SEBELAS

50 1 0
                                    

Kepada Tuan. Castellum, Paris

Hai Dad,
Ini aku, Cora anak gadis kesayanganmu. Aku menulis beberapa baris surat ini karena aku merindukan kalian, Dad & Mom. Aku baik-baik saja disini. Aku berharap surat ini bisa sampai di tanganmu, bagaimanapun caranya.
Dad, sejujurnya aku ingin menceritakan sesuatu padamu. Tapi, aku takut kau menganggapku gila. Apa yang aku alami saat ini begitu aneh. Tapi kalian tidak perlu khawatir aku aman disini, Gerard menjagaku dengan baik.
Bukan Dad, ia bukan kekasihku. Gerard adalah sahabatku. Aku banyak belajar selama aku tinggal disini. Kau tahu letak Solomon Village dimana dalam peta? Aku disana sekarang.
Pada hari kamis lalu (6 juni 2019) perjalananku berawal. Aku yakin bahwa aku pergi sejauh ratusan mil dari daratan. Aku hampir celaka, terkurung dalam kegelapan. Benar Dad, Gerard pahlawanku saat itu.
Entah harus mulai dari mana aku mendongeng padamu. Singkatnya aku seperti memasuki dunia fantasi. Aku bertemu monster-monter berjubah, Dark Riders namanya.
Apa Daddy tahu mengenai hal itu?
Aku punya 2 nama sekarang. Jika kita bertemu di Valter Island, sapa aku dengan nama Trida Colombain bukan Cora Garberend Castellum lagi. Aku harap secepatnya kita bisa bertemu, disini!
Aku juga merindukan Fairley Hill tempat kelahiranku.
Sampaikan juga salamku pada Kira.

Salam,
Anak gadis kesayanganmu.

##

Saat itu malam sudah larut, kurang lebih hampir pukul setengah satu malam. Hujan yang sendu berhasil membuatku terjaga, suara decitan daun jendela yang tertiup angin membuatku semakin gelisah yang hampir terasa seperti penderitaan. Sementara lilin-lilinku hampir padam.

Aku masih merenung dengan setumpuk kerinduan yang semakin mendera. Malam ini aku menyibukkan diri menulis surat.

Tangan kananku sedikit kotor karena tinta hitam. Entah sudah berapa lembar kertas yang berhasil ku goresi pena. Berharap keajaiban datang menghampiriku.

"Apa yang sedang kau kerjakan?" tanya suara rendah seorang pria memecah keheningan dalam ruangan. Kedatangannya berhasil menghentikan kegiatanku.

"Maaf mengganggu tidurmu," aku menatapnya merasa bersalah. "Menulis surat untuk keluargaku," tambahku sedikit murung.

"Kau belum beranjak dari sini setelah latihan kita petang kemarin, aku menghawatirkan keadaanmu. Maafkan aku Trida, merpatiku tidak bisa menembus waktu. Aku tidak yakin suratmu bisa sampai di tangan Ayahmu," seperti membaca pikiranku, perkataannya berhasil meloloskan air mata di pelupuk mataku. Dadaku terasa sesak.

"Sebaiknya kau bergegas tidur. Ada lagi hari esok untuk kembali menulis surat. Malam semakin dingin, kau bahkan melupakan mantelmu" perintahnya padaku sedikit memaksa.

"Aku tidak ingin," tolakku. "Aku selalu bermimpi buruk, saat mataku tertutup,"

"Sebentar, aku akan menyiapkan 2 gelas minuman hangat juga lilin. Jangan kemana-mana,"

Aku mengerutkan kening sebentar ketika Gerard kembali, hal itu sungguh di luar dugaanku. Ia terlihat kerepotan dengan barang yang dibawanya. Kedua tangannya penuh memegang 2 gelas minuman berwarna putih.

Susu hangat, pikirku. Aku bisa melihat kepulan asap menghiasi langkahnya. Sebuah mantel juga berhasil ia selipkan di lengan kanannya. Juga lilin yang ia apit diketiak kirinya.

"Minumlah, segelas susu hangat bisa membuatmu perlahan mengantuk. Dan ini mantelmu, pakailah,"

Tidak banyak kata yang keluar dari mulutku. Sesuai perintahnya aku membaluti tubuhku dengan mantel, mengingat aku hanya memakai baju berbahan kulit yang tidak begitu tebal. Lalu meneguk minuman yang dibawanya.

"Dulu, saat pertama kali kehilangan Rory. Aku sama sepertimu, takut sekali untuk tertidur. Aku selalu bermimpi buruk," Gerard duduk tepat dihadapanku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 19, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang