AKU mengingatnya.
Tahun DXII kalender kekaisaran, ketika perang di perbatasan Timur Adenium.
"Apa dia berasal dari pihak musuh?" Aku bertanya kepada Duke Astello generasi ke-37 yang berdiri satu langkah di belakang.
"Dari penampilannya, sepertinya bukan, Yang Mulia. Dia mungkin hanya tersesat."
"Begitu?" Mataku kemudian berpendar meneliti wajahnya yang jika semakin dilihat seakan aku sedang melihat versi mini dari diriku sendiri dengan jenis kelamin yang berbeda. "Aku benci rupa anak ini."
Lalu, pedang yang berada di sarung lantas kutarik. Mengarahkan ujung mata pedang ke lehernya, kemudian menjauhkan dan melayangkan pedang dengan gerakan cepat. Tepat sebelum sisi tajam pedang memenggal kepalanya, kalimat terakhir yang dia katakan dengan senyuman tipis adalah,
"Aku sayang Papa."
Tahun DCCXII kalender kekaisaran, ketika seorang anak perempuan mendatangiku dan mengaku sebagai putriku.
Kembali mengulang perintah yang sama, aku berkata dengan nada sinis. "Jawab aku." Dengan perlahan melangkah mendekat sedangkan tangan kananku yang memegang Pedang Naga mengeluarkan aura biru pekat. "Kau tahu aku tak suka menunggu, 'kan?"
Dia mengatupkan kedua telapak tangan; menatapku dengan air mata yang menumpuk di pelupuk mata. Sedangkan emosiku benar-benar mencapai puncak ketika melihatnya hanya terdiam sembari menahan tangis. Dengan gerakan cepat, sisi Pedang Naga telah menempel di lehernya.
Aku menatapnya tajam sementara dia memandangku dengan membuat ekspresi sedih. Sudut alisnya turun dan saling mendekat; membuatnya terlihat miring. Sudut mulut yang ditarik ke bawah serta bibir yang ditarik keluar; wajah yang sedikit memerah. Dia cukup lama memperhatikanku sebelum menurunkan kedua tangan mendekat ke bagian tubuh, berkata dengan nada yang bergetar,
"Aku sayang Papa. Walau Papa mau membunuhku sekalang."
Tetapi, aku menyeringai, menjauhkan pedang, lalu mengarahkannya ke sisi samping lehernya.
Lalu, tahun CMXIII kalender kekaisaran, di masa sekarang.
Ketika dia mendatangiku kembali dan mengaku sebagai putriku untuk yang kedua kali.
Seluruh perkataan yang sering terlintas bukanlah mimpi melainkan ingatan masa lalu yang tidak sengaja terlupakan. Kedua tanganku mendadak gemetar. Benang kusut yang menjalar di pikiran perlahan terurai dan membentuk sebuah garis. Pertanyaan yang selama ini tidak terjawab akhirnya menemukan titik terang.
Hubungan Elora dengan masa lalu adalah sebuah eksistensi yang terulang hingga saat ini sebab dari awal yang menjadi tujuan akhirnya adalah diriku. Bahwa benar dia datang sebagai hukuman atas segala dosa-dosaku.
Berjalan mundur sembari memegang kepala. Dadaku tiba-tiba berdebar. Seketika tidak siap dengan akhir yang telah kuketahui. Tetapi, jika dipikirkan kembali, aku masih punya waktu sebelum saat yang ditentukan tiba. Kalau aku membunuhnya sekarang, maka kehancuranku tidak akan terjadi. Aku juga sudah memberinya racun sehingga hanya perlu menunggu waktu hingga dia mati karena tak tertolong.
Sekonyong-konyong aku mendekat kembali. Menatapnya yang masih terlelap dalam efektivitas racun. Dia terpejam dengan sangat nyenyak; makhluk lemah yang kecil dan hangat. Kalau melihatnya dari jarak sedekat ini, seakan bisa kuhancurkan hanya dengan sedikit tenaga. Tetapi, tingkah laku, senyuman, dan perkataannya seperti memberikan perlindungan dari keinginanku menghabisinya.
Lalu, seperti disihir, tangan kanan yang semalam membelai kepala Elora masih terasa hangat seperti baru beberapa saat lalu menyentuh rambutnya.
Aku menjadi ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elora: My Little Princess
FantasyThe Best Gift From Me to You: Book #1 Kaisar yang baru saja pulang dari medan perang membawa kemenangan bagi negerinya, Adenium, tiba-tiba saja dikejutkan oleh kemunculan seorang anak perempuan kecil berumur 5 tahun dari dalam karung goni milik sala...