15. Up to 100 Years

2.7K 202 15
                                    

Be the sea in the desert. Be a star in the dark night. Be a flower on the water. Be the love that made me alive. — Agra T. Hwaidi

"Non Frey... Ada tamu yang nyariin tuh." Bi Ratri senyum-senyum saat mengatakannya, Freya jadi heran melihatnya. Sebelum Freya bertanya siapa tamu yang dimaksudnya, Bi Ratri sudah memberitahunya duluan, "Tuan Agra, Non."

"Oh Agra..." gumam Freya dan kembali masuk dibalik selimutnya namun beberapa detik kemudian ia menyibak kasar selimut bergambar Chimmy BT21-nya. "APA?! KAK AGRA?"

"He-eh santuy dong, Non... Bikin Bi Ratri feel surprised aja nih." Freya menaikkan sebelah alisnya dan menatap ART-nya itu. "Wah, vocabulary Bi Ratri udah nambah ya? Nggak yes, no, oh yeah doang lagi."

Bi Ratri menyeringai, "Hehe iya dong, Non. Kan Bi Ratri udah nge-daunlut kamus online di hape."

"Download kali ah... Eh Bi udah bikinin minum buat Kak Agra? Freya mau siap-siap dulu." tanya Freya seraya berlari masuk ke kamar mandinya. Bi Ratri pun mengangguk "Sudah dong, Non. Ya udah, Bi Ratri ke bawah dulu" ucap Bi Ratri dan kembali menutup pintu kamar Freya.

Freya yang tadinya masih menikmati tidur siangnya tentu saja langsung bangun ketika Bi Ratri bilang kalau Agra datang ke rumahnya. Selagi ia mandi, ia bertanya-tanya dalam hati ada urusan apa hingga Agra datang. Apa pacarnya itu kangen? Freya mendadak merasa tergelitik, ia senyum-senyum sendiri. Menyebut Agra dengan sebutan pacar entah kenapa ada sensasi lain, lebih dari rasa senangnya memuja Park Jimin. Jika kamu sedang/pernah jatuh cinta, mungkin paham bagaimana perasaan yang  dimaksud oleh Freya.

"Ha-hai Kak Agra..." Freya mati-matian berusaha agar tidak sampai terlihat salah tingkah. Ketika Agra tersenyum menyambutnya, rasanya kaki Freya mendadak jadi batang lilin yang cepat sekali meleleh saat sumbunya terbakar.

"Frey, kok kamu duduk di lantai, sini di sebelahku..." ucapan Agra membuat Freya tersadar jika dia memang sekarang kehilangan kesadaran, harusnya ia duduk di sofa bukannya di lantai, hm... Dasar.

Freya menyengir lalu duduk pada sofa yang memiliki dua dudukan. Mereka duduk bersisian. "Uhm... Kak Agra ngapain ke sini?"

"Mau nemuin pacar lah. Kangen sih, kerjaan di kantor bikin aku capek makanya pas balik singgah ke sini dulu mau ketemu bahan bakarku..."

"Emang Freya bensin apa?" keduanya lalu tertawa. Jelas sekali gurat malu-malu di wajah Freya, Agra tidak tahan untuk mencubit pipi Freya dengan gemas.

"Kak Agra kayaknya lelah banget ya?" Agra mengangguk, "Iya, hari ini lumayan kerjaanku. Maaf ya, aku sampai nggak balas pesanmu. Itupun baru liatnya pas aku udah sampai sini." Agra tampak merasa bersalah.

"Eh, nggak apa-apa kok, Kak. Freya ngerti. Ini di minum dulu..." suruh Freya, Agra patuh dan meminum ice lemon tea yang sejak tadi diam membisu di atas meja. "Gimana soal liburan itu, Frey?"

"Liburannya ke mana sih, Kak? Lagipula Freya kan masih sekolah..."

"Ah iya sih. Tapi, minggu depan udah UAS kan? Setelah itu, gimana?" tawar Agra. Freya tak bisa menolak tapi, bukankah harus mendapat ijin dari Papanya dulu ‘kan?

"Nanti aku minta ijin sama Papamu. Jadi, kamu nggak perlu cemas. Asal kamu setuju..." kata Agra.

***

Agra sudah sampai di rumahnya. Pertemuannya dengan Freya membuatnya lebih bersemangat. Usai melaksanakan ritual mandi, Agra langsung menuju ke kamar Almira. Tujuannya ingin mengobrol dengan adiknya layaknya biasanya ketika sudah berada di rumah.

Seperti halnya Freya, Agra turut merasakan sensasi berbeda ketika menyebut ‘pacar’. Agra menjadi gemas sendiri. "Kak? Kok gordennya di gigit?" suara Almira menyadarkan Agra, ia menyadari jika baru saja melakukan hal konyol. Untung gorden jendela Almira tak sampai ditelannya, gawat. Agra lalu ikut duduk di sofa bersama Almira.

"Jadi, gini ya kalau orang lagi jatuh cinta... Logikanya entah menguap ke mana." sindir Almira dengan gaya santainya. Tawa renyah Agra cukup mengherankan baginya. Almira mampu melihat perubahan drastis dalam diri sang kakak.

Sejak ada Freya dalam hidupnya, Agra terlihat lebih bersemangat. Lebih banyak tertawa, dan seolah hidupnya tak lagi terasa penuh beban berat. Mungkin diantara yang mengenal Agra, hanya Almira lah yang mampu turut merasakan bagaimana sulitnya menjadi seorang Agra Tristan Hwaidi yang dituntut untuk selalu sempurna disetiap kesempatan. Almira bahkan masih jelas mengingat kapan terakhir kali Agra bisa tertawa senyaman itu.

"Aku senang melihat Kakak yang sekarang..." ucap Almira. "Freya memang hebat, bisa bikin manusia serius ini jadi lebih santai."

Agra menarik Almira dalam pelukannya. "Kamu tahu, Al... Selama ini Kakak masih bertahan dengan segala tekanan karnamu. Kakak punya adik yang harus selalu Kakak lindungi dan yang paling utama Kakak harus membuatmu selalu bahagia, memastikan kalau kamu nggak merasa kurang apapun... Sejak Ibu jauh, aku hanya bisa menemukan sosok Ibu dalam dirimu..."

Almira diam saja, ia menikmati pelukan kakaknya itu. "Lalu, Freya datang dan membuat hidup Kakak lebih berwarna. Dia seperti krayon, punya banyak warna untukku... Tapi, disaat yang sama, Kakak takut jika krayonnya habis. Dia pergi dari hidupku. Kamu tahu, Al... Baik kamu dan Freya, kalian adalah dua perempuan yang menjadi penyemangatku."

"Kak... Kenapa Kak Agra risau gitu? Almira nggak akan pernah meninggalkan Kakak sendiri, dan aku yakin kok kalau Freya juga sama. Kakak jangan berpikir yang aneh-aneh deh, makin keliatan tuanya."

Agra tertawa, "Kamu kalau soal nyindir emang jagonya, Al."

Almira melepas pelukannya dan duduk dengan tegak. "Kak, hiduplah sampai 100 tahun, biar Kakak bisa ngeliat aku sampai punya banyak cucu."

Agra memberikan senyum terbaiknya. Ia mampu merasakan kekhawatiran Almira pada dirinya. "Kakak janji sama kamu, Al."

***

How could I know
One day I'd wake up feeling more
But I had already reached the shore
Guess we were ships in the night. — Sweet Night, by BTS V🎵

Suamiku Bucin Banget!✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang