Part 4

9.4K 252 11
                                    

Pov Dira

Di sinilah kami. Duduk berlima di sofa ruang tamu, dengan ayah mertua yang bertindak laksana hakim sedang memimpin sidang.

Dengan tak tahu malunya, Maya duduk menempel ketat pada Mas Angga. Seakan ingin menunjukkan padaku betapa ia sangat berharga di mata laki-laki tak tahu adab itu.

"Jadi kau sudah menikah diam-diam dengan perempuan ini, Ngga?"

Suara ayah terdengar, memecah hening yang terasa mencekam dalam ruangan ini. Lelaki yang nyaris seluruh rambutnya memutih itu tampak menatap kecewa pada putra bungsu sekaligus anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga.

"Iya, Yah ...," jawab Mas Angga lirih.

Memang, hanya kepada ayah saja Mas Angga takluk. Yang lain, hanya dipandangnya sebelah mata dan tak berharga.

"Apa yang mendasarimu sampai bisa melakukan itu, Angga? Apakah Dira istrimu sudah tak bisa melakukan tugas-tugasnya sebagai istri?"

Tatapan mata ayah tajam terarah pada dua insan yang duduk tak jauh dariku.

"Yah, sudahlah. Masalah ini jangan dibesar - besarkan. Angga sudah dewasa, dia berhak memilih. Lagipula, apa salahnya laki-laki punya lebih dari satu orang istri?"

Ibu tiba-tiba menyela. Ucapannya jelas telah menggores perasaanku. Sebagai sesama wanita, kenapa dia tega berkata begitu?

Beliau memang kerap bersikap ketus terhadapku, tapi mendengar langsung bagaimana dia terang-terangan membela anaknya yang bersalah, luka dalam hatiku pun semakin menganga.

"Diam dulu, Bu. Aku sedang bertanya kepada Angga."

Ucapan ayah membuat ibu seketika terdiam. Tapi tatapan matanya saat memandangku, tersirat kebencian yang tak bisa ia tutupi.

"Jawab, Angga." Ayah mengulang pertanyaan pada Mas Angga.

Laki-laki itu melirik ke arahku, tapi perempuan gatal di sebelahnya justru semakin mengetatkan pelukan. Seakan ia sangat takut kehilangan Mas Angga.

Cih. Ambil sana.

"Dira ... masih melakukan semua tugasnya dengan baik, Ayah."

Mas Angga menjawab akhirnya, disusul seruan Maya yang memprotes jawaban jujur dari mulut suamiku.

"Angga, dalam agama kita laki-laki memang diperbolehkan mempunyai lebih dari satu istri. Tapi tidak sembarang praktek poligami itu boleh dilakukan.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pelakunya. Dan pernikahan diam-diam yang kamu lakukan ini, jelas tidak sesuai dengan syariat." Ayah berurai sambil menatap lekat putranya.

"Yah, salah satu alasan Angga menikah lagi adalah karena Dira tidak bisa memberikan keturunan. Angga itu anak laki-laki kita satu - satunya, Yah. Sangat penting bagi Angga untuk mempunyai anak demi meneruskan keturunan keluarga kita."

Ibu kembali menyela. Wajahnya tampak gusar sambil melempar tatapan tak suka kepadaku.

Aku menghela napas. Alasan klasik yang dijadikan senjata untuk menjatuhkanku oleh ibu mertua, terdengar basi.

"Bukan tak mampu memberikan keturunan, tapi belum bisa. Artinya masih ada harapan. Lagipula, mereka baru beberapa tahun menikah," bela ayah.

Entah apa yang harus kukatakan untuk menggambarkan betapa luasnya hati ayah mertuaku ini. Padahal beliau adalah laki-laki, tapi di saat seperti ini justru empatinya lebih besar terhadapku.

"Halah ... siapa yang mau menunggu dalam ketidak pastian, sih Yah? Sudahlah, susah telanjur terjadi. Si Maya juga sudah hamil, kita bisa apa? Ayah mau menyuruh mereka bercerai? Apa nggak dosa namanya Yah, menyuruh pasangan suami istri bercerai?"

Maya jelas terlihat senang mendapat pembelaan dari ibu. Dengan sengaja perempuan itu mengusap-usap perutnya yang membuncit.

Seakan bangga sekali dia mengandung anak dari seorang lelaki yang tak bisa menjaga kesetiaannya. Bangga sekali dia berhasil menjadi perusak dalam rumah tangga orang lain.

"Yang dikatakan Ibu memang benar, Yah. Tidak ada gunanya kita bahas lagi. Aku yakin aku bisa berlaku adil terhadap istri-istriku. Baik Dira maupun Maya, tidak ada satu pun yang akan kuceraikan."

Mas Angga kembali berbicara. Kali ini bibir Maya mecucu maju. Gagal sudah impian menjadi istri satu-satunya, setidaknya mungkin itulah yang dipikirkan oleh perempuan itu saat ini.

"Tenanglah, Maya. Kau tak perlu takut. Aku tegaskan sekali lagi di depan kalian semua, aku tak sudi dimadu. Seandainya Mas Angga lebih memilihku pun, aku tak akan mau. Kecurangan serta penghianatannya telah menghancurkan percayaku.

Jika dipaksakan rumah tangga ini berlanjut, hanya kemudhoratan yang ada. Aku melepas suamiku untukmu, Maya. Kalian memang pasangan serasi. Yang satu gatal, satu lagi kurang iman. Mudah tergoda pada wanita murahan."

Aku berdiri, bersiap keluar dari rumah ini. Tapi tangan Mas Angga dengan cepat mencekalku.

"Selangkah kamu keluar dari rumah ini, maka akan kujatuhkan talakku atasmu. Dan jangan harap, secuil pun hartaku bisa kau bawa pergi, Dira. Dasar perempuan sombong!" ancamnya.

"Ambil hartamu, Mas. Aku tak butuh. Tuhan memberiku fisik yang lengkap dan sempurna. Dengan ini semua aku akan bekerja dan menghidupi diriku sendiri.

Satu hal yang kau harus tahu, aku bersyukur sebab tak punya anak darimu. Tak ada yang memberatkan langkahku pergi dari laki-laki munafik sepertimu!" sahutku ketus seraya menyental tanganku hingga terlepas dari cekalan Mas Angga.

"Tutup mulut kamu, Dira! Inikah yang diajarkan oleh orangtuamu selama ini? Ternyata perjodohan kalian adalah sebuah kesalahan. Aku menyesal menikahkan anakku dengan perempuan angkuh dan ujub sepertimu."

Ibu mertua berdiri dari duduknya, menatapku dengan tatapan seolah hendak menelanku hidup-hidup.

"Satu-satunya orang yang harusnya menyesal adalah aku, Bu. Mengorbankan masa mudaku yang berharga dengan karir gemilang hanya demi seorang laki-laki pecundang seperti anakmu ini." Telunjukku terarah pada Mas Angga.

Sekujur tubuh wanita paro baya yang juga teman baik ibuku itu tampak gemetaran, sehingga hampir aku mengira dia akan terkena stroke saking tak bisa menahan emosinya.

Ternyata benar dugaanku. Ibu Mas Angga lebih memilih untuk mendukung pasangan peselingkuh itu daripada menegakkan kebenaran dan membelaku.

"Angga, kau dengarlah ini. Jika sampai Dira tak mau memaafkanmu, jangan pernah berharap sepeser pun warisan akan kuberikan kepadamu.

Pilihan ada di tanganmu sekarang. Mau lebih mempertahankan perempuan itu, atau rumah tanggamu bersama Dira."

Ayah tiba-tiba bersuara. Tak hanya membuat Mas Angga dan lainnya terbelalak tak percaya, tapi aku pun demikian.

Sebegitu besar kah keinginan ayah untuk mempertahankan aku sebagai menantu di keluarga ini?

CHAT MESRA DI PONSEL SUAMIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang