Prolog

2 0 0
                                    


•••••

September, 2020

Taehyung menatap kosong kedepan dengan tangan kirinya yang memegang sebuket bunga lily. Dia merasakan angin membelai wajahnya, tangan kanannya mengepal kuat menahan sesuatu yang mendobrak keluar.

Dia melihat ribuan bunga dandelion yang berguguran terkena sapuan angin, terbang mengikuti arah angin membawanya ke tempat yang baru. Tempat dimana dia akan tumbuh dan digugurkan kembali.

Bukan.

Taehyung sama sekali tak berminat melihat ribuan bunga dandelion ataupun menikmati pemandangan indah didepannya. Baginya semua itu tak berarti apa-apa sekarang, baginya dunianya sudah jungkir balik, dari yang berwarna dan penuh cahaya sekarang berubah menjadi abu-abu dan dingin.

Tes~

Tanpa bisa dicegah lagi, setetes liquid bening itu luruh sudah. Taehyung mencengkram erat buket bunga lily itu. Kepalanya tertunduk dengan suara isakan pelan yang berusaha ia redam. Dadanya tiba-tiba terasa sesak dan sakit, kenangan itu bagaikan sebuah belati yang menusuk tepat di jantungnya.

Pluk~

Buket bunga lily itu terjatuh begitu saja, setelahnya Taehyung ikut mendudukan dirinya. Rasanya ia ingin menghilang dari sana, tak ingin mengenal siapa pun, dan tak ingin bertemu dengan gadis itu. Taehyung tak ingin bertemu dan mengenal gadis itu jika pada akhirnya ia harus merelakannya pergi dari sisinya. Taehyung berharap ia tak pernah mencintai ataupun menyayangi gadis itu sedalam ini, Taehyung berharap ia bisa menjadi seorang penjahat dimana dia bisa membunuh perasaannya itu, menghapus dan menghilangkan semua sesak yang selama ini menyergapnya.

Ji A.

Gadis egois, bodoh, dan idiot itu. Taehyung membenci gadis itu, sangat sangat membencinya. Gadis egois yang tidak membiarkannya ikut merasakan sakit dan juga derita yang gadis itu rasakan, gadis bodoh yang selalu mengatakan dia baik-baik saja disaat semuanya hancur, gadis idiot yang bisa-bisanya masih tersenyum lebar disaat kondisi dan keadaan memaksanya untuk menangis.

"Ji A-ya..." 

Taehyung memukul dadanya, sesak di dadanya kembali menyergapnya bahkan lebih sesak saat ia mengingat kembali senyuman bodoh gadis itu.

"Jangan tersenyum bodoh. Kau membuatku ingin mengakhiri hidupku sekarang juga dengan melompat dari jembatan itu."

Lagi, kali ini tawa gadis itu yang menggema di kepala Taehyung, membuat Taehyung tersenyum miris.

"Jangan tertawa bodoh. Tawamu semakin membuatku ingin berteriak kepada takdir mengerikan ini."

Taehyung memejamkan matanya tatkala angin membelai pelan wajahnya, ia merasakan seolah gadis itu tengah merengkuhnya dengan hangat sembari berbisik kepadanya.

"Tae-ah, uljima...."

"Hiks... Ji A-ya... Bogosipda.."

Taehyung menenggelamkan wajahnya dilipatan tangannya. Terisak pilu ditengah indahnya sunset dihari itu. Tidak. Bagi Taehyung seindah apapun hal yang ia lihat sekarang, tak akan bisa membuatnya merasa lebih baik.

Hatinya begitu sakit, perasaannya penuh dengan rasa sesak akan rindu, ruang di hatinya sekarang terpenuhi dengan warna abu-abu semenjak gadis itu pergi. Gadis itu bukan hanya pergi membawa semua jiwa Taehyung, tapi warna di hidup Taehyung juga sudah lenyap bersama dengan hilangnya gadis itu.

Tawa dan juga senyum Taehyung hilang bersamaan dengan menghilangnya suara tawa dan juga senyum gadis itu.

Binar dimatanya tak lagi ada semenjak kepergian gadis itu, tak ada yang menatapnya dengan penuh kasih sayang dan kelembutan lagi. Taehyung begitu merindukan mata gadis itu yang selalu menyipit ketika ia sedang tersenyum dan tertawa.

"Ji A-ya, hiks... jebal... kau tahu, rasanya seperti ada yang mencekik leherku, aku tak bisa bernapas. Kenapa dadaku terasa sakit? Wae?! Maja! Aku benar-benar sudah gila karena takdir mengerikan ini! Sampai rasanya aku ingin menghilang dan tidak pernah ada. Rasa sakit dan sunyi ini terus saja membisik didalam diriku, sampai aku gila. Wae... kenapa kau mengambil hal yang paling berharga dariku secepat itu? Wae? Aku sangat mencintainya lebih dari hidupku."

Taehyung terus menunduk, air matanya tak hentinya mengalir dari manik mata tajamnya. Sesekali isakan dan juga teriakan parau namja itu keluarkan.

Dunia namja itu hancur.

Takdir bukan hanya merenggut gadisnya dari sisinya, tapi juga merenggut semua warna yang dulu pernah gadis itu buat didalam dirinya.

Menjadikannya abu-abu dan temaram. Layaknya siklus hidup manusia pada umumnya, Taehyung juga mau tak mau harus menjalani kehidupannya.

Kehidupan tanpa gadis itu. Kehidupan baru dimana semua langkah yang ia pijak serasa berat dan melelahkan. Bila ia lelah akan dunia ini, Taehyung selalu mempunyai tempat untuk kembali. Tapi sekarang, tempatnya untuk kembali sudah direnggut. Lalu pada siapa ia akan kembali? Pada siapa ia akan berkeluh kesah? Pada siapa ia akan berbagi setiap cerita dan juga peristiwa yang ia alami? Pada siapa ia akan menceritakan betapa sesak dan sakitnya ketika gadis yang selama ini selalu ada disampingnya telah pergi?

Kang Ji A.

Apakah kau melihatku diatas sana?
Apakah kau sedang menangis disana?
Apakah kau sedang meminta tuhan agar mengizinkanmu menemuiku dan memelukku?
Apakah kau kecewa karena aku tak mendengarkan perkataanmu supaya aku menjalani hidupku dengan bahagia? Lalu, bagaimana aku bisa bahagia Ji A-ya. Sedangkan kebahagiaanku terletak pada dirimu. Kau tiada, lalu dimana aku harus mencari bahagia itu, Ji A-ya, dimana...

Kring~

Sebuah kalung berbandul bunga Aster terjatuh dari saku mantel hitam Taehyung.

Taehyung menatap nanar kalung itu, kalung milik gadisnya, yeojachingunya, dunianya, Ji A nya.

Perlahan tangan Taehyung terangkat mengambil kalung itu. Taehyung menatap kosong kalung itu. Kalung pemberian darinya untuk gadisnya. Benda terakhir yang menjadi saksi bisu semua kenangannya bersama Ji A nya.

"Kembalilah, setidaknya peluk dan cium aku dalam mimpi. Tuhan, izinkanlah Ji A ku menemuiku, hanya dalam mimpi. Tak lebih, aku tak akan meminta lebih dari itu. Sungguh."

•••••

Annyeong~

Semoga suka yah sama story aku kali ini.

Jangan lupa vote dan komen~

See you di chapter berikutnya 👋🏻

DEAR JI A|| Story of HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang