6. Gojo

1.2K 166 17
                                    


Megumi baru saja menyelesaikan makan paginya ketika teleponnya berdering. Dia mencuci tangannya yang berminyak sebentar sebelum dengan cepat mengangkat telepon dan menjawab panggilannya, mengira teleponnya dari Yuuta. Dia baru saja berpisah dengan kakak kelasnya satu jam yang lalu. Jadi ada apa lagi kali ini?

"Megumi, kenapa kau jahat sekali meninggalkan senseimu yang sedih sendirian~"

Ah, Gojo sensei.

"Sensei, tolong kecilkan suaramu sedikit ?" Megumi mengerang sambil menjauh sedikit dari telepon.

Dia bisa mendengar Gojo merajuk di ujung telepon. "Megumi~"

Hah. Megumi menghela napas panjang. "Maaf, sensei karena meninggalkanmu tadi pagi," katanya dengan lebih tenang. "Apa ada masalah?"

Dia mengerutkan kening saat gurunya menanggapinya dengan desahan berat. Dia bisa membayangkan gurunya yang biasanya ceria tampak lelah kali ini. Hari ini hari spesial, afterall.

"Aku mengalami... mimpi-mimpi itu lagi," kata Gojo, suaranya terdengar serak. "Aku sudah minum teh untuk menghilangkannya, tapi aku kehabisan teh yang kamu berikan padaku. Apa kau punya lagi?"

Megumi berusaha untuk tidak merasa senang ketika gurunya sedang patah hati, tetapi sulit untuk memaksakan senyum yang merayap ke sudut mulutnya. Sangat jarang dia merasa dibutuhkan oleh gurunya itu, apalagi merasa memiliki sesuatu yang sangat berharga untuk diberikan. Dia tahu gurunya tidak mengharapkan apa-apa saat mengadopsinya, tetapi dia tidak bisa merasa tidak berhutang budi pada pria itu. Dan saat-saat seperti ini adalah momen jarang di mana gurunya akan memanggil Megumi untuk menemaninya, dan Megumi menyenangi itu.

"Oh, aku akan melihat stok tehku." Megumi keluar dari kamarnya menuju lemari tempat dia menyimpan bahan dapur. Dia meraba-raba di rak atas, mencari teh hijau disana. Dia menemukan stok tek sedikit dan cuma bisa untuk satu teko teh, yang berarti sudah waktunya ia untuk belanja ke supermarket lagi.

"Aku punya sedikit, sensei." dia berkata. "Aku akan membawanya ke kamarmu setelah ini. Jika kau tidak kuat, gosokkan sedikit minyak bayi di kepalamu. Minyaknya aku tinggalkan di laci kiri meja kamarmu" Dia memutuskan untuk ke kamar gurunya terlebih dulu sebelum ke supermarket.

"Kau menaruh apa di mejaku?" tanya Gojo, rasa tidak percaya yang lelah merayapi nada suaranya. "Megumi, aku kan bukan anak-anak~"

Sikapmu sama seperti anak kecil.

"Gosokkan saja sensei. Aku akan segera kesana. Dah." Megumi menutup teleponnya dan kembali ke kamarnya untuk berpakaian. Dia mengemas teh terakhirnya di tas plastik.

Dia sampai di depan kamar Gojo beberapa menit kemudian. Sebelum dia bisa mengetok pintunya, gurunya itu sudah membukanya. Pria itu melambaikan tangannya ceria sambil menariknya ke dalam.

Untuk seseorang yang mengatakan dirinya sedang sedih, Gojo tampak bahagia sekali. Pria itu dengan cepat merebut teh darinya dan segera menyeduh dua teh. Saat Megumi melihatnya akan menuangkan beberapa sendok gula ke teh miliknya, dia langsung berdiri.

"Biar aku saja, sensei" desis Megumi, kesal ketika gurunya mencoba meraih toples gulanya dan berusaha merebut kembali benda itu.

"Mou, Megumi, berikan." Gojo tidak mengindahkan permintaan Megumi sama sekali.

Megumi menatap kesal saat Gojo memeluknya erat untuk menjaga tubuhnya tidak bisa bergerak sambil mengangkat toplesnya ke atas. "Megumi sekali-kali harus minum teh dengan banyak gula. Itu akan lebih enak."

"Aku bisa menambahkan sedikit lemon untuk rasa," Megumi bersikeras, berusaha meraih toples gula di luar jangkauannya.

Gojo hanya mengangkat alisnya, pendiriannya tidak goyah sama sekali.

Beberapa detik berlalu tanpa perubahan membuat Megumi akhirnya mengalah. 

"Baik, tapi tambahan gulanya hanya sedikit", dia menjawab dengan sedikit mengerang. Dia tidak benci manis, tapi rasa manis menurut Gojo itu hal yang berbeda.  Kadar manis pria itu beberapa kali lipat orang normal.

Puas bahwa dia berhasil, Gojo melanjutkan menyeduh tehnya sebelum memberikannya ke Megumi. Dia mengangguk puas ketika muridnya itu perlahan meminumnya.

Megumi balik menatap Gojo ketika dia merasakan tatapan mata pria itu. Dia menemukan gurunya memperhatikannya penuh, kepala pria itu condong ke depan agar bisa lebih memandangnya. Sebuah senyuman yang Megumi tidak tahu apa artinya tampak di wajah gurunya itu sebelum menghilang digantikan senyuman cerianya yang biasa.

"Megumi imut sekali, tadi menolak tapi sekarang meminum semuanya," komentar Gojo, melihat ke arah cangkir yang sudah kosong. "Imut~"

Megumi tidak menjawab dan hanya mengangkat bahu. Dia  melangkah ke ke laci meja tempat dia meninggalkan minyak bayinya dan menariknya. Dia yakin Gojo belum mengoleskannya.

"Ini, sensei." Dia meletakkannya didepan gurunya.

Gojo merajuk. "Tidak mau. Aku bukan anak kecil."

Megumi menghela napas melihat tingkah childish Gojo.

"Aku akan mengoleskannya padamu," dia membalas, berharap tawarannya itu akan berhasil.

"Benar ?"

"Iya."

"Oke, Megumi.~"

Megumi tidak melawan saat tangan Gojo merangkul bahunya. Dengan cekatan, dia mengoleskan minyaknya di pelipis pria itusampai belakang leher gurunya beberapa kali. Gerakannya terhenti saat Gojo mengeratkan pelukannya.

"Sensei ?"

Saat gurunya tidak menjawab, Megumi hanya membiarkannya. Lagipula, pelukan Gojo terasa menenangkan untuknya. Dia tidak apa dipeluk seperti ini jika tidak ingat harus belanja setelah ini.

"Sensei ?" tanya Megumi cepat. "Aku harus pergi sebentar lagi."

Gojo langsung melepaskan pelukannya. "Eh ? Megumi akan langsung pergi ?"

Megumi mengangguk. "Iya, aku harus berbelanja."

"Kamu butuh sesuatu? Mau ditemani ?" Gojo bertanya cepat. "Punya cukup uang untuk membeli bahan makanan?"

Megumi tahu jika dia menjawab iya, maka Gojo akan memberikan berapapun yang dia minta, tetapi dia menggelengkan kepalanya. 

"Uangku masih ada, sensei dan aku sendirian saja," 

"Oke~"

Megumi mengangguk dan melangkah keluar kamar. Saat sampai didepan pintu, ia teringat sesuatu.

"Oh ya, lupakan dia untuk sesaat, sensei. Sensei butuh istirahat." Tanpa menunggu jawaban Gojo, dia menutup pintunya. 

Dia tidak perlu mendengar balasan pria itu. 

Dia sudah tahu jawabannya.

Segera setelah itu dia berjalan ke supermarket. Disaat dia memasuki bangunan itu, Megumi langsung merutuki keputusannya berbelanja siang itu. Dia melihat Yuuta beberapa meter darinya, tampak kasual dengan kaos dan celana jins.

Sungguh. Megumi akan senang bertemu kakak kelasnya itu jika dia sendiri. Sayangnya bukan itu yang terjadi.

Sebelum Megumi bisa keluar ataupun sembunyi, orang disebelah kakak kelasnya itu sudah keburu  melihatnya. Orang itu langsung berteriak dan melambaikan tangan menyapanya.

"Kak Gumii, kita bertemu lagii !"

Megumi mungkin harus mandi kembang setelah ini untuk mengurangi kesialannya.


TBC or not ?

Silahkan Vote jika ingin dilanjut

[BL] Pacar Pura-PuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang