18- Yang terlewatkan

406 70 6
                                    

Jeno tak mampu berkutik di hari kedua ospek kampusnya. Ia seperti pengecut yang hanya berani melihat Chaeryeong dari tempatnya duduk. Memperhatikan gadis itu.

Sementara Chaeryeong tampak tak terusik sedikitpun. Mencatat di notes-nya saat menangkap sesuatu yang penting, berbisik dengan teman disebelahnya, minum dari botol yang dibawanya, atau menguap saat merasa kantuk mendatanginya.

Sementara atensi Jeno tertarik sepenuhnya pada gadis itu. Tak menghiraukan apapun yang dibicarakan oleh orang-orang di depan. Memikirkan banyak hal.

Chaeryeong dekat tapi terasa jauh.

Dia mengindahkan panggilan Jeno kemarin, bahkan balas menyapa. Tapi ternyata gadis itu sudah membangun tembok yang amat tebal, merubah status Jeno di hidupannya menjadi orang asing.

Bahkan ketika istirahat makan siang, pun sampai acara selesai, Jeno tidak bergerak sedikitpun untuk mencoba meraihnya.

Seperti saat kemarin ia memanggil nama Chaeryeong dan buru-buru mengejar gadis itu sebelum pulang.

Hari ini Jeno hanya memperhatikan, dengan pandangan yang kehilangan. Wajahnya semakin menyuram melihat Chaeryeong pulang dengan lelaki yang sama seperti kemarin.












---

"Terus, lo mau nyerah?"

Itu kata Renjun, setelah Jeno menceritakan apa yang dialaminya sore waktu itu.

"Gue gatau. Gue ngerasa udah ngga ada harapan" jawabnya mendengus, sementara tatapannya kosong.

"Lo udah sejauh ini bro!" Haechan menyambung
"lo udah banting setir dari yang tadinya udah diterima di UI dan pindah kesini. Lo udah nyampe Bandung. Dan Chaeryeong udah didepan lo!" Lanjutnya

"Masalahnya gue gatau Chan, cowo yang kemaren itu siapanya Rie. Kalo dia pacarnya, gimana?"

"Nahhh justru itu! Justru karena lo gatau, ya lo cari tau dulu lah. Jangan diem-diem aja ngegalau mulu"

Renjun ikut mengangguk, "Iye. Masa belum tau apa-apa udah mundur aja"

"Kalo ternyata dia emang pacar Rie?" Tanya Jeno lagi. Overthinking banget.

Renjun sama Haechan saling melihat. Bingung mau menjawab apa lagi

"Kalo menurut elo Jaem?" Lempar Haechan pada Jaemin. Abis dari tadi Jaemin diem mulu. Nontonin doang.

Jaemin menaikkan alis, menunjuk dirinya sendiri "Gue?" Tanyanya memastikan kalau Renjun dan Haechan benar-benar meminta pendapatnya. Dua temannya itu mengangguk dan Jaemin menggaruk kepalanya sebelum berbicara.

"Kalo menurut gue sih,.. yaudah cari yang lain aja. Lupain si Keong"

Mendengar itu Haechan nyaris saja melempar sepatunya. Renjun juga melotot tajam kearahnya.

Gila apa. Ngga liat itu Jeno sampe segitunya dalam menjalani kehidupan tanpa Chaer? Mana bisa disuruh move on segampang itu? Mana mau juga Jeno sama yang lain?

Ya ini nih. Ini kenapa Jaemin jarang ngasih pendapat masalah cewe sama temen-temennya. Soalnya prinsip dia beda. Ketiga temannya itu lebih 'good boy' urusan hati dibandingkan dirinya.

"Hey hey hey..." Jaemin mengangkat kedua tangannya seolah menyerahkan diri di hadapan polisi yang menodongkan pistol
"Maksud gue bukan gitu. Maksud gue tuh... ya gue dukung Jeno ama si Keong.  Gue juga temennya Keong loh!! Tapi.."
dia menoleh pada Jeno. Ah sudahlah! Susah ngejelasinnya ke mereka. Apalagi menjelaskan tentang pola pikirnya.

"Ah gatau ah! Terserah lo aja!" Jaemin malah menoyor Jeno. Sementara Jeno udah ngga peduli lagi ditoyor-toyor gitu. Dibilang udah kaya zombie. Ngga punya semangat hidup lagi.

DenialTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang