"Aku menyukai aroma yang timbul akibat hujan, aku menyukai hujan"
"Kau menyukainya? Tentu saja, kau bahkan tidak tahu bagaimana rasa sakit yang aku alami sepanjang malam yang begitu gelap dengan derasnya hujan. Bagaimana kau bisa tahu? Kau bahkan tidak ingin mengenalku...baiklah...mungkin memang seharusnya aku pergi, bukankah begitu, Sehun?" Senyuman getir terlihat jelas dan membuat Sehun yang semula menampilkan senyuman bahagianya harus memudarkannya seketika.
"Tidak...bukan seperti itu, aku tidak bermakㅡ"
"Aku tahu, kau tidak akan pernah menyukaiku" terlihat semakin menjauh dan di sana Sehun hanya bisa mengulurkan tangannya, berharap bisa menggapai tangan itu, namun semakin jauh dan semakin hilang di pandangan Sehun membuat Sehun membulatkan matanya dan berteriak keras.
"Audria! Jangan perㅡ"
"Sehun...ada apa denganmu?" Luhan terlihat cukup bingung dengan keadaan Sehun. Keringat dingin, tangan yang meraih ruang hampa, dan napas yang terengah. Pertama kalinya Luhan melihat Sehun dengan keadaan yang cukup kacau.
"LuㅡLuhan..." Sehun langsung memeluk tubuh yang lebih mungil dengan begitu erat dan Luhan hanya bisa terkejut dengan gerakan tiba-tiba itu, namun tangan Luhan perlahan membalas pelukan Sehun. Mengusap pelan punggung lebar Sehun yang masih meringsuk di perutnya.
"Ingin menceritakan nya kepadaku?" Suara lembut itu terdengar tetapi Sehun hanya terdiam sambil terus mengeratkan pelukannya yang melingkar di perut Luhan.
Setelah pertanyaan itu berlalu dan keterdiaman Sehun menambah sunyi kamar itu, Sehun pun perlahan melepaskan pelukan itu namun tangannya masih bertengger di pinggang Luhan. Kepalanya menunduk dan bibirnya berucap lirih, mengucapkan satu nama yang hanya membuat suasana semakin canggung.
"Audria..."
"Dia sudah tidak ada lagi" ketika satu kalimat itu keluar dengan ringannya dari bibir Luhan, di sana Sehun hanya bisa membulatkan matanya dan perlahan tangan yang semula bertengger di pinggang Luhan pun terjatuh dan membuat Luhan menatap Sehun dengan tatapan sedikit menyelidik.
"Tidak ada? Apakah dia benar-benar sudah pergi?" Alis Luhan tertaut, tidak mengerti dengan pertanyaan Sehun.
"Ada apa? Kau....Sehun, apakah kau menyukainya?" Menatap Sehun dengan tatapan tidak percayanya dan kemudian memilih beranjak pergi, namun tangan Sehun menggapai jemari Luhan dan menghentikan gerakan Luhan.
"Dia....apakah dia orang yang berharga untukmu?" Alis Luhan semakin tertaut ketika mendengar Sehun melontarkan pertanyaan yang begitu tidak masuk akal di pikiran Luhan.
"Dia? Seserang? Apa maksudmu Sehun? Dia bukanlah seseorang, dia hanyalah tameng yang aku buat selama ini, dan dia tidak aku butuhkan lagi di hidupku" mata Sehun membulat. Jawaban mengejutkan dari Luhan membuat jemari yang semula tertaut pada Luhan jatuh begitu saja.
Sehun sungguh tidak percaya dengan tiap kata yang Luhan lontarkan. Benar Audria hanyalah sebuah tameng pelindung, tapi selama ini Audria ada jika Luhan tidak siap bertemu dengan ayahnya. Tidak seharusnya Audria diperlakukan seperti itu dan mengingat mimpi yang begitu menyakitkan, Sehun pun tidak bisa berkata apapun.
"Turunlah. Aku membuat sarapan untukmu" begitu dingin hingga Sehun seolah tidak mengenali orang yang berbicara kepadanya.
"Oh Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Aku sungguh tidak tahu harus berbuat apa" mengusap wajahnya dan memilih beranjak dari tempat tidurnya.
"Onii-san...." Sehun berpaling dan melihat Luhan yang berdiri di ambang pintu.
"Yuki? Ada apa hmm?" Sehun mendekat dan berjongkok di hadapan Yuki.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE PETRICHOR (HunHan)
FanfictionHunHan story Petrikor (bahasa Inggris: Petrichor (/ˈpɛtrɪkɔːr/)) adalah aroma alami yang dihasilkan saat hujan jatuh di tanah kering. Kata ini berasal dari bahasa Yunani, petra yang berarti batu, dan ichor, cairan yang mengalir di pembuluh para dewa...