42. About Us

1K 89 12
                                    

I love you. And it's enough to make me happy.
— Agra Tristan Hwaidi.

Nyonya Levina bisa menghembuskan napas dengan lega usai selamat dari maut yang nyaris merenggut nyawanya. Untung saja seseorang berhasil menyelamatkannya, jika tidak beberapa detik yang lalu pasti ia sudah tertabrak oleh kendaraan roda dua.

"Nyonya, Anda baik-baik saja 'kan?" tanya lelaki itu dengan sopan. Nyonya Levina mengangguk samar.

"Terima kasih sudah menolongku. Aku berhutang padamu, Nak." ucap Nyonya Levina. Pria itu tersenyum dan menggeleng, "tidak sama sekali, Nyonya. Jangan merasa berhutang apapun padaku."

"Oh kenalkan aku, Levina Anyelira Hwaidi." gumam wanita itu memperkenalkan diri sembari mengulurkan tangan.

Pria yang berdiri berhadapannya ikut mengulurkan tangan. "Saya, Armant Amano."

Nyonya Levina mengangguk. "Sekali lagi terima kasih, Armant." sahutnya. "Tapi, sepertinya aku pernah melihatmu. Tunggu, coba kuingat lagi."

"Saya mengenal Anda, Nyonya. Anda adalah saudara dari Nyonya Venna Sanditama 'kan? Saya adalah asisten dari Tuan Julio, keponakan Anda." aku Armant.

Tampak Nyonya Levina sedikit terkejut namun kemudian tersenyum makin sumringah. "Ah sungguh? Kamu memang pantas menjadi orang kepercayaan keluarga Sanditama, kamu berhati mulia." puji Nyonya Levina tulus.

"Terima kasih untuk pujian Anda, Nyonya. Tapi, jika berkenan bolehkah saya mengantar Anda? Kelihatannya Anda hanya sendirian." tawar Armant.

Nyonya Levina mengangguk tanda setuju. "Baiklah, dibanding dikawal oleh orang-orang Hwaidi, lebih baik dikawal oleh satu orang baik sepertimu." senyuman Nyonya Levina persis sekali dengan Nyonya Venna.

Dalam perjalanan kembali ke mansion Hwaidi. Antara Armant dan Nyonya Levina terlibat obrolan santai, hingga dititik mereka membahas soal hubungan asmara Agra.

"Kau juga mengenal gadis itu?" tanya Nyonya Levina memastikan.

"Ya, saya mengenal si gadis baik itu, Nyonya. Untuk penilaian subyektifku, Nona Freya adalah gadis yang tepat untuk Tuan Agra. Keduanya terlihat begitu serasi." ujar Armant.

"Hm... Entah kenapa, aku tidak menyukai gadis itu." ucap Nyonya Levina dengan ekspresi datar yang ditangkap Armant lewat kaca tengah mobilnya.

"Maaf, Nyonya. Tidak menyukai Freya untuk alasan apa?", Armant bertanya balik

Nyonya Levina menghela napas panjang dan memilih tak menjawab pertanyaan Armant. Dan melihat kebungkaman Nyonya Levina membuat Armant akhirnya mengatakan sesuatu yang berhasil menggoyahkan ego Nyonya Levina.

***

Freya baru saja hendak masuk ke dalam apartementnya terpaksa mengurungkan niatnya karna merasakan sentuhan tangan seseorang dipundaknya. Ia berbalik dan matanya membulat tak percaya melihat siapa yang berdiri di depannya saat ini.

"Kak Agra!", Freya melompat memeluk Agra dengan erat. Hampir dua bulan tak bertemu, rindu yang selama ini dirasa Freya akhirnya terbayar.
"Kenapa baru datang sekarang sih? Aku kangen banget tau." gumam Freya sembari mengendus aroma parfum Agra yang selalu menenangkan itu.

"Ayo masuk dulu. Aku mau lebih leluasa meluk kamu, Frey. Soalnya aku kangen banget. Lebih daripada rasa kangenmu itu." ujar Agra. Mereka akhirnya masuk ke dalam apartement milik Freya.

"Kamu lebih baik mandi dulu biar badan kamu nggak ngerasa gerah, Sayang." ucap Agra sembari mengelus pipi Freya. Freya patuh dan segera masuk ke dalam kamarnya. Sementara itu Agra memilih menuju ke mini pantry untuk membuatkan Freya sesuatu.

"Gimana kuliahmu? Nggak ada masalah 'kan?" tanya Agra setelah Freya kembali menghampirinya usai membersihkan diri.

Freya menggeleng. "Nggak ada. Tapi, yang bermasalah itu justru diriku sendiri, Kak."

Agra menaikan sebelah alisnya. "Oh ya? Coba cerita." gumam Agra diikuti senyum menawannya.

"Hm... Masalahnya adalah pikiranku nggak pernah bisa libur untuk nggak mikirin kamu, Kak. Rasanya pengen ketemu setiap hari tapi mau gimana, resiko LDR.", Freya menghela napasnya lalu memeluk pinggang Agra, mereka duduk berdampingan di sofa.

Agra mengusap kepala Freya dengan lembut. "Maaf ya, Sayang. Dua bulan ini aku sibuk banget sama kerjaanku jadi baru sempat nengok kamu disini." jelas Agra. "Aku kangen kamu terus, sampai-sampai nyari obatnya di apotek tapi mereka nggak punya."

Freya tertawa dan mendongak menatap Agra. "Ya iyalah, Kak. Mana ada obat kangen di apotek."

"Oh iya, ada sesuatu yang mau kuberitau sama kamu, Frey." kata Agra dan kini wajahnya lebih serius.

Freya memilih merenggangkan pelukannya dan memperbaiki duduknya menghadap Agra. "Apa itu, Kak? Kayaknya penting banget."

Agra mengangguk. "Aku harap, kamu nggak kecewa mendengar ini."

"Kak, apa sih yang mau kamu sampaikan? Kok aku jadi degdegan sampai rasanya pengin boker." kata Freya dengan ekspresi tak kalah serius.

Agra diam sejenak seolah tengah mengumpulkan keberanian sebelum memberitau kekasihnya itu.
"Soal hubungan kita, Frey."

Freya mulai merasa tak enak, wajah Agra terlalu serius hingga Freya menyimpulkan lebih dulu kalau sepertinya ini benar-benar bukan masalah biasa. Atau mungkin Agra mau mengakhiri hubungan mereka?

"Kak, jangan bikin aku penasaran." rengek Freya sambil meremas tangan Agra.

Tangan Agra yang kini berganti menangkup kedua tangan Freya. "Ini soal Ibuku..."

"Ada apa dengan Tante Levina, Kak? Apa menjodohkanmu dengan Gilly? Atau dengan wanita lain?" ucap Freya menyela Agra.

"Ibu udah ngerestuin kita!" ucap Agra. Seketika dunia Freya rasanya mau meledak.

***

Suamiku Bucin Banget!✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang