Part 7

10.6K 365 53
                                    

Pov Dira

"Ehem!"

Sengaja aku berdehem sedikit keras supaya Mas Angga dan Maya menyadari kehadiranku di sini. Sesuai dugaan, keduanya sama-sama berhenti saling mengoceh.

Maya menatap benci ke arahku, begitu pun Mas Angga. Terserahlah. Toh apa perasaan mereka terhadapku pun aku sama sekali tak peduli.

Tanpa menghiraukan keduanya, aku langsung memasuki kamar rawat ayah. Ternyata, ada ibu mertuaku yang sedang menunggui ayah sambil duduk di atas sofa.

"Akhirnya datang juga kamu. Lihat akibat sikapmu yang sombong dan juga egois, ayah jadi seperti ini."

Tanpa basa-basi, ibu langsung menyerangku dengan kata-katanya. Aku hanya menghela napas, tetapi tak menyahuti amarah wanita ini satu kata pun. Percuma, hanya menguras emosi saja. Toh sudah jelas pada siapa dia berpihak.

Aku menatap ke arah ayah mertua yang terbaring lemah dengan sepasang mata terpejam rapat. Tampak beberapa selang terpasang di tubuhnya, berikut alat bantu napas.

Berjalan mendekat, kusentuh pelan tangan laki-laki yang menghargaiku melebihi kedua orangtuaku sendiri ini.

"Dira, ayo keluar sebentar. Kita bertiga perlu bicara." Pintu ruangan mendadak terbuka dan Mas Angga masuk menampakkan wajahnya.

"Bicara apa lagi? Tidak ada lagi urusan di antara kita, Mas, kecuali urusan perceraian yang akan segera aku layangkan," jawabku.

"Kamu jangan keras kepala selagi aku memintamu bicara baik-baik, Ra," balas Mas Angga dengan nada mulai meninggi.

"Di tempat seperti ini harus kah kamu membuat gaduh, Ra? Keluarlah, bicara dengan Angga dan Maya untuk membahas permasalahan kalian." Terdengar suara ibu menyela.

Tak sadarkah dia, siapa sebenarnya yang lebih pantas ditegur? Aku benar-benar kesal dibuatnya.

"Kedatanganku kemari untuk menjenguk ayah, bukan untuk hal lainnya. Masalah kami sudah jelas akan diselesaikan di pengadilan agama."

Aku menjawab, berusaha menjaga intonasi suaraku tetap tenang meski sebenarnya dada ini gemuruh menahan emosi.

"Ayo!" Mas Angga tiba-tiba menarik tanganku kasar, menyeret ke luar ruangan. Sekilas kulihat ibu mendelik tajam ke arahku, senyum tersungging di bibirnya, seakan puas anaknya memperlakukan aku dengan cara seperti ini.

"Lepaskan aku, Mas!"

Aku berseru sambil menyentak kuat tanganku yang ditarik oleh Mas Angga. Kami sudah berada di luar ruang kamar rawat sekarang, berdiri berhadapan di lorong rumah sakit yang sepi.

"Dasar perempuan sialan. Gara-gara kau Mas Angga jadi kehilangan hak warisnya, dan anak yang ada dalam kandunganku ini, juga terancam kehilangan haknya!"

Maya tiba-tiba mendekat dan ....

Plak!

Aku yang tak menyangka dia akan menampar sempat tertegun karena terkejut. Sebelah pipiku panas, disusul rasa perih menjalari permukaan kulit.

Tapi lebih perih saat Mas Angga hanya diam menyaksikan istri siri-nya menamparku tepat di depan batang hidungnya.

Napasku terasa berat, sesak dipenuhi amarah. Sejak mengetahui soal perselingkuhan mereka, aku sudah berusaha menahan diri dan lebih memilih mundur.

Tetapi sepertinya perempuan ini memang perlu diberi pelajaran biar dia sadar siapa lawannya.

Plak!

Plak!

Dua kali kuberi dia balasan tamparan sekuat tenaga. Maya langsung mendelikkan mata sambil melempar tatapan tak percaya. Mas Angga sendiri juga terlihat shock sehingga hanya bisa berdiri mematung di tempat.

"Kau menamparku? Mas Angga, perempuan ini menamparku! Aku ditampar, Mas. Ditampar!" Maya berteriak-teriak seperti orang kesurupan.

Baru setelah itu Mas Angga seolah tersadar dan cepat menghampiri perempuan itu.

"Lain kali akan langsung kupatahkan batang lehermu jika kau berani-berani menyentuhku lagi, Maya!" ujarku tegas sambil memelototi perempuan itu tajam.

"Cukup, Dira! Kamu buta, ya? Nggak lihat Maya sedang hamil begini masih tega kamu menamparnya seperti tadi?" Mas Angga meradang.

"Tampar dia, Mas! Balaskan untukku. Huhuhu ... aku nggak rela dibeginikan oleh perempuan itu!"

Maya mencoba memprovokasi Mas Angga, tapi aku lebih dari tahu, laki-laki pecundang itu tak kan berani melakukan apa yang Maya minta. Mau mampus dia, jika kulaporkan atas tuduhan penganiayaan?

"Ayo coba kalau berani, Mas? Pastinya di rumah sakit ini banyak terpasang CCTV. Sekali kamu menyentuhku, maka kupastikan tamat riwayatmu, Mas!" ancamku serius.

"Kalau begitu kau juga akan kulaporkan, Dira. Barusan kau juga menamparku!" sela Maya.

"Itu karena kau duluan yang memukulku, TOLOL!" Kuucapkan kata tolol penuh penekanan, membuat Maya semakin tak terima.

"Sudah, cukup! Cukup!" Mas Angga berseru. Sepertinya dia cukup frustrasi dengan situasi yang tengah terjadi saat ini.

"Dira, ayo bicara baik-baik dulu. Kamu ingin kita bercerai, bukan?" Mas Angga menurunkan nada suaranya.

"Kalau kamu ingin kita bercerai, akan kukabulkan, Dira. Dengan satu syarat, minta pada ayah untuk membatalkan keputusannya mengenai warisan itu," ujarnya lagi.

"Iya, jangan jadi perempuan munafik kau ya, Dira. Bilang mau cerai tapi langsung berubah pikiran ketika tahu bahwa ayah Mas Angga hendak menyerahkan jatah warisan Mas Angga untukmu!" sambar Maya.

Keningku seketika terlipat, tak paham arah pembicaraan mereka.

"Apa maksud kalian, sih?" tanyaku bingung.

"Katakan saja pada ayah untuk merubah keputusannya yang akan menyerahkan jatah warisanku untukmu kalau kita sampai bercerai!" jelas Mas Angga.

Deg!

Benarkah yang mereka katakan itu? Ayah berniat menyerahkan hak waris Mas Angga untukku?

"Ayo, jangan banyak mikir, Dira. Bukannya kau sangat ingin bercerai dari Mas Angga?" Maya mendesakku.

Kulirik perempuan itu. Wajahnya yang tamak terlihat bengis memaksaku menyetujui rencana mereka.

Tidak semudah itu, Ciripah.

Sebuah pikiran melintas di kepalaku. Jika ingin membalas dendam, maka ini adalah saat yang tepat untukku.

"Jadi ayah mau menyerahkan hak warismu padaku jika kita bercerai, Mas?" Kuulangi lagi perkataan Mas Angga.

"Iya, benar Dira." Mas Angga menjawab. Laki-laki berkulit putih itu menatapku penuh harap. Sepertinya dia sangat takut kehilangan hak warisnya.

"Bagus. Kalau benar begitu, semakin besar keinginanku untuk menceraikanmu, Mas. Selain aku bisa lepas dari pecundang seperti kamu, aku juga mendapatkan bonus warisan harta ayah. Nikmat mana lagi yang mau kudustakan?"

Aku tersenyum lebar saat menatap Mas Angga dan Maya yang terpelongo kaget mendengar pernyataanku barusan.

***


FOLLOW AKUNKU YA TEMAN-TEMAN ....

Oh ya, buatmu yang mau baca karya Dwi Indrawati yang sudah tamat, bisa buka Play Store, klik menu buku/books, terus cari pake kata DWI INDRAWATI.

Di sana sudah tersedia 3 ebook:

ISTRI PILIHAN

KUPULANGKAN SUAMIKU PADA IBUNYA

MEREBUT HATI SUAMIKU

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 21, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CHAT MESRA DI PONSEL SUAMIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang