Pagi ini cukup cerah, Semesta berjalan pelan melewati lorong demi lorong kelas untuk sampai di kelasnya. ia berada di kelas Sebelas IPS Tiga, yang mana telaknya ada di lantai dua paling ujung.
kakinya terus terpacu untuk berjalan dengan telinga yang menangkap samar-samar sebuah suara halus yang bersenandung ria lengkap dengan iringan gitar, siapakah gerangan yang melantunkan bait-bait manis ini sejak satu semester yang lalu batinnya.
kaki yang semula hendak cepat sampai ke kelas itu lantas memperlambat gerak, sedikit menikmati lantunan merdu milik seseorang, ia tak begitu tau lagu ini tapi jika boleh dirinya menebak, ini adalah lagi lawas yang mungkin populer pada zamannya. selera yang memukau.
suara semakin jelas saat sampai di depan kelas Sebelas IPS Dua dengan pintu yang terbuka sedikit. dirinya mengintip pelan-pelan dari celah dan mendapati satu sosok berkulit coklat tengah duduk di kursi paling depan, lengkap dengan gitar dan lantunan merdu yang memanjakan telinga.
Semesta diam-diam tersenyum, hatinya menghangat. suara indah ini telah ia dengar sejak semester satu awal dan menjadi sangat candu untuk didengarkan dan dirinya ingin terus mendengarkan lantunan lagu-lagu lainnya dari sosok itu.
"ah! aku lupa ngerajin LKS seni!" pekik sosok tadi seketika.
petikan gitar terhenti, lantunan merdu pun turut terhenti yang membuat Semesta tertegun sesaat akibat merasa geli akan tingkah laku sang teman sebaya. manis sekali untuk ia tatap, wajahnya pun demikian.
"Semesta, ngapain?" tanya sosok lain di belakang.
Semesta menjengit akibat tertangkap basah tengah melihat sosok manis di dalam kelas sana, "enggak—aku tadi ngeliat ada orang di dalem" katanya canggung.
"namanya ruang kelas ya pasti ada orangnya?" kata sosok tadi lagi.
tangan lebar milik Semesta terangkat lalu mengusap canggung pada tengkuknya, ah sialan apa yang harus ia katakan sekarang, keluhnya tanpa sadar dalam hati.
"ya tadi ada yang nyanyi soalnya, suaranya bagus" kata Semesta jujur.
"oh, Rindu ya?" tanya sosok tadi.
Semesta tercenung, "Rindu?"
"kulitnya coklat kan?" tanya sosok itu.
anggukan ia terima membuatnya sosok yang bernama Naka tadi mengangguk mantap, "itu namanya Rindu, Semesta. suaranya emang sebagus itu"
"oh yaudahh kalau gitu, aku pamit ke kelas" kata Semesta sopan lalu melangkah lebar masuk ke kelasnya.
tubuh tinggi itu lalu duduk di meja paling depan, memangku dagu dengan kepalan tangan dan tersenyum tanpa sadar. ah namanya Rindu, batinnya senang.
"kayaknya tiap pagi bakalan selalu dilewati dengan nyanyian Rindu" bisiknya tanpa sadar.
Kata orang jatuh cinta itu sangat menyenangkan, dimana hati terasa berbunga, perut dipenuhi oleh kupu-kupu dan sensasi detakan jantung yang muncul saat berdekatan dengan orang yang kita cintai adalah hal-hal yang indah.
namun bagi Rindu, apapun yang berkaitan dengan jatuh itu jelaslah sakit dan ia takut akan kesakitan. namun sialnya, ada satu umat dari banyaknya warga sekolah yang mengusik pikiran dan hatinya sejak setahun terakhir dan ia sedikit was-was.
Rindu masih bergelut dengan isi kepalanya dan tak menghiraukan panggilan dari guru yang tengah mengajar di kelas, alisnya terus berkerut sampai sebuah spidol berhasil menghantam dahinya, sosok berkulit coklat itu lantas terperanjat.
"Rindu!" tegur guru tadi lagi, kali ini dengan suara yang lebih tegas.
yang dipanggil lantas gelagapan, bangkit dari duduk lalu membungkuk dengan sopan sebagai permintaan maaf. Rindu hanya terlalu larut dalam lamunan, dirinya sedikit menyesali keputusan untuk memikirkan sosok yang menggangu pikirannya sejak seminggu itu.
"maaf buk, Rindu melamun" katanya sopan.
Guru tadi mendengus, "keluar dari kelas, saya gak mau ngajar murid yang gak fokus dalam pelajaran" usirnya.
mata lucu milik Rindu membola, ini kali pertama dalam hidup. kejadian ini sangat langka dan baru kali ini terjadi setelah bertahun-tahun bersekolah, ia dikeluarkan dari kelas akibat melamun.
lalu tubuh tinggi dengan bahu lebar yang merosot mulai berjalan menuju pintu keluar dengan wajah cemberut, anak-anak kelas hanya bisa melihatnya dengan cukup iba karena Rindu bukanlah anak yang hobi berulah dan ini kali pertama.
"kalau Ibuk tau bisa diomelin" bisiknya sendu lalu duduk di tangga depan kelas.
alisnya lantas berkerut lagi, andai saja tadi ia tak usah repot-repot untuk memikirkan sosok yang mengganggu pikiran, andai saja tadi ia mencoba untuk lebih berpura-pura fokus pada pelajaran matematika yang memang tak ia minati itu. ah semuanya hanyalah andaian yang tak tersampaikan.
"AWAS!" sebuah teriakan membuyarkan lamunan sendu milik Rindu.
sosok itu lantas mengangkat kepala cepat saat sebuah bola kali mendarat dengan cukup keras di kaki kirinya. oh mungkin sangat keras sampai-sampai Rindu bisa merasakan kebas pada kakinya.
suara langkah kaki mendekat membuat jantung Rindu turut terpacu dengan cepat jua, ah sialan desis Rindu tanpa sadar. ini dia alasan dirinya melamun dan dikeluarkan dari kelas dan kaki yang kebas.
"maaf, sakit gak?" tanya sosok tadi seraya berjongkok menatap kaki yang berbalut celana coklat panjangnya.
Rindu sedikit mundur, "gak sakit" katanya pelan.
sosok itu mendongak, pahatan rupawan itu begitu indah dan tak pernah Rindu dambakan untuk ditatap lebih dekat. mata tajam walau tampak malas itu kini menatapnya dengan sempurna, hidung mancung yang ingin sekali Rindu tarik dan jangan lupakan bibir semerah darah yang terbuka sedikit saat sang empu mengatur napas dengan cepat.
"SEMESTA! UDAH BELUM?" teriak salah satu anak di lapangan.
sosok tadi lantas menoleh sejenak lalu memungut bola yang ada di sisi kiri Rindu dan tersenyum, "sekali lagi, maaf ya?" katanya lembut.
Rindu hanya bisa mengangguk kaku sebagai jawaban lalu sosok yang ia ketahui bernama Semesta lantas berlalu dengan senyum yang masih bertengger di pahatan rupawannya itu.
ia berlalu sembari meninggalkan rasa yang semakin menjadi pada Rindu, "Semesta" bisik Rindu malu sembari menepuk dada kirinya yang masih berdetak dengan cepat.
Watanabe Haruto as Semesta
.
Park Jeongwoo as Rindu
.
So Junghwan as Naka