04: Jalan Bercabang

1.7K 422 70
                                    

"Ada kalanya kami bertemu keraguan. Penyangkalan tiada henti tentang arti dari keberadaan kami sendiri."

****

"Kamu beneran bisa lihat masa depan?"

Ash mengangguk. Dia menelan rotinya dulu sebelum menjawab, "Sebenarnya bukan melihat yang seperti itu. Aku tidak bisa memilih atau menentukan masa depan yang ingin aku lihat. Hanya di beberapa waktu, bila ada sesuatu yang berbahaya atau sebuah bencana besar, aku mendapat penglihatan sebelum hal itu terjadi. Ah, kadang aku melihat masa lalu juga."

"Lalu, bagaimana kau membantu orang-orang? Kata mereka kau memberikan saran atas peruntungan mereka."

"Menilai peruntungan dan memberi saran itu sesuatu yang bisa dipelajari. Asal kau tahu, dunia ini bergerak dengan hukum dan siklus tertentu," jelas Ash bangga, "Selain itu, orang-orang juga datang untuk pengobatan. Memulihkan energi dan melakukan penyucian adalah salah satu layanan terbaik di kuil kami."

"Ah, begitu rupanya. Omong-omong, aku jadi penasaran kira-kira antara kau dan Yse siapa yang lebih hebat soal mengobati, ya. Sakit, sakit, sakit!" Jake berteriak kesakitan karena Yse mengikat kain pada lukanya dengan keras.

"Jangan memikirkan hal yang aneh-aneh!" sungut Yse.

Setelah mendapat restu dari walikota, Ash berangkat dengan membawa tiga anak hilang yang belum lama ditemuinya; Jake, Yse, dan Joan. Walau begitu, tetap saja ada beberapa orang yang tidak suka dengan keputusan walikota yang membiarkan Ash pergi.

Alhasil, mereka pun harus kabur dari kejaran orang-orang itu. Dalam pelarian mereka, Jake tidak sengaja tersandung akar dan betisnya tergores batu tajam hingga terluka.

"Sebenarnya aku ingin menanyakan ini sedari awal," kata Ash, "Jake, apakah kau juga memiliki kekuatan?"

"Daripada kekuatan, kami lebih senang menyebutnya berkat," Jake menyandarkan punggungnya pada sebatang pohon, "Bukan hanya aku saja, tapi Yse dan Joan juga. Yse bisa menumbuhkan semua tanaman yang dia inginkan lalu Joan... Oh iya, aku tidak tahu berkatmu apa."

"Berkat? Maksudmu kutukan?" asap hitam naik dari tempat yang diduduki Joan, membumbung tinggi dan membuat layu beberapa helai daun pohon di atasnya, "Hal seperti ini mana bisa aku menyebutnya berkat?"

"Tapi, bukankah kau bisa melakukan apa saja dengan kekuatanmu? Kau hanya butuh berlatih untuk menggunakannya," kata Yse sambil menepuk pundak Joan beberapa kali, "Nah, sekarang kita mau pergi kemana? Kalau Ash bilang itu adalah iblis, apa kita harus pergi ke neraka?"

"Itu tidak perlu," kata Jake, "Ash bilang pasukan iblis akan datang ke permukaan dan membawa bencana. Kita tidak perlu menyusulnya karena mereka akan datang sendiri ke sini."

"Kalau menunggu mereka datang, tidakkah itu akan sangat terlambat?" tanya Ash resah.

"Makanya, yang perlu kita lakukan sekarang adalah menghimpun kekuatan terlebih dahulu. Aku yakin pasukan iblis tidak sama seperti pasukan manusia yang bisa dihabisi dengan satu sambaran petir."

"Bagaimana caranya, Jake?"

Jake menunjuk Ash, "Gunakan intuisimu untuk menemukan para pemilik berkat yang lain."

"Aku?"

.

.

Tentang bagaimana caranya menemukan pemilik berkat lain seperti yang Jake minta, Ash tidak dapat memikirkannya sama sekali. Mereka berjumpa secara tidak sengaja, seolah takdir sudah menentukan demikian.

Oleh karena itu, Ash hanya asal menunjuk saja ketika dihadapkan pada dua jalan bercabang. Ash percaya bahwa pada akhirnya takdir akan menuntun mereka untuk saling bertemu tanpa perlu bersusah payah.

Lalu, takdir yang dia percaya itu membawa mereka ke sebuah kota besar yang ditempuh dengan perjalanan selama tujuh hari menyisir hutan dan pegunungan.

"Kita harus mencari orang yang akan membeli ini," Yse mengangkat satu kotak berisi tanaman obat dan bagian tubuh hewan untuk dijual seperti daging, tanduk, dan kulit. Namun, setelah mengunjungi hampir semua toko di sana, tidak ada satu pun yang ingin membelinya.

Lagi-lagi, mereka akan segera menghadapi krisis keuangan.

"Kota sebesar ini bagaimana bisa tidak ada yang membutuhkan tanaman obat dan daging hewan," keluh Jake. Mereka berhenti di sela-sela antara dua gedung tinggi, berjongkok dan menyender di dinding untuk beristirahat.

Ash menanggapi, "Justru karena kota besar, mereka pasti sudah punya pemasok terpercaya atau sejenisnya. Ku rasa mereka cukup berpendidikan untuk tidak membeli dari orang asing."

"Kau mau bilang kami tidak berpendidikan begitu?"

Ash tidak menjawab. Di matanya, baik Jake, Yse maupun Joan, mereka jelas sekali bukan anak yang pernah pegang buku bahkan yang paling parah bisa jadi juga buta huruf. Apalagi anak-anak ini juga tidak punya rumah dan terus hidup di jalanan.

Kalau dipikir lebih dalam, Ash jadi merasa kasihan.

"Sama sepertimu, kami di sini juga karena tidak diterima di tempat asal kami," celetuk Jake seolah tahu isi pikiran Ash. Jake memainkan ujung jarinya dengan wajah sendu, "Makanya kami lebih senang menyebut kekuatan ini sebagai berkat kerena dengan begitu kami tidak akan terlihat terlalu menyedihkan."

Yse menambahkan, "Meskipun di sudut hati kami masih merasa bahwa kekuatan ini juga sebuah kutukan. Entah kesalahan apa yang pernah kami lakukan di masa lalu hingga dewa menghukum kami seperti ini."

Joan hanya mendengar saja, tanpa menambahi atau memberi komentar. Apa yang dikatakan Jake dan Yse sudah cukup untuk mengungkapkan semuanya. Walaupun sebenarnya akan sungguh tidak adil bila semua penderitaan mereka hanya dituliskan dalam beberapa paragraf novel.

"Yah, ku rasa malam ini lebih baik kita makan sendiri saja dagingnya dan tentu kita akan tidur di luar karena tidak ada cukup uang untuk menyewa kamar," kata Jake final.

Mereka mengambil tempat yang lebih dekat dengan hutan supaya bisa membuat api unggun. Sejak Ash bergabung, mereka tidak lagi kesulitan menyalakan api. Meskipun Joan bisa membuat api, sulit untuk mempertahankannya karena api Joan kecil sekali.

Anak itu lebih senang menggunakan energi hitamnya mentah-mentah daripada memanfaatkannya untuk kemampuan yang lebih berguna seperti membuat api misalnya. Yse pernah memberitahu Joan, kalau dia berlatih lebih banyak mungkin saja Joan bisa membuat sihir yang lebih bagus. Entah Joan mendengarkannya atau tidak.

"Kira-kira bagaimana kita akan bertemu dengan pemilik berkat berikutnya, ya?" Jake membaringkan tubuhya, menatap langit biru dongker di atas puncak daun-daun berwarna perak, "Apakah dia anak terbuang yang dibenci semua orang, pesakitan yang diadili massa atau–"

Duarrr!

Kalimat Jake terpotong oleh suara ledakan dari salah satu gedung yang tidak jauh dari tempat mereka berada. Bergegas, mereka berlari menuju sumber suara dan menemukan sebuah rumah yang cukup besar terbakar begitu hebat.

Di depan rumah itu, seorang pemuda bertubuh tinggi berdiri memunggungi mereka. Dia menoleh dengan mata penuh keputusasaan dan darah menetes dari ujung jarinya.

Ash percaya bahwa takdir memang akan selalu menuntun mereka ke jalan yang benar, "Itu dia."

"Jake!" Yse memanggil Jake yang tiba-tiba bergerak cepat ke arah pemuda itu.

Jake menarik tangannya dan mengajaknya pergi dari sana. Mau tak mau, mereka mengikuti saja. Jake membawa pemuda itu jauh menembus hutan, setidaknya cukup jauh dan tersembunyi dari petugas yang mungkin saja akan mengejar mereka setelah ini.

"Aku tidak percaya bahwa lagi-lagi aku akan menyelamatkan seorang buronan."



-to be continued-

Seharusnya ini diupdate hari minggu kemarin, tapi saya sedang sedikit kerepotan.

CLANS: Tale of Warriors| ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang