SEMBILAN

95 1 0
                                    

Perlahan, aku dapat merasakan tubuhku terbangun diatas ranjang kayu. Sebuah selimut bulu masih membalut tubuhku. Wangi laverder semakin tercium, berusaha menusuk panca indraku. Tidak terlalu buruk, aku menyukainya. Kulitku terasa kebas saat ini, hawa dingin membuat setengah kesadaranku enggan beranjak dari tempat tidur.

"Selamat pagi," sebuah suara kembali terdengar, suara pria yang tidak begitu asing.

Sudah ku duga, pikirku dalam hati, berusaha mencoba mengingat kejadian sebelumnya. Semakin aku mengingatnya, semakin membuatku bingung. Sekian kalinya aku menaiki mesin waktu, tubuh dan jiwaku berpindah begitu cepat.

Aneh, bukannya semalam aku tertidur diranjangku, bagaimana bisa aku meninggalkan Fairley Hill. Haruskah aku mengatakan ini sihir?

Aku mendesah sambil membuka mata. Pakaianku masih lengkap, kemeja gading dengan hiasan rumbe di kerahnya masih membungkus tubuhku, bahkan celana jeans favoritku masih menggantung dipinggang. Aku belum sempat menggatinya semalam. Aku lega, aku baik-baik saja.

Aku mengerjapkan mata, berusaha meyakinkan. Dan aku tertengun menatap pria dihadapanku. Yang kudapati ia begitu percaya diri karena berhasil membawaku kembali. Sepasang mata birunya begitu tenang, juga senyum manis yang tetukir dari bibir tipisnya. Ia berdiri sekitar satu setengah meter dari ranjangku. Umm, maksudku ranjangnya, mungkin.

"Dimana aku dan tahun berapa sekarang?" Tanyaku menyuarakan satu dua pertanyaan paling unggul dalam benakku. Alam bawah sadarku seperti mendesak berusaha mencari informasi yang belum sempat aku ketahui. Berharap dunia menjawab semua pertanyaanku.

"Solomon Village, tempat tinggalku. Kau aman disini," katanya singkat. "Ribuan tahun lamanya sebelum kau lahir ke dunia," tambahnya.

Aku hanya bisa menelan ludah mendengar penjelasannya. "Apa aku bisa kembali? Aku ingin kehidupan normal"

"Tergantung, seberapa besar usahamu. Normal is bored My Lady" katanya memperingatkan, ia menambahkan sedikit lelucon di akhir kalimatnya.

Aku mengendus menatap wajahnya, mataku menyipit sedikit kesal. Disusul tawa yang membuncah keluar dari mulutku, menyuarakan lelucon kunonya. Sungguh, Ia tidak pandai membuat lelucon.

"Bangunlah, ada kejutan kecil menungumu. Dam umm, ada baiknya jika kau membersihkan diri lalu mengganti pakaianmu. Kau bisa memakai baju Rory, aku sudah menyiapkannya untukmu,"

"Siapa Rory?"

"Saudariku, aku tunggu 30 menit dan kau harus sudah siap"

Aku mengangguk mengiyakan, kemudian bergegas untuk membersihkan diri.

Satu persatu aku mulai menanggalkan pakaianku sampai tidak tersisa helai kain di tubuhku. Brrr.., sangat dingin, napasku mengepul mengeluarkan asap putih. Kulitku mulai memucat, bahkan tubuhku hampir membeku dibuatnya. Beruntungnya aku, ia sudah menyiapkan air hangat dalam bak.

Ku angkat kakiku dan mulai mencelupkannya perlahan ke dalam bak berisi air hangat sampai seluruh tubuhku tenggelam dalam air. Sebuah pijatan alami berhasil melemaskan otot-ototku yang menegang karena hawa dingin tempat ini.

Ku mulai dengan membasuh wajahku, dilanjut menggosok tubuhku yang ramping. Aku juga tidak lupa menggosok rambut panjangku yang berwarna coklat kemerahan sampai mengkilat. Kini wangi Rosemary berhasil membalut tubuhku. Aku menghela napas sebari mengerjapkan mata, merasakan setiap embusan angin beraroma yang aku cium.

Aroma parfum yang tidak terlalu asing. Ia pasti sengaja meneteskannya dalam bak.
Seketika aura positif mulai merasuki alam bawah sadarku.

"Relaksasi yang menenangkan," pikirku dalam hati.

RueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang