Yuuta panik melihat kotak cincin tergeletak di lantai.
Sejak kapan-
"Senpai ?"
"Oh-" dia menjawab cepat, suaranya menghilang saat dia melangkah menjauhi Megumi, tidak tahu harus jujur atau bohong. "Ya. Itu untukmu." dia akhirnya memilih untuk jujur.
Megumi menganga mendengarnya. Tangannya terjulur meraih kotak cincin itu. Berbeda dengan gelang kemarin yang di kotaknya tertera harganya, kali ini tidak.
Dia berbalik perlahan menatap kakak kelasnya, alisnya berkerut bingung.
"Kenapa Yuuta memberiku cincin ? Senpai ingin melamarku ?"
Ah, ini dia, pertanyaan yang tidak diinginkan Yuuta.
Kenapa sih dari segala hadiah, dia harus memilih cincin ?!
Sepertinya setelah dia meninggalkan kamar ini, dia harus memblokir nomor Megumi dan merencanakan rencana pelarian. Pikirannya itu terhenti sejenak ketika suara adik kelasnya yang lembut terdengar lagi.
"Ah. Apakah ini cincin persahabatan ?" Jari-jari Megumi masih memegang kotaknya walau matanya menatapnya sepenuhnya.
Yuuta mengangguk cepat, memaksa senyuman muncul di wajahnya.
"Ya," dia membual. "Ini hari ulang tahunmu. Dan aku kepikiran untuk membelikanmu cincin persahabatan.""Ah..terimakasih" Megumi mengangguk. Pipinya merona merah muda saat dia memakai cincinnya. Yuuta seharusnya tidak merasa senang karena ini hanya hadiah semata."Tapi senpai membelikan hadiah mahal untukku lagi." Dia melanjutkan ucapannya. "Bagaimana aku bisa membalasnya?"
Yuuta hanya mengangkat bahu. "Itu tidak mahal."
Megumi melotot, tidak tahu apakah kakak kelasnya itu gila atau terlalu kaya.
"Oh." Dia membalas. "Satu juta yen itu mahal, Yuuta. Dan biasanya memberi teman barang semahal itu—" dia menghela napas sesaat sebelum melanjutkan. "Itu tidak normal, Senpai."
"Terima kasih atas perhatiannya, Megumi," Yuuta berkata sarkas. Dia sedikit merasa kesal. Dia tidak keberatan membelikan hadiah mahal untuk Megumi. Lalu kenapa adik kelasnya sepertinya tidak suka ?
Mereka berdiri berhadapan dalam keheningan lama setelah itu. Wajah Yuuta memanas dengan setiap detiknya.
"Dengar... baiklah... kau tidak suka itu? Maaf karena selalu melakukannya kalau begitu..." Bahunya sedikit menegang saat dia memaksa dirinya berbicara.
Dia menunggu beberapa saat untuk mendengar jawaban Megumi, tetapi adik kelasnya itu hanya menatapnya lama, sampai Yuuta tidak tahan lagi. Tidak yakin harus berkata apa lagi, dia berbalik dan berjalan menuju pintu.
"Yuuta-" Megumi memanggil, lemah lembut seperti dirinya yang biasa dan tidak seperti beberapa saat yang lalu. Dia meremas-remas tangannya sendiri ketika Yuuta melihat ke arahnya, bahunya membungkuk dengan sadar. Dirinya dipenuhi kegugupan yang tidak ia ketahui penyebabnya. Rona merah muda merayap di pipinya sampai ujung telinganya.
"Bukan begitu, Yuuta," Ia berkata. "Aku hanya khawatir kau memaksakan diri membeli hadiahnya. Aku akan senang mendapat hadiah darimu di masa mendatang."
Yuuta mengabaikan perasaan senangnya saat Megumi mengimplikasikan bahwa mereka tetap akan berhubungan di masa depan.
"Maaf," dia berkata lembut. "Aku membuatmu khawatir."
Megumi mengangguk. Rona merah di wajahnya muncul lagi saat melihat hadiahnya. Dia tidak percaya dia mendapat sebuah cincin. "Aku tidak percaya kau memberiku cincin."
"Kau tidak menyukainya ?" Yuuta bertanya dengan wajah pucat. Apakah benar dia harus kabur ?
"Ini bagus, tapi..." Megumi menggigit bibirnya, membuatnya sedikit berdarah. "Kukira cincin hanya untuk lamaran."
Sial. "Kita berpacaran, Megumi."
"Kita pacar pura-pura, senpai."
Ouh, itu menyakitkan.
Yuuta menghela napas suram. "Apakah lebih baik aku mengembalikannya ?"
Ekspresi wajah Megumi berubah. "Tidak. Aku menyukainya."
"Aku senang," Yuuta membalas. Perasaan hangat di hatinya muncul lagi. "Aku tidak memberikanmu hadiah karena mengharapkamu membalasnya oke ? Aku kebetulan melihat cincin itu dan terpikirkan dirimu." Hadiah yang cantik untuk dirimu yang cantik.
"Aku cantik?"
Mata Yuuta melebar, tidak sadar mengucapkan kata itu keras-keras. Ia melihat Megumi yang merona malu di depannya. Pipinya memanas nelihat itu. Suasana di sekitar mereka berubah menjadi seperti berbunga-bunga.
Tuhan, kenapa dia bisa keceplosan...
Sebelum dia bisa membalas apapun, Megumi berbicara lagi, kata-katanya tak terduga sama sekali.
"Seseorang yang kukenal juga beberapa kali bilang begitu," Ucapnya.
Yuuta mengerjapkan matanya, tidak yakin harus menjawab apa. "Apakah kalian...?"
Megumi tersenyum. "Tidak, aku dan dia tidak ada hubungan romantis apapun."
"Temanmu," Yuuta berkata lagi, tidak yakin akan perkataan yang akan dia tanyakan bahkan ketika itu belum terlontar dari mulutnya. "Bagaimana kamu tahu bahwa dia tidak mencintaimu ?"
Megumi hanya mengangkat bahu. "Itu sangat jelas."Dan kalaupun iya, itu hanya karena aku mirip dengan orang itu.
"Bagaimana denganmu, Yuuta?" tanyanya. "Kamu pernah jatuh cinta?"
Yuuta merasa tubuhnya menegang tanpa sadar, kaku seperti baru disiram air dingin. Mulutnya kelu tidak bisa menjawab.
"Tidak," dia memaksa suaranya keluar.
Megumi mengangguk, matanya melebar penuh tanya, dengan jelas memperhatikan bahasa tubuh Yuuta bahwa topik ini merupakah hal tabu untuk pria itu. Ada apa?
"Megumi. Aku pamit pulang dulu ya. " Yuuta berkata, membuyarkan lamunan Megumi. Ekspresi suram di wajah pria itu belum hilang, membuatnya merasa bersalah. "Beri tahu aku jika kamu membutuhkan sesuatu. "
"Oke."
Yuuta bisa merasakan tatapan mata Megumi yang mengikutinya saat dia pergi. Dia merasa pusing, dadanya sesak mengingat Rika. Sebagian dari dirinya ingin kembali ke kamar adik kelasnya itu, takut jika pria itu marah. Tapi rasa sedihnya menang. Ia perlu waktu sendiri.
Tepat saat dia sampai kamarnya, teleponnya berdering di sakunya. Dengan cepat ia menggesek membuka kunci layarnya. Dia menemukan pesan dari adik kelasnya.
Megumi: Jika Yuuta mau bercerita, kamarku terbuka untukmu kapanpun.
Senyum Yuuta mengembang. Dengan cepat dia membalasnya.
Yuuta: Terimakasih Megumi :)
TBC or not ?
Silahkan Vote jika ingin dilanjut
Pertemuan Gojo dan Yuta sudah dekat :)
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Pacar Pura-Pura
FanfictionKetika Yuuta akhirnya tidak tahan lagi dengan adiknya yang selalu menjodohkannya, dia meminta adik kelasnya yang manis, Fushiguro Megumi untuk berpose sebagai pacarnya. "Ini pacarku, Hina. Namanya Megumi."