pabrik gula dan ladang tebu. Meskipun Adi terlihat tidak bersemangat, tapi ia tetap mengajari Lana dengan profesional.

-
-

Setelah makan malam di Malioboro, Lana, Ferly dan Tante Anna sampai di kondo. Tante Anna sangat khawatir pada Ferly yang masih trauma dan tidak mau kembali ke rumah tuanya.

Lana membuka pintu kondonya, ternyata Erick sedang duduk di kursi bar.

"Waaah.. ada banyak bidadari datang ke sini." Erick menyambut mereka dengan gombalan.

"Nenek-nenek begini dibilang bidadari?" celetuk Tante Anna.

"Kalau Tante nggak mau dibilang bidadari, saya anggap sebagai ibu peri saja ya?" Erick masih ngegombalin Tante Anna.

"Erick! Jangan ganggu keluarga saya," bentak Lana galak.

"Kalau mereka kamu anggap keluarga, terus saya dianggap apa? Pacar?" Erick bertanya dengan cengiran menghiasi wajahnya.

"Debu di alas kaki!" cetus Lana.

"Sadis. Bagusan dikit napa,  anggap kucing kek biar dibelai-belai sama bidadari-bidadari di sini gituh?" Erick memajukan bibir bawahnya sehingga bibirnya yang dower terlihat makin domez, dower gemez.

"Ya keluarga juga lah, kamu kan sudah saya anggap kembaran saya. Kalau saya anggap pacar, saya nggak akan mau tinggal satu kondo sama kamu."

"Ogah ah, kalau kita keluarga, saya nggak bisa naksir Ferly dong."

Ferly mengernyitkan keningnya. "Kok kamu tahu nama saya? Kita kan baru ketemu?" tanya Ferly.

"Siapa yang nggak kenal kamu? Cewek tercantik di kampus. Biar beda fakultas, aku, cie akuu..,  saya dan semua cowok di kampus ngarep jadi pacar kamu."

Ferly cuma bisa ngucap "ooh" sedikit malu-malu.

"Masih ngarep siih, sampai sekarang. Hehehe." Erick memasang senyum semanis mungkin.

"Udah Rick, jangan ngegombalin terus. Mereka mau nginep di sini. Kamu mau kan tidur di ruang tamu?"

"Buat bidadari tentu saja saya mau melakukan apapun."

"Tante, kenalin cowok gendut yang tidak beradab ini namanya Erick, sahabat saya dari lahir. Orang tua kami bersahabat lebih dulu."

"Halo Erick, saya Tante Anna."

Erick menyambut uluran tangan Tante Anna lalu mencium punggung tangannya.

Malam itu, mereka mengobrol sampai larut malam. Sementara di luar sana hujan deras kembali mengguyur kota Yogyakarta.

Bersambung...

JODOHKU MANA? (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang