4

79 47 89
                                    

Jerman, negara dengan kualitas  pendidikannya yang bagus. Rata-rata penemuan, ilmuwan, seni, dan apapun itu berasal dari negara ini. Hal itu wajar banyak pelajar-pelajar mancanegara  ingin melanjutkan pendidikannya disana, termasuk para pelajar dari Indonesia.

Sekolah dan kuliah di Jerman gratis. Eits, tetapi dengan syarat harus berbahasa Jerman. Mudah? Tentu saja tidak. Itu yang dirasakan Tina sekarang.

Sebentar lagi akan ada ujian B1, level minimal untuk dapat sekolah di Jerman. Walaupun level minimal, tetapi untuk mencapai level ini tidaklah mudah. Semakin banyak kosakata baru yang harus dikuasai, belum lagi setiap benda memiliki gender; der*, die*, dan das*, yang membuat bahasa ini sulit untuk dipelajari.  

"HAH! CA.PEK. Kapan, sih, selesainya?" Tina dari tadi sibuk menghafalkan kosakata-kosakata baru yang super banyak, hampir mencapai 200an kata. 

Kali ini Tina belajar di coffee shop dekat rumahnya. Biasanya memang dia lebih suka untuk belajar di cafe daripada di rumah. Kalau di rumah, yang dirasakan Tina selalu ngantuk dan malas. 

Ketika sedang meminum caramel macchiato no sugar kesukaannya, tiba-tiba ada yang memegang pundaknya, yang membuat Tina langsung menoleh.Ternyata..

"Hah elo? Ngapain lo, disini?" Lagi-lagi Dax. Cowo nyebelin itu. Tina langsung membalikan badannya ke arah laptop dan buku-buku di meja.

"Kenapa, sih? Ini, kan, tempat umum. Siapa saja, boleh dong, kesini?" Dax menjawab sambil menarik kursi kosong di samping Tina lalu duduk disitu.

Tina masih saja tidak menggubris omongan tak penting Dax. 

"Sini, gue bantu lo supaya cepet hafalinnya." Dax langsung menarik buku di hadapan Tina, yang membuat Tina rasanya ingin memukulnya.

"Lo apaan, sih?! Sana, lah! Gue bisa sendiri." Tina berusaha merebut buku dari tangan Dax. Namun genggaman Dax jauh lebih kuat, sehingga bukunya tidak juga lepas.

"Udah, deh, jangan batu. Lo mau cepet hafal kan? Kalo cara hafal lo gini, pasti besok bakal lupa. Nih, lo tuh harus gini.." Dax sibuk menjelaskan. Saat itu Tina menatap cowo di hadapannya itu dalam.

"Lucu, juga. Aneh.." Ucapnya dalam hati.

"Woy? Halo halo? Ngerti gak? Gue tahu gue ganteng. Jadi gak usah diliatin sampe begitu, dong.." Ucapan Dax mengagetkan Tina dari lamunannya. 

"Apaan, sih. Sini, ah bukunya." Tina menarik kembali bukunya dari Dax. Namun, Dax tiba-tiba menggenggam tangannya. 

"Ikutin cara gue! Jangan batu! Lo gak mau kan, disini sampe pagi? Jadi, ikutin. Lo tulis ulang semuanya, kayak yang tadi gue bilang." Dax tetap kekeuh.

"Iya, iya, bawel!" Tina mengiyakan agar cowo itu dapat segera pergi dari hadapannya. 

Tetapi Dax tetap duduk di sampingnya. Dia mengeluarkan buku-buku yang ada di dalam tasnya. 

"Loh, ngapain masih disini?" Tina kira bahwa dengan ia mengiyakan perkataan cowo itu, akan membuatnya lekas pergi.

Tiba-tiba ada seorang pelayan yang menghampirinya. 

"Mau minum atau makan apa, tuan?" Kata pelayan tersebut sambil memberikan buku menu.

"Ah, shit! Ternyata dia anak pemilik cafe ini." Ucap Tina dalan hati sambil menepuk jidatnya dan berusaha untuk tidak melihat cowo itu. 

"Kenapa kaget, ya?" Tanya Dax usil. Tina merasa pasti sekarang cowo itu sangat puas menjahilinya.

"Udah, tenang. Gue gabakal usir lo, kok. Justru lo baru boleh pulang kalo lo udah hafal semua materi ini. Dan gue bakal test lo." Kata Dax dengan nada jahil seperti biasanya.

TRISTANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang