Chapter 33: The First Snow - Part 2

1.6K 191 5
                                    

DEMI menghemat mana, aku menaiki kuda menuju Desa Forsythia. Melewati ibukota yang masih sepi; memacu kuda lebih cepat; menerobos hutan Desa Anemone dan melewati jalan tikus. Perjalanan menuju ke sana tidak akan memakan waktu lama karena hanya aku seorang yang pergi. Tanpa harus beristirahat karena adanya perbedaan stamina antara aku dan ksatria istana; aku dapat leluasa berlari bersama kuda.

Kepergianku pun hanya diketahui oleh beberapa orang: Hamon Quante dan beberapa ksatria yang ada di bawah komando Tangan Kananku. Bahkan aku sengaja tidak memberitahu Perdana Menteri Adenium, Leocadio Xenos, dan hanya menyuruh Hamon untuk memberi kabar esok hari. Meski dia akan mengomeliku karena pekerjaannya bertambah begitu kembali; aku tetap tak peduli.

Kuda hitamku melompati pohon yang tumbang; menerjang semak-semak belukar; serta daun kering yang berjatuhan dan menumpuk di tanah; kami melaju tanpa hambatan berarti. Terdengar suara ayam berkokok dan cahaya yang remang-remang di ufuk timur ketika aku telah tiba di Desa Forsythia.

Memasuki perkampungan, keadaan Forsythia tidak jauh berbeda dengan Petunia; dari segi ekonomi, penduduk, dan sosial. Tetapi, nilai tambah bagi desa ini adalah ketika banjir menerjang; mereka bisa segera bangkit karena terjangan banjir tidak separah dengan yang ada di Petunia sehingga rumah-rumah penduduk awet dan tidak terdapat bekas banjir yang parah.

"Saya memberi salam kepada Bintang Adenium."

Sipir penjara menunduk hormat ketika melihatku dari jarak yang lumayan dekat. Memakai seragam lengkap dan pedang yang selalu disangkutkan di sisi kanan, dia menundukkan kepala dan berkata,

"Silakan masuk, Yang Mulia."

Tanpa menjawab sapaan mereka, aku melompat turun dari kuda. Memberikan tali kendali kepada salah satu sipir penjara dan melangkah masuk ke dalam lorong yang mendapat sedikit cahaya dari obor. Sembari mengangkat tangan kanan ke atas; aura biru pekat muncul perlahan; mengelilingi tanganku; kemudian tersusun ke atas lalu di detik berikutnya Pedang Naga muncul dari sana.

Meski kekuatan kegelapan sedang tidak stabil dan saat ini cukup beresiko mengeluarkan Pedang Naga; aku tetap nekat untuk menerobos stamina diri dan mengandalkan mana untuk mengontrol pedang tersebut. Semakin melangkah ke dalam, keringatku mulai mengucur di dahi; maka dari itu, aku mempercepat langkah dan membuka gembok sel dengan tidak sabar.

Trang!

Suara pedang yang beradu dengan rantai lalu disusul dengan ketakutan orang-orang yang tanpa sengaja terbangun setelah mendengar keributan dari rantai yang terputus; aku melangkah masuk dan memperpendek jarak dengan seorang pria yang sedang memundurkan langkah; bersembunyi di paling sudut sel yang tidak mendapat cukup cahaya.

Aku mengeluarkan Pedang Naga dan menargetkan dada dan kepala. Lalu, begitu melihat seseorang yang hendak kabur, secara asal aku mengayunkan pedang hingga tanpa sengaja salah satu lengannya putus dan menyemburkan banyak darah mengotori wajah dan pakaianku yang berwarna hitam.

Teriakan sertamerta memenuhi ruang penjara dari seluruh sel. Mereka menggoyangkan pintu sel dan memohon untuk dikeluarkan. Tetapi, aku dengan fokus yang masih berada pada sel pertama seakan tidak mendengar karena asik membantai penghuni sel pertama dengan leluasa.

"TOLONG SELAMATKAN SAYA!"

Nyaris semua orang meneriakkan kalimat yang sama. Tetapi, bagiku dan bagi sipir penjara yang berjaga di luar, indra pendengaran kami sedang tidak berfungsi sehingga mereka melakukan hal yang sia-sia. Meski begitu, aku menghormati cara mereka menyelamatkan diri walaupun sangat jauh dari kata berhasil karena semua orang yang ada di dalam penjara ini telah ditakdirkan untuk mati di tanganku.

"ARGH!"

Teriakan itu kembali menggema ke seluruh ruangan. Histeris; tangis; serta suara pintu sel yang beradu dengan gembok dan terali besi karena digoyang-goyangkan membuat suasana semakin mencekam. Semua penghuni sel panik dan takut ketika menyaksikan pembunuhan di sel yang berada di depan mereka. Sementara itu, darah segar mengalir secara perlahan membasahi lantai penjara.

Elora: My Little PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang