Ame 8

138 31 27
                                    

Hujan turun begitu deras, malam itu semuanya seolah sunyi bagi Luhan. Malam yang begitu sunyi dalam gemuruh kemarahan hujan di pekatnya malam. Sungguh, Luhan sangatlah kesepian namun tetap saja, Luhan akan menatap tiap air hujan yang jatuh membasahi kaca jendelanya. Melihat ke arah jendela dan berharap ayahnya pulang dan menghampirinya.

Luhan bukanlah orang dewasa, Luhan hanya seorang anak-anak yang menantikan untuk mengijak usia remaja, walau terbilang masih cukup muda, menantikan ayahnya datang bukanlah hal yang baru untuknya. Ayahnya selalu datang terlambat, namun walau hujan, ayahnya pasti akan datang untuk pulang.

Pulang untuk mengisi kekosongan yang baru saja mereka lalui. Kehilangan ibunya bukanlah hal yang membahagiakan, ibunya pergi dengan kenangan yang masih tersisa dengan jelas di antara mereka. Ibunya pergi bersama dengan kasih sayang yang begitu besar untuk Luhan.

"Aku tahu, ayah pasti sebentar lagi akan daㅡ" mendengar deru mobil terdengar mendekat, Luhan pun tersenyum dan berbicara pada dirinya sendiri "lihatlah, ayah tidak mungkin tidak pulang" berlari kecil ke arah keluar kamarnya dan menampilkan senyum manisnya di sana.

BRAK

Suara cukup keras terdengar dari arah pintu utama, Luhan sedikit menghentikan langkahnya ketika dua siluet itu masuk mendahului dan ketika Luhan ingin menuruni anak tangga, Luhan harus terkejut ketika melihat ayahnya tengah mencumbu wanita lain.

Luhan hingga detik itu masihlah percaya bahwa ayahnya hanya mencintai ibunya, tidak akan ada yang mampu menggantikan ibunya di hati ayahnya, namun kini semua yang ia lihat, semua kenyataan yang ia lihat dengan jelas di saat hujan dengan gemuruhnya yang memekakkan telinga membuatnya tahu bahwa hati seseorang mudah berubah, tidak selamanya sama. Hingga Luhan hanya bisa menutup mulutnya dengan begitu kuat dengan kaki yang melangkah mundur.

"Oh, bukankah itu anakmu?" Saat kegiatan itu usai dan saat mata Luhan bertemu dengan mata wanita asing itu, sungguh Luhan merasakan ketakutan yang begitu besar hingga kakinya pun tidak mampu lagi menahan tubuhnya, jatuh begitu saja dan membuat kakinya harus segera bersentuhan dengan lantai dingin itu.

"Ah, kau bisa mengabaikannya. Aku tidak pernah mengharapkannya" seketika tubuh Luhan bergetar, perkataan itu seolah berloma dengan suara petir dan tatapan itu semakin diperjelas kala cahaya petir menerangi gelapkan ruangan itu. Tatapan kebencian yang terlihat jelas di mata ayahnya dan membuat Luhan tidak mampu mengatakan apapun hingga Luhan pun merasakan rasa mual yang tidak bisa ia tahan.

Blegh Blegh

Luhan memuntahkan isi perutnya dan membuat dua orang dewasa itu menatapnya dengan tatapan seolah dirinya adalah orang yang paling kotor di dunia ini. Luhan dengan segala kekuatannya yang masih tersisa pun hanya mampu berdiri dan membungkuk di sana "maㅡmaafkan aku, ayah...aku...aku...."

"Cukup!" Luhan tersentak dan menatap takut ke arah ayahnya "masuk ke kamarmu sekarang juga!" Dengan cepat Luhan berlari, rasa takutnya datang dan membuat dirinya terkadang harus terjatuh ketika gelap telah menutupi pandangannya, takut yang telah merangkul tubuhnya.

"Ibu....ibu...." bisikan lirih itu terus terdengar hingga kakinya telah berhenti melanglah, bukan di kamarnya, tapi di tempat sebuah foto besar yang terpasang apik di dinding lorong. Sebuah foto ibunya yang tersenyum lembut di sana. "Ibu....ibu...." hanya terus memanggil ibunya hingga lutut itu begitu lemas dan Luhan pun terjatuh di sana. Memeluk tubuhnya dan terus mencengkeram telinganya. Berharap dengan itu, Luhan melupakan segalanya.

Diam di sana tanpa ada selimut yang menghangatkan tubuhnya, hanya sebatas pelukan dari lengannya dan terus berharap hujan berhenti dan berharap semuanya adalah mimpi buruk yang hanya mengisi malamnya.

LOVE PETRICHOR (HunHan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang