"mother....father....sister" panggil Draco berlari ke ruang tengah.
"pelan pelan Draco" ucap Lucius tegas.
"ada apa brother kau terlihat sangat bahagia" Blair benar benar bingung saat ini, tak biasanya Draco terlihat sangat bahagia sampai berlari dari kamar nya ke ruang tengah.
"bagaimana aku tak bahagia, kita sudah mendapat kan surat dari hogwarts, lihat" ucap Draco cepat sambil memeperlihatkan dua surat di tangan nya.
Sedetik kemudia Blair melompat ke pelukan Draco, dan mereka berpelukan dengan penuh kebahgiaan, sebab kerja keras mereka untuk berlatih sihir tak sia sia, hingga mereka bisa bersekolah di sekolah impian mereka. Dan tentu saja mereka tak sabar untuk bertemu teman baru juga petualangan baru.
Lucius dan Narcissa turut senang melihat putra putri nya, memiliki semangat yang tinggi untuk belajar.
"nah karena hari ini hari yang spesial untuk kalian, mom akan buat makanan favorit kalian" Narcissa merangkul Blair dan Draco lalu mengajak nya duduk di meja makan.
"yey!! ayam panggang madu!!" seru Blair, Draco dan Lucius.
"baiklah kids besok kita akan membeli kebutuhan sekolah kalian" ucap Lucius dengan senyuman hangat nya.
"horee!!" seru Blair dan Draco.
"congratulation brother" setelah mengucapkan selamat Blair mencium pipi kanan Draco, membuat Draco lagi lagi memerah,padahal Blair sering mencium nya. Hanya ciuman di pipi, mereka masih terlalu kecil untuk mendapatkan first kiss.
"hehe, you to sist" dan sekarang giliran Blair yang memerah, karena Draco mencium kedua pipi Blair.
"father dimana aunty?" tanya Blair sambil menatap sekeliling ruangan mencari keberadaan bibi nya yang selama ini mengajarkan mereka mantra.
"dia sedang ada urusan, mungkin besok dia pulang" jawab Lucius meneguk gelas wine nya.
"kita harus memberi tahu aunty nanti" Draco berkata dengan semangat dan di balas anggukan kepala oleh Blair.
Makan malam di mulai seperti biasanya. Tapi seketika pertanyaan yang selama ini ada di pikiran Blair kembali muncul. Ia mengumpulkan keberanian nya lalu memikirkan kata kata yang tepat untuk bertanya agar Lucius dan Narcissa tak tersinggung atau marah.
•Blair pov
Aku sedang menunggu waktu yang tepat untuk menanyakan hal ini. Aku benar benar penasaran, semenjak aku mendapatkan mimpi buruk itu.
"huh perutku sudah penuh"
"Draco jangan seperti itu nanti kau bisa muntah, ayo duduk yang benar"
"seperti biasa makanan ibu kalian yang terbaik"
"hahaha kau ini"
"iya mom dad benar"
"mom, dad apakah aku anak kalian" ok aku rasa ini waktu yang tepat. Tapi mom dan dad terlihat seperti melakukan telepati. Entahlah.
"mengapa kau bertanya seperti itu sweetheart?" tanya father lembut.
"entahlah aku hanya bertanya" jawabku seada nya.
"tentu saja kau anak kami sayang, apa kau sedang ada masalah?" kini giliran mom yang bertanya.
"emm sebenar nya aku sangat penasaran dengan mimpiku. Di mimpi itu aku melihat mother sedang memangku Draco, lalu father yang berada di sebelah priayang mungkin akan segera mati, lalu aku yang berada di tengah tengah wanita dan pria yang kalian tangisi" cerita ku panjang lebar, dan mereka terlihat sedikit gugup, maybe.
"tidak mungkin sayang mungkin itu hanya lah imajinasi mu" ucap father.
"tidak father, aku tidak sedang berimajinasi, lagi pula siapa yang ingin memiliki imajinasi seburuk itu" aku sedikit gemetar saat mengatakan hal ini. Mungkin sebentar lagi air akan keluar dari mataku dan terjun bebas lalu membentuk sungai di wajahku.
Semua diam, mungkin Draco tak ingin berani bicara karena father sedang menahan emosinya, bagus Blair kau akan segera di terkam oleh father.
"aku hanya penasaran kenapa aku tak memiliki rambut pirang seperti kalian, mengapa aku memiliki kulit berwarna gelap sedangkan kalian memiliki kulit putih pucat,kenapa aku tak memiliki sedikit pun kemiripan dari kalian, dan ini yang ingin sekali kutanyakan. Siapa itu Thomas dan Bianca?" fyuh lega juga.
Mungkin ini akan menjadi sejarah, karena aku melakukan nya dengan dua nafas. Tapi sejarah itu hancur begitu saja saar father memukul meja dengan kuat.
brak....
"jika kau memang ingin tahu siapa dirimu sebenarnya, ya kau bukan lah anak kami, kami sudah menganggap mu sebagai anak kami saat kedua orangtuamu meninggal di hari saat aku dan istriku ingin membeli rumah mu. Kemiripan tidak lah begitu penting dalam suatu keluarga. Kami sudah menyayangi mu layak nya putri kami jadi tolong jangan membuat kami merasa sedih dan bersalah" jawaban yang selama ini tak pernah ku bayangkan.
"jadi selama ini dugaan ku benar" aku sudah tak bisa menahan air mataku.
"nak maafkan kami, karena tak pernah memberi tahu mu" mother mengelus kepala ku lembut. Tapi aku tak menanggapi ucapan nya aku sangat marah dan sedih.
Karena tak kuat lagi, aku berlari ke kamar ku tak peduli teriakan mereka, aku hanya ingin...sendiri.
🐉🕊️
-be sure to click on likes and comments
-don't copy my story
-sorry for the typo
-hope you all like it
Byeeeee👋💚🧡
