Bab Hinaan

2.6K 112 2
                                    

Banyak yang mengatakan bahwa mata adalah cermin bagi jiwa. Sean menangkap kelembutan dari pancaran mata Sachi, begitu nyaman menatap mata indah Sachi  berlama-lama.

Apa yang dicari lagi? Sachi cantik dengan rambut coklat gelapnya. Orang akan menyangka rambut Sachi hitam. Tubuhnya tinggi sedagu Sean dan itu cukup membantu jika ada adegan ciuman berdiri Sean tidak perlu terlalu menunduk hingga punggungnya sakit. Memikirkannya saja Sean sudah turn on.

Sachi definisi beautiful flawless skin.

Sean sibuk dengan pikirannya tanpa ia sadar mobilnya sudah memasuki gedung miliknya. Ini adalah satu bangunan mewah bertingkat yang memiliki lebih dari sepuluh Apartemen di dalam gedung yang akan ia jual dan ada yang ia sewa juga. Sean berbisnis properti, banyak tanah yang ia beli untuk dibangun menjadi apartemen dan toko-toko.

Di gedung ini dalamnya  di fasilitasi bar, tempat gym dan ada arena billiar yang merupakan favorit Sean.

Tidak sembarangan orang bisa menyewa apartemen mewah itu. Karena harganya lumayan fantastis. Di dekat bangunan itu kantor Sean tidak jauh.

Salah satu yang menyewa adalah Dewa, teman Sean. Mereka janjian berkumpul di tempat billiard itu. Orang-orang memperhatikan Sean yang sedang berjalan, ia melangkah tanpa memandang orang-orang sekelilingnya. Dia melewati beberapa meja hingga berhenti di satu titik.

"Kenapa memanggilku kemari kau tidak tahu aku sibuk?" Tanya Sean pada Dewa yang duduk sambil ditemani seorang wanita minum.

"Maaf Tuan Sean. Aku pikir kau tidak sibuk dengan istrimu."

Dahi Sean mengerut dalam. Tentu saja tidak. Sejak kapan Sean menaruh perhatian lebih untuk Sachi. Tadi siang dia banyak client jadi dia ingin segera pulang karena lelah.

"Chandra kau ingin minum apa?" Aditya menawarkan pria yang berdiri di dekat Sean.

"Tidak Tuan, terima kasih." Jawab Chandra tanpa ekspresi.

 
"Kupikir setelah Sean menikah dan Aditya bertunangan kita takkan kemari lagi untuk main billard bersama." Dewa menuangkan minuman beralkohol untuknya.

"Sejak kapan kau menjadi pria kesepian." Aditya tertawa.

Tiap minggunya Dewa selalu berganti-ganti membawa pulang seorang wanita ke kamarnya. Entah itu wanita yang baru ia kencani atau wanita yang sudah memiliki pasangan. Semurahan itulah Dewa. Ketiga orang ini sering menghabiskan waktu bersama. Main bilyard atau futsal.

"Lagipula Sean, kau tiap hari bertemu istrimu. Untuk apa pulang cepat-cepat kau akan bosan memandanginya." Dewa tersenyum sinis. "Kenapa kalian tidak bersenang-senang saja denganku." Ucapnya sambil mengecup pipi wanita di sampingnya. Dan itu membuat Sean muak. Dia ingin pulang cepat karena Sean janji ingin makan malam dengan  Sachi. Tapi, jika kedua teman brengseknya ini tahu dia akan ditertawakan.

Sean melepaskan jasnya. Pikirnya Sachi tidak akan menunggunya pulang. Wanita itu pasti sudah makan dan sekarang sedang asyik menonton movie di atas ranjang seperti kelakuan wanita pada umumnya. Tidak mungkin Sachi menganggap ucapannya penting.

🌹🌹🌹

Suara pintu terbuka membuat Sachi menoleh dan segera berdiri menyambut... dia pikir Sean yang pulang ternyata ibu mertuanya yang datang. Sean sudah berjanji akan pulang untuk makan malam makanya Sachi belajar memasak dari siang tadi.

Sachi menghembuskan nafasnya, seolah dia tidak suka dengan kedatangan wanita yang selalu memasang wajah angkuh itu. Pasti wanita itu ingin menanyakan tentang kegiatan dirinya dengan Sean.

Sambil menarik kursi di ruang makan, Diana melirik menu makanan di atas meja. Seperti ada perayaan melihat macam-macam makanan itu. Tapi melihat bentuknya Diana tidak yakin makanan itu layak dimakan.

"Apakah kau yang memasak ini untuk mendapatkan hati Sean?"

Sachi menundukkan kepalanya. Pertanyaan aneh kan, bukankah dia sendiri yang menyuruh Sachi untuk mendekatkan dirinya pada Sean.

"Sean tidak akan suka masakan sampah seperti ini. Kau bukannya mengambil hati Sean tapi malah membuatnya tidak bernafsu makan. Di sini kan ada chef khusus masak makanan Sean, untuk apa kau susah-susah."

Jika saja Sachi bisa melakukan itu. Untuk apa susah-susah masak sampai kulit jari telunjuknya teriris pisau. Sachi ingin menjawab tapi itu akan membuat Diana berlama-lama di sini dan ceramah panjang kali lebar.

"Kau sudah memeriksa kandunganmu?" tanya Diana.

"Belum, Mam." Jawab Sachi singkat.

"Bagus. Sean akan curiga kalau dia tahu kau ke dokter kandungan." Ucap wanita itu tidak punya hati. Bahkan Sachi sembunyi-sembunyi minum susu untuk ibu hamil. Dia harus menahan rasa mual dan menahan diri ingin memakan sesuatu yang ia inginkan jika bersama dengan Sean.

"Bagaimana dengan kuliahmu, aku dengar kau tidak pergi ke kampus?"

Sachi sudah menduga ada seseorang yang menjadi mata-mata Diana di rumah ini. Ia mengangkat kepalanya menatap Diana. "Aku tidak jadi kuliah. kan Mama sendiri yang bilang aku hanya sementara kuliah. Jadi untuk apa aku kuliah? Aku akan bilang Kak Sean supaya dia mengizinkan aku ikut kursus komputer atau--"

"Kau sudah berani menentukan pilihan ya." Diana memotong ucapan Sachi. Kedua tangannya bersedekap di depan dada. "Hanya karena kau menikah dengan Sean bukan berarti kau bisa melakukan apa pun sesuka hatimu."

Okeh.

 
Sebenarnya Sachi bisa saja melawan orang ini. Tapi taruhannya adalah keluarganya. Ia tidak habis pikir kenapa ayahnya menerima banyak uang seserahan padahal uang itu diberikan Diana dengan tujuan tidak baik.

"Yang pertama kau harus bisa membuat Sean tidur denganmu sebelum perutmu membesar." Diana menatap Sachi dengan tatapan mengancam. "Buat dia tunduk denganmu sampai dia mau menurutimu. Kau tidak bisa menolak permintaanku karena nasib keluarga dan bayi dalam perutmu itu tergantung dengan sikapmu."

Sachi bergeming.

"Wanita murahan sepertimu tidak mungkin susah menggoda laki-laki bukan?" Diana masih tetap bicara.

"Mam aku bukan wanita murahan." Protes Sachi.

 
"Kau yang membuat Daffa menidurimu sampai kau mengandung! Kalau bukan murahan lantas apa? Kalian masih berumur 17 tahun!" Ucap Diana dengan tatapan tajamnya.


ISTRI TUAN SEANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang