SEPULUH

36 1 0
                                    

"Tunggu.." teriakku.

Aku mencoba menjauhkan tubuhku dari Gerard. Kutarik tubuhku menjauhi pria itu, melangkah mundur pergi ke sudut yang lebih jauh. Namun... aku terlambat

JLEB!
Gerard, apa yang kau lakukan padaku.

Aku masih berdiri mematung di sudut tembok kayu. Sementara  Gerard masih sibuk dengan busurnya. Pria didepanku menatapku penuh amarah. Ia kembali memainkan anak panah dengan jemarinya, mulai mengintimidasiku.

JLEB!
Tidak mungkin.

JLEB!
Tembakan yang sama, berulang dengan jeda sekitar 5 detik. Aku masih mematung dengan mata yang masih menutup.

JLEB!
Gerard terus saja mengulang, menembaki anak panah ke arahku.

JLEB!
Hentikan. Dan aku membuka mataku memberanikan diri. Ia masih disana.

JLEB!
Tangan kanannya kembali merogoh anak panah di belakang punggungnya.

"Hahaha," tawa Gerard memecah keheningan diantara kami. Pria itu merasa puas melihatku terpojokkan.

"Ayo lakukan," tantangku padanya

Pikiranku berkecamuk. Aku sudah tidak bisa membadakan mana sekutu mana musuh.
Tubuhku bergetar, aku mulai tidak yakin pada diriku sendiri. Aku berdoa memohon kepada Tuhan, berharap semua yang terjadi hanya ilusi.

Apa yang harus aku lakukan?

"Gerard aku tidak mengerti. Apa aku telah melakukan kesalahan?," tanyaku padanya seperti orang bodoh.

Ia terdiam sesaat, kembali mentapku. Kedua sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah senyuman di bibir tipisnya. Ia merurunkan busur di tangannya. Aku sedikit lega.

"Kita bisa bicara baik-baik. Secangkir teh mungkin bisa membuatmu bicara," tawarku, mencoba mendekatinya perlahan.

Namun, ia kembali mendongkakkan busur ke arahku.

"Berhenti melanglah, tetap disana," perintahnya padaku. "Kau menginginkan ini," tawarnya memperlihatkan busur ditangannya.

Aku semakin bingung, aku terdiam tidak menjawab pertanyaanya. Apa ia sedang mengujiku?

"Ingatlah satu hal My Lady. Dimanapun dan kapanpun itu. Jangan pernah mempercayai siapapun. Tapi, buatlah mereka mempercayaimu. Dengan begitu hidup akan lebih aman," pesannya padaku sperti mengingatkan.

"Apa kau membenciku?" Tanyaku memastikan.

Ia menggeleng. Kini tatapannya lebih tenang.
"Tangkap ini," ia melemparkan busur ke arahku

Hap, aku menangkapnya dengan satu kali tangkapan.

"Maaf untuk kejadian hari. Aku hanya sedang mengetesmu,"

Mengetesku? Ku ulang perkataannya dalam hati. Jelas-jelas ia ingin menyakitiku.

"Dan itu milikmu, aku membawanya untukmu" katanya menunjuk busur yang ku pegang saat ini.

Ku perhatihan busur di tanganku. Meraba setiap lekukan kayunya. Sebuah ukiran berbentuk burung merpati mengingatkanku pada sesuatu.

Busur ini milikku, pikirku dalam hati. Bagaimana ia bisa membawanya. Apa Gerard mencurinya?

"Pelajaran kita cukup sampai disini," ucapnya mengakhiri eksekusi kami.

Pelajaran? Pikirku dalam hati. Penjara macam apa ini. Aku diseret ketempat ini tanpa sadar, kemudian aku dilayani dengan baik. Dipinjamkan pakaian bagus, disuguhi makanan lezat, diberi tempat tidur yang nyaman. Lalu, apa maksudnya ini? Ia menembakiku dengan belasan anak panah.

RueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang