LIMA

135 1 0
                                    


"Eh, hei ada apa dengan bajumu? Seperti bercak darah. Atau, umm... apa itu saus tomat?" Ucap Kira, memecah keheningan.

"Aku tidak yakin Kira, entahlah aku mulai frustasi,"

"Maksudmu? Kau tidak sakit kan?" Kira terlihat hawatir padaku.

Aku menggeleng, menolak pemikiran singkatku. "Sepertinya aku mulai gila," sontak ucapanku membuat Kira menghentikkan mobilnya. "Apa kau percaya jika aku  mengatakan kalau aku pergi ke masa lalu?" Akhirnya aku memberanikan diri bercerita.

"Maksudmu kau ditempat lain? Bisa kau cerikan ringkasnya," ada rasa ingin tahu dari Kira, meskipun aku tidak yakin ia sepenuhnya percaya.

"Saat kau mengira aku tertidur , sebenarnya aku di tempat lain. Disana hidupku bagai buronan. Bersembunyi demi sebuah perlindungan"

Untuk bukunya, aku tidak yakin jika aku harus memberitahunya sekarang. Aku takut Kira terlibat dalam masalahku yang masih simpang siur ini. Biarlah ia mengetahuinya lain kali, juga tanpa paksaan.

"Kau butuh istirahat Cora, setelah penyelidikan malam ini, akan ku pastikan  kau sampai d rumahmu;" ucap Kira dan mulai melajukan mobilnya.

Keheningan kembali terjadi pada kami berdua, yang terdengar hanya suara klakson mobil yang sangat mengganggu panca indraku.

Hei ini bukan jalanan milikkmu, batinku merasa kesal. Apa satu hari 24 jam tidak cukup untuk mereka, orang-orang terus saja mengejar waktu. Tidakkah mereka santai sejenak, tidak usah terburu-buru. Bukannya waktu itu berjalan, kenapa mereka harus mengejar?

Kini perasaanku campur aduk menjadi satu. Aku sengaja membuka kaca jendela mobil, berharap angin malam bisa mendinginkan semuanya yang ada dalam diriku. Pura-pura baik-baik saja rasanya bukan solusi. Satu persatu duniaku seperti terbagi dua. Disini aku hidup seperti orang normal, disana aku hidup dengan ketidaktahuan juga ketidakpastian. Orang-orang seperti memburuku, entah apa yang ada dalam diriku. Haruskah aku bersembunyi dalam brankas agar tetap aman?

Perasaanku sedikit terobati, kini langit malam lebih cerah, tidak seburuk siang hari. Ada banyak bintang menggantung dilangit Fairley Hill, mereka seperti menggodaku. Kerlap kerlipnya menghiasi bola mataku.

Haruskah aku membalas kedipannya?

Andai saja satu kedipan, satu harapan. Aku menggeleng saat memikirkan itu. Setidaknya, aku harap penyelidikannku malam ini bejalan lancar.

"5 meter dari sini kita belok kanan, parkirkan saja mobilku disana," perintahku pada Kira, yang langsung disetujuinya.

"Kau siap untuk malam ini?" Tanyaku pada Kira, memberi semangat.

"Tidak ada alasan untuk tidak siap," balas kira antusias.

"Eh, hei tidak ada orang disini?"

"Yash Kira, polisi menyuruh mengosongkan lokasi sampai lusa. Kita punya celah malam ini. Tapi, kita harus lebih berhati-hati," aku mengingatkan Kira. Jaga-jaga jika pelaku masih bersembunyi disini.

Kira membekali dirinya dengan sebuah tongkat listrik juga senter di tangan kirinya. Sementara aku membawa pisau lipat di saku celanaku, juga senter tentunya.

Kakiku melangkah diatas rumput yang masih basah. Seperti biasa garis kuning berhasil menghiasi bangunan, dengan tulisan berwarna hitamnya.

Police line do not cross

"Apa pelakunya seorang pria?" Tanya Kira, saat memasuki pintu kecil yang menghiasi gerbang.

Krekeet, aku terhenti mendengar decitan pintu yang aku lebarkan. Seperti Déjà vu.

RueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang