Yepa membuang nafasnya, menempelkan kembali handuk basah yang sudah ia peras sebelumnya di dahi Acha.
Jam menunjukan pukul satu pagi, Yepa baru saja sampai dirumah sehabis menyelsaikan pekerjaannya yang tiba-tiba ada masalah ditengah maka malam bersama keluarga Marvin yang mebuatnya terpaksa lembur dikantornya sebelum besok ia hanya akan fokus pada pernikahan Dery.
Sepulang tadi, Yepa sempat bertemu dengan satpam yang biasa menjaga depan komplek. Dan satpam itu bilang kalau katanya sekitar jam sepuluh malam tadi dirinya sempat melihat Acha yang pulang sendiri dengan keadaan basah kuyup saat satpam sedang berkeliling.
Dan setau Yepa kedua orangtuanya baru ada dirumah sekitar jam sebelas begitupun dengan Dery.
Setelah diberi tau satpam itu, Yepa langsung mengecek Acha yang sudah tertidur. Benar saja, adiknya itu demam. Suhu tubuhnya tinggi sekali dan sepertinya orang rumah tidak ada yang tau soal ini.
"Belakangan ini kamu kenapa sih Ca? kamu keliatan lagi banyak masalah banget." gumam Yepa mengelus kepala Acha.
Yepa beranjak untuk membersihkan diri sebelum akhirnya ikut tidur disamping Acha.
Sepertinya baru saja Yepa tertidur, kini ia harus terbangun lagi kala dirinya mendengar suara Acha juga adiknya yang terus bergerak gelisah.
"Engga mas... engga..." lirih Acha dalam tidurnya kepalanya ikut menggeleng seolah tak setuju.
Yepa terduduk, "Hey hey Ca? heyy kenapa?" tanya Yepa menepuk pelan pipi Acha.
"Aku gak mau mas.. engga.." kata Acha lagi, kini sudut matanya mulai mengeluarkan air mata.
Yepa memegang dahi Acha lagi, panasnya belum turun.
"Aca kenapa hey? teteh disini okey" ucap Yepa mengelus lembut kepala sang adik.
Seingat Yepa, Acha bukan orang yang suka mengigau saat tidur. Justru Acha sangat tenang saat tidur. Dan jika sampai mengigau itu hanya saat adiknya itu sakit atau sedang kelelahan tapi itupun hanya sebentar dan biasanya kedua orangtuanya atau Dery yang selalu memeluk Acha saat gadis itu mulai mengigau.
"Kamu jahat mas.."
Yepa mengernyit, ia baru sadar sedari tadi adiknya itu terus menyebut kata 'mas', bukankah itu panggilan adiknya untuk Marvin? tapi memangnya ada apa?
Mengesampingkan rasa ingin taunya, Yepa beranjak keluar kamar menuju kamar Dery. Ia bingung harus apa karena Acha terus saja menggumamkan kata-kata yang sama berulang kali.
"Aldery"
tok..tok..tok..
"Buka dong a'"
cklek..
Pintu terbuka, menampakkan Dery dengan muka bantalnya.
"Kenapa Yep?"
"Aca sakit, badannya panas-
Belum saja menyelesaikan kalimatnya, Dery langsung kekamar Acha.
Yepa berjalan mengikuti, memang seperti itu setiap Acha sakit, Dery selalu jadi orang pertama yang selalu panik. Karena memang Acha bukan tipe yang gampang sakit, sekalinya sakit pasti penyebabnya bukan main-main.
Masuk kamar, Dery melihat Acha yang masih mengigau, seluruh badan Acha sudah banjir oleh keringat. Kedua tangannya meremas kuat kain sprei.
"Dek? Ca?" panggil Dery menepuk-nepuk pipi Acha.
Namun yang ditepuk tak bereaksi apapun, terlalu larut dalam mimpinya yang sepertinya itu mimpi buruk.
"Udah minum obat belom?" tanya Dery setelah mengecek dahi Acha yang terasa panas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me
Non-FictionKetika ada, tapi tak pernah dianggap. Satu pertanyaan yang hingga kini tak pernah terjawab, apakah dirinya hidup hanya sebagai perantara? mungkinkan akan ada saat dimana ia merasakan rasanya menjadi sebuah tujuan dan bukan lagi sebagai sebuah perant...