"Ada sebuah desa yang dibangun di atas pilar batu dan awan-awan dingin. Di sana, aku bertemu dengan satu-satunya adik yang bersedia memanggilku kakak."
****
Dahi Ash berkerut, bibirnya mengerucut. Mereka lagi-lagi dihadapkan dengan dua jalan bercabang dan entah kenapa Ash kesulitan untuk memilih di antara keduanya. Padahal biasanya dia bisa menunjuk dengan cepat meski asal-asalan, tapi sekarang dia merasa ragu.
"Aneh."
"Kenapa? Kau kebingungan?" tanya Jake.
Ash menggaruk tengkuknya, "Biasanya aku tidak begini, kenapa, ya?"
"Ke sini saja," Joan menunjuk pada jalan di sebelah kanan.
"Ku pikir bukan ke situ,"
"Kalau begitu yang ini," Joan menggeser jarinya ke kiri.
Tapi, Ash menggeleng lagi, "Bukan yang itu juga."
Asap hitam menguar dari tubuh Joan. Anak itu melemparkan tatapan membunuh ke arah Ash. Perlahan mereka semua menyingkir. Energi hitam milik Joan bisa membuat suasana hati seseorang buruk seharian.
Dan mungkin itu juga alasan Joan sering merengut sepanjang waktu.
"Ke sini!" Joan berjalan melewati jalan di sebelah kanan, "Diam dan ikuti saja."
Tidak satupun di antara mereka berani melawan atau mempertanyakan pilihannya. Joan adalah yang termuda dalam rombongan dan justru karena itulah mereka sama sekali tidak berniat untuk melayangkan protes.
Lagipula, mau yang kanan atau yang kiri, tidak ada yang tahu rintangan macam apa yang akan mereka hadapi.
"Woaaa!" Ash berteriak saat angin kencang berhembus dari bawah.
"Jangan teriak!" bentak Jake.
"Kau juga teriak, bodoh!"
"Fokus atau kita akan jatuh dari sini," peringat Yse.
Siapa yang mengira kalau jalan yang dipilih Joan akan seterjal ini. Tebing curam, ngarai yang seolah tidak ada dasarnya, dan mereka sedang bertaruh nyawa dengan berjalan melewati jalur sempit di atas ketinggian puluhan meter.
Tanah yang mereka pijak bisa saja patah bila tidak hati-hati. Belum lagi angin yang berhembus dari dasar ngarai cukup kencang hingga membuat tubuh mereka gemetaran.
"Kalau jatuh Yse akan menyelamatkan kita, kan?" tanya Jake.
"Itu pun kalau sempat."
Setelah melalui jalan maut yang menegangkan, akhirnya mereka bisa bernapas lega saat sampai pada daratan yang lebih luas dan stabil. Di sana, Joan menunjuk pada sekumpulan pilar-pilar batu yang dihubungkan dengan jembatan yang terbuat dari merangkai bilah kayu bersama tali tambang berukuran besar. Pada masing-masing pilar, berdirilah rumah-rumah kecil di puncaknya.
Sungguh sulit dibayangkan kalau ada manusia yang hidup di tempat berbahaya seperti ini.
"Area terbatas?" Ash membaca plakat kayu yang terpasang di depan mereka, "Kira-kira apa maksudnya, ya?"
"Entahlah, tapi tempat ini terlihat menarik. Gas skuy!"
Hanya perlu melewati satu jembatan untuk sampai ke pilar terdekat. Walaupun itu sedikit kurang pantas bila disebut 'hanya' karena mereka harus menyandera kewarasan mereka dahulu sebelum berani melaluinya.
Cahill mengamati sebuah patung kayu berbentuk manusia dengan wajah serius. Warna-warna mencolok pada patung itu seperti mengingatkan Cahill pada sesuatu, "Dimana aku pernah melihatnya, ya?"
![](https://img.wattpad.com/cover/283431039-288-k312621.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CLANS: Tale of Warriors| ENHYPEN
FanfictionCLANS SERIES BOOK #3 Kisah itu bukanlah sebuah saga, bukan pula dongeng yang bahagia. Semua yang terjadi di masa lalu tidak lebih dari tragedi. !baku! AU Fantasy