Rie. Gue suka banget manggil nama lo gitu. Rie. Gue bahkan gatau kalo nyebut nama lo rasanya senyaman itu. Lo pernah sadar ngga? Kalo bagi gue, manggil nama lo kaya gitu ternyata udah jadi sesuatu yang bisa ngobatin setiap luka yang gue dapet, jadi penenang setiap badai yang gue hadapi. Dan lo tau apa akibatnya kalo obat dan penenang tiba-tiba hilang dari jangkauan gue?
--
Jeno over bersemangat hari ini. Hari pertamanaya menjadi mahasiswa.
Eh, belum deng. Hari ini masih ospek. Jadi belum bisa dikatakan sah jadi mahasiswa.
Yang membuat ia sangat bersemangat adalah, ia tahu kalau Chaeryeong ternyata jurusan psikologi. Dan dari informasi yang pihak kampus kasih semalam, hari ini seat order akan disesuaikan berdasar jurusan. Dan hebatnya, jurusan dia, kedokteran hewan, tepat di sebelah jurusan Chaeryeong, psikologi. Bingo!
Jeno senyum sendiri tak sabar untuk itu. Melihat satu-satu wajah anak psikologi sampai ia menemukan wajah Chaeryeong.
Chaeryeong memang sangat cocok di jurusan psikolog. Bahkan, Chaeryeong adalah psikolog pertama Jeno. Dan mungkin Jeno juga pasien pertama Chaeryeong.
.
Dan Jeno tidak tahu kalau rasanya ternyata akan se-stupendous ini: melihat Chaeryeong dihadapannya, menoleh saat Jeno panggil, dengan rambut panjangnya yang khas, dan wajah sedikit kucel karena kelelahan mengikuti kegiatan ospek seharian.
Dan juga, utuh.
Chaeryeong yang utuh, yang dirindukannya selama ini, benar-benar ada dihadapannya. Berdiri dengan nyata.
Jeno masih ngos-ngosan. Tak mudah membelah kerumunan para peserta ospek yang amat banyak. Belum lagi ia ngos-ngosan karena menahan nyaris seharian untuk mendatangi gadis ini. Menunggu hingga acara bubar.
Hari ini kegiatan full di Dome kampus yang dijadikan sebagai aula untuk pelaksanaan ospek.
Jeno datang lebih awal, bahkan sangat awal. Saat ia sampai, orang yang mengisi kursi di barisan FKH baru sekitar 7 orang.
Ia sengaja, supaya bisa memperhatikan setiap orang yang baru masuk dan duduk di barisan sampingnya. Dan Chaeryeong datang beberapa saat setelahnya, ketika separuh kursi dibarisannya telah terisi.
Chaeryeong.
Jeno akhirnya bisa melihatnya lagi pagi ini. Membuat Jeno tak repot memedulikan hal lain. Ia bahkan berpindah kursi agar lebih mudah memperhatikan Rie-nya.
Hari ini Rie datang dengan semangat yang seadanya, tentu saja tidak se-semangat Jeno; dengan pakaian yang sama dengan Jeno, -juga dengan semua peserta ospek, tas ransel yang membuatnya terlihat masih seperti anak SMA, rambut dikuncir kuda yang tidak terlalu erat, dan name tag serta sepatu hitam yang juga sama seperti peserta lain.
Dan di depan Chaeryeong saat ini, wajah Jeno sungguh bersinar. Ramai suara di sekitarnya seakan senyap: teredam oleh debaran jantungnya sendiri yang menggila.
Sungguh, Jeno ingin berteriak "I find you, Rie. Finally I find you! Aku menemukanmu!" Sekencang-kencangnya dan dengan agresif memeluk Chaeryeong se erat-eratnya.
Melepas tumpukan penyesalan yang begitu menyiksa di pundaknya, juga di dalam dadanya. Ia ingin meminta maaf hingga berlutut pada Rie. Memohon gadis itu untuk kembali, dan tetap serta selalu disisinya seperti selama ini.
Tapi sekarang, detik ini, Jeno hanya terpaku di depan Chaeryeong. Tidak bisa menggerakkan badannya untuk membawa tubuh itu ke dekapannya.
"Jeno?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Denial
FanfictionJeno and Chaeryeong. A pair of soulmate. Everyone admit that. But then Chaeryeong feels so defeated and useless. Wondering what is she means to Jeno. Or Jeno means to her. Another Deserve U's relative