"Lalu apa yang terjadi setelah itu?" tanya Heeseung, setengah bersemangat.
Namun, yang Heeseung dapatkan dari Jungwon hanyalah gelengan, "Aku tidak tahu."
"Kenapa tidak tahu?"
"Sebuah ledakan jatuh dan meratakan seluruh Stalzr. Aku selamat dan berhasil melindungi semua orang di pengungsian. Tapi, hanya beberapa saat, bahkan sebelum aku bisa bertemu Yse lagi, aku mati."
Heeseung diam, lidahnya terlalu kelu untuk menanyakan apa-apa.
"Aku tidak yakin kapan, bagaimana, dan berapa jumlahnya, tapi kalau diingat-ingat mungkin itu pertama kalinya aku melihat pusaka."
.
.
Joan berjalan menyusuri tenda-tenda pengungsian untuk memeriksa apakah ada yang terluka karena ledakan tadi. Dia tidak yakin itu apa, tapi kalau dilihat dari warna dan awan hitam pekat yang melayang di atas langit, Joan tahu siapa dalangnya.
"Sebenarnya apa yang Jake pikirkan?"
Sepanjang jalan, orang-orang menatap Joan ketakutan. Para ibu menyembunyikan anak mereka di balik punggung seolah Joan akan memakan anak-anak itu bila mereka tidak melakukannya. Meskipun Joan adalah penyelamat hidup mereka, tidak menutup kemungkinan bahwa dia akan melakukan hal yang sama dengan pahlawan 'jahat' yang lain.
Yah, setidaknya itu yang ada mereka pikirkan.
Joan sendiri tidak ambil pusing, dia sudah terlampau biasa diperlakukan demikian. Lain ceritanya dengan Yse, semua orang memujinya dan tersenyum padanya. Orang baik memang pantas mendapat perlakuan baik.
"Oi!"
Sebenarnya, Joan tahu panggilan itu ditujukan kepadanya, tapi dia memilih acuh. Dia juga punya nama, tahu!
"Oi, dipanggil tidak menyahut!" bahu Joan ditarik, memaksanya untuk menghadap seorang anak laki-laki yang kira-kira sedikit lebih tua darinya. Dahi Joan berkerut, siapa gerangan anak sok kenal ini? Mana kasar lagi.
"Kau bahkan sama sekali tidak memanggil namaku."
Anak itu berdecak, "Memangnya kau punya nama, dasar hantu!"
Hanya segelintir orang yang memanggil Joan dengan 'hantu', yaitu para warga di desa yang pernah dia tinggali dulu. Joan tidak begitu ingat, ada banyak anak yang suka merundung dan mengganggunya tanpa kenal takut. Mungkin saja dia adalah salah satu dari anak-anak itu.
"Lepaskan, aku tidak punya urusan denganmu," kata Joan dingin. Dia melepaskan cengkeraman di bahunya lalu melangkah pergi.
"Oh ya? Setelah kau membunuh ayahku dan orang-orang di desa, kau seenaknya bilang tidak punya urusan?"
Joan berbalik, mengulurkan tongkat sihirnya. Ada halo berwarna violet berputar mengitari lengan kanan anak tadi. Dengan tatapan menyeramkan, Joan berkata, "Jangan memancingku. Tindakanmu bisa saja merugikan semua orang di sini. Kalau aku bilang tidak punya urusan berarti memang tidak ada."
Pemandangan itu dilihat oleh semua orang di tempat pengungsian. Citra buruk Joan di mata mereka semakin buruk saja. Kalau saja Joan bukan satu-satunya orang yang bisa melindungi mereka, mungkin dia sudah dikeroyok habis-habisan. Itu pun kalau mereka bisa.
Menyentuh Joan adalah hal yang hampir mustahil karena sihir hitam yang melindunginya setiap saat.
"Breng–"
"AKKhhHH!"
Suara teriakan bersahutan di sana. Orang-orang langsung masuk ke dalam tenda mereka masing-masing setelah melihat seonggok tangan jatuh ke atas tanah. Darah segar mengucur deras, anak itu menjerit pilu, memegangi pangkal lengannya yang kini sudah tidak ada.
![](https://img.wattpad.com/cover/283431039-288-k312621.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CLANS: Tale of Warriors| ENHYPEN
FanfictionCLANS SERIES BOOK #3 Kisah itu bukanlah sebuah saga, bukan pula dongeng yang bahagia. Semua yang terjadi di masa lalu tidak lebih dari tragedi. !baku! AU Fantasy