Marvin memasang wajah datar tampa ekspresi sedikitpun. Menatap kearah tiga orang yang duduk di ruangannya.
Suasana di ruangan Marvin benar-benar canggung. Apalagi ketiga orang disana hanya saling melempar pandangan pada Marvin.
"Ulah lo kali ini gak bisa dimaafin. Lo udah keterlaluan Marvin." ucap Karen, salah satu diantara tiga orang lagi yang masih diam.
Ya, setelah memastikan keadaan aman dimana Marvin saat ini sedang tidak dalam jangkauan Arkas maupun Chloe yang biasanya menempel pada Marvin, akhirnya Karen memutuskan untuk mendatangi Marvin setelah hampir satu tahun sejak terakhir mereka bertemu.
Karen tak sendiri, dia bersama Tobi juga Hana. Karen hanya ingin kesalahpahaman mereka cepat selesai dan karena itu Tobi juga Hana harus ikut menyelesaikannya karena biar bagaimanapun keduanya juga terlibat kesalahpahaman ini.
Disamping itu, Marvin yang mendengar penuturan Karen hanya menaikkan sebelah alisnya, terkesan meremehkan sekali.
"Terus apa kabar ulah lo ke Chloe? menurut lo itu bisa dibiarin?" balas Marvin.
"Percobaan pembunuhan, menurut lo itu bukan masalah besar Yuna?" tanya Marvin.
"Jangan lupa kalo lo juga pernah ngelakuin hal yang sama bro. Bahkan lo lebih parah dari itu." kini giliran Tobi yang bersuara.
"Tau apa lo? seorang penghianat kaya lo gak pantes ngomong gitu." balas Marvin sinis.
"Lo salah paham Vin, semua gak kaya yang lo tau."
Marvin berdecih, "Salah paham?" tanyanya. "Sejelas itu niat buruk lo keliatan Yuna, dan sekarang lo mau bilang ini salah paham?"
"Karen bener Vin, ini semua salah paham." sambung Hana yang sedari tadi hanya menyimak.
Marvin menatap tajam kearah Hana. "Sekarang lo mau bela dia?" tanyanya dingin.
Hana menggeleng, "Aku gak ngebela siapapun, tapi emang faktanya semua ini salah paham Marvin. Semua yang kamu tau dan kamu yakinin itu gak bener."
"Gitu?" kata Marvin meremehkan.
Tobi yang duduk disebelah Karen menegapkan duduknya, dirinya mulai jengah lalu menatap serius kearah Marvin. "Gue tau waktu lo gak banyak begitu juga dengan kita"
"Gue juga Karen dateng kesini bukan tanpa tujuan. Jadi gue minta tolong sama lo buat serius. Lo tau gue cukup tempramen Marvin, kalo lo masih ngeremehin kedatangan kita, gue gak akan ragu pake kekerasan buat bikin lo denger maksud kita dengan baik." kata Tobi tak main-main.
Marvin mengedikkan bahunya acuh, namun dia juga mengiyakan perkataan Tobi. Bukan karena takut Tobi akan memakai kekerasan, kalau pun akan ada adegan pukul memukul jelas Marvin akan lebih unggul dari Tobi. Tapi yang jadi masalah adalah posisi mereka saat ini yang masih dikantor Marvin membuat Marvin harus menimbang kembali resiko yang akan terjadi kalau sampai ayahnya tau nanti.
Ingat, Kantor ini masihlah milik sang ayah. Jadi lebih baik jangan mencari masalah kalau tak mau hal yang tak diinginkan terjadi.
"Fine! tiga puluh menit gue rasa lebih dari cukup." kata Marvin.
Ketiganya mengangguk, daripada tidak sama sekali.
Karen berdehem, lalu menatap Marvin yang juga kini tengah menatapnya.
"Kejadian enam tahun lalu, itu semua gak kaya apa yang lo tau. Gue gak pernah jadiin lo bahan taruhan atau apapun kaya yang lo pikir selama ini. Sama kaya apa yang lo pikir soal gue sama Tobi. Kita gak pernah ada hubungan apapun dibelakang lo." kata Karen langsung. Ia rasa ini perlu diluruskan lebih dulu agar kesananya lebih mudah berbicara dengan si kepala batu seperti Marvin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me
Non-FictionKetika ada, tapi tak pernah dianggap. Satu pertanyaan yang hingga kini tak pernah terjawab, apakah dirinya hidup hanya sebagai perantara? mungkinkan akan ada saat dimana ia merasakan rasanya menjadi sebuah tujuan dan bukan lagi sebagai sebuah perant...