26 - Drive Talk

345 64 14
                                    





"Hm, kangen banget sama Jakarta" celetuk Chaeryeong di perjalanan mereka kembali ke Bandung. Sambil melihat jalanan dari kaca disampingnya

Dan Jeno akui, Jakarta hari ini memang cerah. Bawaannya menyenangkan.

Ia pun tersenyum menanggapi "Jakarta masih sama aja Rie. Ngga ada yang berubah"

"Oh ya? Selama setaunan ini?"

"Eh ada ding yang berubah. Karena ngga ada lo, Jakarta bagi gue cuma kota yang suram dan semua yang gue liat dan rasakan adalah kenangan kita"

Ekspresi Chaeryeong langsung berubah jijik "Otak lo konslet kayanya"

Jeno tertawa renyah, merasakan betapa utuh dia sekarang

Tiba tiba sebuah pikiran melesat di kepalanya. Jeno langsung membelokkan arah mobilnya. Menuju suatu tempat.

Awalnya, Chaeryeong tidak sadar. Dan Jeno pun tidak mengatakan apapun. Sampai Chaeryeong mengenali jalan yang ditempuh, gadis itu langsung berkerut heran menoleh pada Jeno

"Kok lewat sini? Emang mau kemana?"

Jeno hanya tersenyum geli melihat ekspresi kebingungan Chaeryeong. Cowo itu tidak menjawab apapun hingga mereka telah sampai pada tujuan

Melihat apa yang ada di depannya, Chaeryeong tertegun sejenak, lalu berkerut heran dan bertanya pada cowo yang berada di sampingnya
"Ngapain kesini, Jen?"

Dan dengan gerakan yang sialnya begitu atractive di mata Chaeryeong, Jeno membuka seatbelt-nya, lalu menghadap Chaeryeong sepenuhnya. Seperti adegan di film.

Mereka saat ini tepat berada di depan sekolah mereka dulu.

"Lo ngga kangen tempat ini?"

Kepala Chaeryeong beralih ke depan. Menatap sekolah lamanya dengan lamat-lamat. Tentu ia kangen. Ada banyak memori menguar dari sekolah ini. Dengan Somi, Saeron dan Heejin. Juga Jaemin, Renjun, Haechan, dan... Jeno.

Chaeryeong tidak meminta untuk kesini. Pun setiap dia mengunjungi Jakarta setelah pindahan, Chaeryeong tak pernah menginjakkan kakinya lagi di sekolah ini.

"Lo mau tau gimana akhirnya gue bisa nemuin lo?"

Chaeryeong kembali menoleh pada Jeno, mengangkat satu alisnya

"Waktu itu gue bener-bener clueless harus nyari lo kemana lagi. Gue ngedatengin tempat anak jalanan yang suka lo samperin, tapi ngga ada satupun anak disana yang tau lo pindah kemana. Gue juga nyari tau tentang perusahaan papa lo. Informasi yang gue dapet ngga jelas dan rasanya makin rumit. Gue mutusin tetep kuliah di Indo-bukannya ikut bang Mark- buat nungguin lo disini"

Jeno menerawang, mengingat tentang hari-hari tersebut

"Sampe akhirnya, suatu hari, gue liat surat pengantar ke Universitas punya lo di meja ruang administrasi sekolah. Lo tau gak apa yang gue rasain saat itu?"

Chaeryeong tak berkedip menatap Jeno. Merasakan betapa cowo itu bersungguh-sungguh saat ini. Mengenai surat pengantar itu pun, Chaeryeong menitipkannya pada Somi. Dulu, ia benar-benar se-ogah itu untuk sekedar masuk lagi ke sekolah ini.

"Gue ngerasa... kalo lo, cuma ada selangkah di depan gue. Rasanya dekaaat, banget. Lo pasti ngga tau gimana excitednya gue pas pertama kali ngeliat lo masuk dome kampus di hari pertama ospek"

Chaeryeong menelan ludahnya. Hari itu, teringat jelas bagaimana raut kekecewaan di wajah Jeno sesaat setelah mereka saling menyapa. Kecewa atas dirinya.

"Gapapa, Rie. Gue udah ngga mikirin itu kok"

Rasa bersalah di wajah Chaeryeong tentu terlihat oleh Jeno. Tapi Jeno tidak mau membuat Rie merasa bersalah terus-terusan. Tidak ada yang salah disini.

DenialTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang