Lana - part 12

79 8 1
                                    

Lana terbangun setelah mendengar alarm di ponselnya berbunyi. Ia turun dari ranjang lalu korden jendela kamar dibukanya, di luar masih terlihat gelap, dan cahaya lampu balkon terlihat remang. Kelap kelip lampu di kejauhan tak nampak dalam pandangan. Lava yang masih menyala merah terlihat samar-samar tanpa wujud siluet sang gunung. Rupanya abu tebal dan pasir masih menghujani kota Yogyakarta.

Abu dan pasir yang mengotori lantai balkon cukup tebal. Pengelola gedung menutup kolam renang karena sudah tercemar material letusan gunung Merapi. Semua tenant dianjurkan untuk tidak beraktivitas di luar bila tidak ada kepentingan yang mendesak. Bila terpaksa keluar rumah, dianjurkan menggunakan masker, kaca mata dan jas hujan.

Lana keluar dari kamarnya, ia masih merasakan panas di tangannya yang terluka karena tersiram kopi panas kemarin. Lalu ia menuju dapur dan mengambil satu cup mi instan kari ayam diberi irisan tomat dan mentimun lalu menyeduhnya dengan air panas.

Erick mendekati Lana yang sedang makan. Hidungnya mencari-cari aroma mie instan di sekitar Lana.

"Mmm... Sepertinya enak." Erick mencium aroma mie instan yang dimakan Lana.

"Masih ada banyak Rick, ada rasa soto sama ayam bawang. Yang goreng juga ada."

Erick mengambil satu cup mie instan dan susu tanpa lemak dari dalam lemari dapur lalu menyeduhnya.

Lana teringat sesuatu. "Rick. Saya perhatiin, belakangan ini kamu nggak pernah panggil saya 'Ndut' lagi. Kamu lupa atau sudah insyaf?"

Erick menoleh ke Lana, lalu tersenyum. "Sengaja Lan, saya nggak mau panggil kamu 'Ndut' lagi. Orang-orang tua bilang, kata-kata yang kita ucapkan itu adalah doa. Kalau saya nggak berhenti panggil kamu Ndut, sama saja saya doain kamu gendut terus," tutur Erick.

"Berarti kamu sudah nggak punya panggilan kesayangan buat saya dong," ucap Lana seraya memanyunkan bibirnya.

"Kan bisa diganti dengan yang lain Lan, seperti ayank beib gitu misalnya," Erick tersenyum.

"Nggak usah aja. Percuma. Punya panggilan kesayangan dari kamu, tapi saya nggak merasa disayang-sayang tuh."

"Kamu mau saya sayang?" Erick bertanya dengan mata menyelidik mata Lana. Berharap ada jawaban di matanya yang Erick harapkan.

Pertanyaan Erick membuat wajah Lana bersemu merah, "Ogah ih, saya maunya disayang sama pacar saja."

"Emang kamu sudah punya pacar Lan? Kenalin dong." Erick menatap Lana penuh selidik.

"Belum sih, tapi ada cowok yang lagi saya deketin. Asisten pengacara yang ngurusin kerjaan kita. Saya sengaja cari pacar orang hukum, cari aman.'

"Maksud kamu?"

"Orang hukum itu ngerti undang-undang, paham hak azasi manusia, selalu berpikir positif, wawasannya luas baik secara nalar maupun logika, pasti juga bisa ngertiin perasaan orang lain. Jadi, biar saya gendut dia pasti mau terima saya apa adanya. Kalau pun menolak, pasti menolak dengan cara yang halus, dia tidak akan nge-bully saya seperti pria-pria sebelumnya."

"Iya Lan, tapi banyak kok pria yang nggak belajar hukum tapi punya hati yang baik, siapa pun pria itu, kalau dia cinta dan mau jadi pacar kamu, dia pasti akan terima kamu apa adanya. Kalau dia nggak cinta bagaimana? Patah hati dong kamu?"

"Bang Daniel cowok terakhir yang saya kejar. Kalau saya gagal, saya akan berhenti ngejar-ngejar jodoh lagi. Biar jodoh yang datang sendiri ke saya. Dijodohin saya juga mau."

Erick mengangguk pelan seraya tersenyum misterius. Dalam hati ia berharap semoga Daniel menolak Lana.

"Ngomong-ngomong, bagaimana dengan diet kamu, kelihatan hasilnya nggak?"

"Pertama nimbang Senin pagi berat badan saya 97 kg, terakhir nimbang, Senin malam sama saja. Hasilnya: zonk!" jawab Lana dengan raut wajah sedih.

"Ya iyalah, baru setengah hari diet, tentu saja nggak bisa langsung langsing," ujar Erick seraya menggelengkan kepalanya.

"Berarti sudah seminggu kamu nggak nimbang ya? Sekesai sarapan nimbang lagi gih," perintah Erick.

"Iya, nanti nimbang lagi."

Sebenarnya Erick tidak peduli kalau Lana memiliki tubuh kurus atau gemuk. Ia hanya kuatir pada Lana, karena tubuh yang terlalu gemuk memang sering mengalami banyak kesulitan. Bukan hanya sulit mendapatkan jodoh, tapi juga sulit dalam bekerja karena tidak bisa bergerak dengan lincah. Dalam hal berpakaian pun mereka sulit menemukan yang cocok. Terlebih dalam hal kesehatan, orang yang kelebihan berat badan biasanya rentan terkena penyakit jantung, kolesterol, darah tinggi dan cidera otot.

"Kamu sendiri bagaimana. Ada hasilnya nggak? Badan kamu masih kelihatan besar tuh?" Lana memicingkan matanya.

"Lumayan Lan, di Jakarta saya nge-gym pelan-pelan nggak langsung yang berat, berat badan saya dalam seminggu turun kurang lebih dua ons."

"Hebat!" Lana kagum akan tekad Erick.

Lana sudah selesai makan, ia langsung ke kamarnya lalu menimbang berat badannya. Lana tersenyum lebar melihat angka yang tertera di kotak persegi itu. Dengan riang Lana menghampiri Erick.

"Rick! Berat badan saya turun!" seru Lana.

"Berapa?"

"Seratus gram."

"Waah keren. Lanjutin Lan olahraganya."

"Siap!" sahut Lana semangat.

Lana melalui hari Minggu bersama Erick di kondominium. Mereka tidak keluar rumah, melainkan membersihkan seluruh ruangan dan menonton film kartun.

Hari ini Erick membatalkan keberangkatannya ke Jakarta. Seluruh penerbangan pasti dibatalkan imbas dari meletusnya gunung Merapi. Erick berinisiatif untuk menggunakan jalur darat. Ia harus kembali ke Jakarta, karena ia tidak bisa menunda pekerjaannya.

Bersambung...

JODOHKU MANA? (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang