Part 3

11.2K 194 5
                                    

Pov Dira

"Aku mempertahankan perempuan mandul sepertimu supaya nama baik keluarga besar tidak tercoreng, Dira. Tidak ada satu pun keturunan keluarga Bagus Sudrajat yang bercerai. Suka tidak suka, kamu harus tetap jadi istriku."

"Jangan mimpi! Aku tak sudi dimadu, juga tak sudi hidup seatap dengan laki-laki yang sudah berzina. Haram bagiku untuk kau sentuh Mas, apalagi hidup seatap dengan kamu!" balasku dengan sekujur tubuh gemetar karena emosi.

"Dasar perempuan sombong! Jangan takabur kamu. Memangnya bisa apa kamu tanpa aku, Dira? Kamu itu cuma seorang pengangguran! Hidupmu bergantung padaku." Mas Angga terdengar sesumbar membanggakan dirinya.

"Terserah kamu, Mas. Kalau memang begitu kenyataannya, kenapa justru kamu yang memohon agar aku tetap tinggal?" sinisku.

"Kamu__"

Suara Mas Angga terjeda oleh bunyi bel pintu yang terdengar berbunyi.

Tanpa menghiraukan Mas Angga, aku langsung menuju pintu untuk membukanya. Malam ini juga, semuanya akan berakhir. Mana mungkin aku bisa bertahan dalam biduk yang sudah karam?

Cklek!

Aku memutar anak kunci, kemudian menekan handel pintu. Dalam sekali tarikan, pintu pun terbuka.

Angin malam terasa berhembus menerpa wajah. Aku beku melihat sosok yang berdiri di depan pintu. Bukan ibu mertua seperti yang kukira, melainkan seorang perempuan berperut buncit.

Aku dan perempuan itu saling melempar pandang. Detik kemudian, satu sudut bibir perempuan itu terangkat naik. Ia tersenyum sinis padaku. Jadi ini perempuan bernama 'Budi' itu?

Aku tersenyum kecut membalas tatapan matanya yang setajam silet.

"Mana Mas Angga?"

Perempuan yang oleh Mas Angga dipanggil Maya itu menerobos masuk begitu saja. Menyenggol pundakku, membuatku hampir oleng karena kehilangan keseimbangan.

Andai dia tak sedang mengandung, tentu sudah kuterjang dia untuk membalas segala sakit hati ini akibat perbuatan bejatnya bersama suamiku.

"Maya? Kenapa kamu ke sini?"

Mas Angga tampak terkejut melihat kehadiran Maya di rumah kami. Tatapannya kemudian beralih padaku, tampak segan sekaligus merasa bersalah. Kusilangkan tangan di dada, menyaksikan sejoli pezinah itu tengah berdiri begitu dekat.

"Aku kemari karena khawatir sama kamu, Mas. Perempuan itu sudah tahu mengenai hubungan kita, bukan?"

Maya melontar tanya dengan telunjuk terarah padaku. Benar-benar tak sopan.

Ah, aku lupa. Mana ada pelakor yang punya akhlak? Kalau mereka punya akhlak, tentu tak mungkin mau berhubungan dengan lelaki beristri. Sampai hamil, pula.

"Pulanglah dulu, Maya. Aku perlu berbicara dengan istriku," ujar Mas Angga sambil menatapku penuh arti.

"Tapi aku juga istrimu kan, Mas? Meski kita hanya menikah siri ...."

Petir laksana menyambar langit di atasku. Gemuruhnya Cumiakkan telinga, membuat dada ini bergetar hebat mendengar pengakuan Maya barusan.

Menikah siri? Mas Angga selama ini diam - diam menikah siri?

Betapa rapi permainan mereka, hingga tak terendus olehku sama sekali penghianatan ini.

"Apa, Mas? Kalian menikah siri?" tanyaku.

"Iya. Kami sudah menikah siri," sambar Maya sambil merangkul lengan Mas Yudha. Ia bergelayut manja di lengan lelaki kurang iman tersebut.

Membuatku muak sekaligus ... cemburu.

"Diam kau, Jalang! Aku tak bertanya padamu," geramku sambil mendelik marah. Maya langsung surut. Gaya manjanya kelihatan sekali sangat dibuat-buat.

"Dia galak, Mas. Persis anjing yang gemar menyalak," bisik Maya menghina, tapi masih terdengar olehku.

"Jika istri sah yang punya kedudukan mulia sepertiku ini kau bilang seperti seekor anjing, lalu panggilan apa yang pas bagi perempuan hina sepertimu?

Yang jelas, aku wanita terhormat yang tak sembarangan melebarkan selangkangan untuk lelaki yang bukan untukku. Bahkan anjing pun lebih baik darimu, Maya."

Aku tersenyum puas ketika melihat wajah perempuan itu tampak memerah. Hidungnya kembang kempis, seperti anak kecil yang hendak menangis. Lebay.

"Nah, Mas. Tunggu apa lagi? Perempuan ini sudah datang untukmu. Talak aku, Mas. Biar kamu bisa bebas semaumu bersama Maya."

Aku beralih pada Mas Angga. Tetapi laki-laki pecundang itu justru menggeleng kuat.

"Sudah kukatakan padamu Dira, sampai mati aku tak akan menceraikanmu. Kurang jelas apa ucapanku tadi? Hah?"

Maya tampak meradang mendengar ucapan Mas Angga yang jelas-jelas mengatakan tak mau menceraikanku. Wajah perempuan itu semakin memerah, hidungnya juga makin kembang-kempis.

"Mas gimana, sih? Kenapa nggak diturutin aja sih, maunya dia? Ceraikan dia, Mas. Ceraikan perempuan mandul ini. Aku capek menjadi istri siri, aku kan juga mau dijadikan sebagai istri sah!"

Maya mencak-mencak melayangkan protesnya.

"Diam kamu, May! Sedari awal hubungan kita sudah kutegaskan padamu, bahwa aku tidak akan pernah menceraikan Dira. Kamu harus cukup puas hanya dengan menjadi istri siri. Dalam silsilah keturunan keluargaku, tidak ada yang bercerai!"

Maya langsung terdiam dibentak-bentak begitu oleh Mas Angga.

Ck, kasihan. Sudah cuma jadi istri siri, masih harus dibentak-bentak pula.

"Silakan kalian lanjutkan. Tapi aku tak mau bertahan dalam mahligai yang sudah rusak. Nikmati kebersamaan kalian, tapi jangan pernah berpikir aku akan nelangsa.

Pasangan paling tepat untuk seorang penggoda, adalah seodang penghianat. Kalian sangat cocok." Aku berkata seraya merebut koper yang coba dihalangi Mas Angga.

Pria itu berkeras tak mau melepaskan, sedang aku pun tak sudi untuk mengalah. Akibatnya, terjadi tarik menarik di antara kami berdua.

"Ada apa ini? Kenapa ribut-ribut?"

Gelegar suara yang berasal dari ambang pintu, mengejutkan kami semua. Ternyata kedua orangtua Mas Angga, alias mertuaku yang datang.

Ayah Mas Angga menatap kami semua dengan tatapan yang menuntut jawaban. Sedang ibu, tampak biasa saja saat melihat sosok Maya ada di tengah-tengah kami.

Seolah keduanya sudah saling kenal satu sama lain. Apakah akan ada tabir lain lagi yang terkuak setelah ini?

CHAT MESRA DI PONSEL SUAMIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang