17: Kisah yang Tak Diceritakan (1)

1.4K 412 164
                                    

Kala itu, kegelapan menyelimuti bumi. Manusia tak lagi bertemu dengan sinar matahari. Pilunya tangisan mereka sampai ke singgasana para dewa di atas langit. Dewa-dewa mendengar doa mereka, memberikan para manusia itu jalan untuk keluar dari segala penderitaan.

Dewa menunjukkan kuasanya dengan menjatuhkan pendosa itu sebuah hukuman. Hukuman terberat yang pernah diterima oleh makhluk hidup; ketiadaan.

****

Pertempuran itu berlangsung di tempat yang sama dengan ketika mereka melawan pasukan iblis Yeonjun. Posisi Jake, Hans, dan Kiel kini berbalik. Dulu mereka bersekutu demi mengusir Yeonjun dari tanah Stalzr, tapi sekarang justru merekalah yang menjadi musuh umat manusia.

Kekuatan dan persenjataan pasukan kerajan tidak bisa mengimbangi barang hanya satu jari Hans. Pasukan kerajaan menggigil di balik baju-baju besi. Lelahnya pertempuran bercampur dengan hipotermia parah memperburuk kondisi mereka.

Kiel mungkin hanya anak belasan tahun, tapi tenaganya lebih dari sepuluh orang dewasa terkuat di ring tinju. Anak itu mampu membelah tanah, melempar batu raksasa, atau mengubur pasukan kerajaan di dalam bumi.

Kiel melompat tinggi, menapakkan kakinya di pundak raja lalu menjatuhkannya dari kuda yang dia tunggangi, "Kau!" bentaknya, "Pembunuh!"

Tinju Kiel menghancurkan helm besi sang raja, menampilkan wajahnya yang ketakutan setengah mati. Yah, dia memang akan mati di sini. Kiel meninju wajahnya berkali-kali hingga buku-buku jarinya jadi lecet dan basah oleh darah. Kiel tidak ingat, dia hanya melakukannya sampai hatinya benar-benar merasa puas.

Saat Kiel bangkit setelah membunuh raja yang kepalanya telah hancur, entah kenapa Kiel justru merasakan kekosongan. Dia melihat tangannya yang berlumuran darah, bau anyir memenuhi indera penciumannya, membuat kepalanya terasa pusing.

"Sebenarnya, aku tidak mengerti apa arti dari semua ini."

Kiel lihat, Hans masih bertarung dan petir Jake masih menggelegar dimana-mana. Tapi, dia juga melihat bahwa tidak ada lagi sinar kehidupan yang terpancar dari mata kedua pemuda itu. Kiel pikir, mungkin seharusnya mereka berhenti ketika Yse bilang mereka harus berhenti.

Namun, semuanya sudah terlambat.

Terlampau banyak nyawa yang telah mereka ambil dengan membabi buta. Bahkan ketika Kiel melirik lagi pada tangannya yang berlumuran darah, Kiel merasa dia sudah terjatuh terlalu dalam.

Lagipula, Ash dan Cahill tidak akan bisa hidup lagi. Dan nyawa harus dibalas dengan nyawa.

"Kiel!"

Kiel mengeratkan giginya tatkala sebuah pedang besar menembus dadanya. Dia tak menghindar bahkan tak melawan juga. Kiel tahu bahwa cepat atau lambat, dia harus menebus dosanya di hadapan mata dunia.

Melihat Kiel tertusuk pedang, tiba-tiba petir Jake terdengar makin tak wajar seolah tanah Stalzr sedang dihujani oleh petir alih-alih air. Kemudian, dengan amarahnya yang semakin membesar, tanah yang mereka pijak perlahan retak dan muncul petir dari retakan-retakan itu.

Petir Jake mengikat tubuh pasukan kerajaan di atas permukaan tanah dan bersamaan dengan Hans menghentakkan kakinya, manusia-manusia itu tertusuk duri-duri es tajam.

Jake dan Hans berlari mendekati tubuh Kiel yang telah mati. Namun, hanya beberapa langkah, Hans mendengar sebuah suara menggema di dalam kepalanya. Suara itu memintanya berhenti, menyuruhnya berlutut dan menyerah.

Hans menoleh pada Jake yang hanya melihat pada apa yang ada di depannya saja.

"Hans, tidakkah kau merasa asing pada teman yang berlari di sampingmu?"

CLANS: Tale of Warriors| ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang