Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rindu mengeliat kecil akibat merasakan panas yang sedikit menerpa wajahnya. Cowok coklat itu mengerjap, membuka mata pelan lalu mundur dengan cepat menabrak dinding.
Membuat sosok yang turut lelap dalam mimpi di sampingnya tadi terlonjak bangun tiba-tiba. Keduanya lantas saling tatap dengan mata membulat, sampai akhirnya Semesta menghela nafas setelah berhasil mengontrol rasa terkejutnya.
"Itu...maaf.... Semesta kaget ya?" Tanya Rindu yang mulai duduk.
Semesta mengangguk, "dikit, emangnya kenapa kamu sampai kayak gitu tadi..?"
Yang ditanya terdiam. Tak punya jawaban pasti tapi yang pasti, Rindu terkejut akan posisi dirinya yang lelap di dada Semesta dan memeluk tubuh itu erat. Memalukan.
Wajah Rindu tiba-tiba memerah dan Semesta melotot lagi, "Indu nafasnya masih gak enak...?"
Pertanyaan bodoh. Namun Rindu syukuri karena ketidakpekaan Semesta, dirinya tak harus memutar otak guna mencari alasan yang pasti.
Rindu merangkak turun dari kasur UKS, menatap ke arah Semesta yang masih betah duduk di ranjang tanpa melepas pandang darinya sama sekali. Memperhatikan Rindu adalah kegemaraan Semesta sekarang.
"Udah sore..." Bisik Rindu.
Semesta tertawa, "kelas juga udah selesai.."
"Oh—HAH? SELESAI?" Teriakan melengking itu memenuhi ruangan uks yang hanya diisi oleh mereka.
"Iya habis, indu..."
Rindu menutup sebelah mata menggunakan telapak tangan kirinya. Raut wajah itu tampak khawatir dan Semesta pikir, anak ini menjadi jauh lebih manis dari biasanya.
"Gimana nih? Gimana?" Tanya Rindu gusar.
Semesta menyentuh telapak tangan yang sibuk menepak paha sedari tadi itu. Pergerakan Rindu lantas terhenti. Sosok coklat itu menoleh dengan masih menutup mata menggunakan sebelah tangan.
"Tadi, pas Rindu lagi tidur..." Bisik Semesta. Ia menatap paras coklat yang diterpa oleh sinar senja itu, menawan, "Aku izin ke kelasnya indu.. bilang kalau indu sesak nafas..."
"Jadi gak ada yang perlu indu khawatirin...semuanya aman dan kelas juga gak lagi ulangan.." kata Semesta jenaka.
Hela nafas lega nan panjang keluar dari Rindu yang kini bahunya tak setegang tadi. Tangannya masih digenggam oleh Semesta erat. Ia tak mempermasalahkan hal tersebut sama sekali.
Lantas hening melanda keduanya. Rindu menatap ubin uks dalam diam. Semesta ini perhatian, tampak selalu melakukan yang terbaik dalam hal-hal kecil tanpa sadar. Ia suka bercanda walau guyonannya tak dapat Rindu terima secara cuma-cuma.
Ia sedikit melirik pada tautan tangan keduanya. Tanpa sadar, Rindu tersenyum kecil. Semesta itu memiliki jemari yang panjang nan ramping. Tampak sedikit perbedaan ukuran pada tangan keduanya.
Milik Rindu sedikit lebih besar dibandingkan jemari Semesta. Namun, genggaman ini mampu membuat Rindu merasa aman, seakan akan tengah berada dalam lindungan.
"Semesta..." Panggil Rindu pelan.
"Kenapa..?" Tanya Semesta.
Rindu menoleh, tersenyum kecil pada lelaki tampan itu, "Makasih ya..?"
Hati Semesta hampa seketika, ah ia masih ingin menggenggam lebih lama. Lantas sosok itu cemberut. Membuat Rindu mengangkat sebelah alisnya heran.
"Kenapa...?" Tanyanya heran.
Semesta mengangkat bahu acuh lalu bangkit dari duduknya. Rindu turut bangkit, "Kenapa sih..?"
"Ayo pulang..." Kata Semesta.
Tak ada percakapan yang berarti selama perjalanan keduanya menuju kelas masing-masing untuk mengambil tas punggung dan juga gitar milik Rindu.
Bahkan tepat setelah keduanya naik ke atas motor milik Semesta, sosok pengendara itu enggan untuk membuka suara dan membuat Rindu terheran.
"Semesta..." Panggil Rindu santai.
Tak ada sahutan. Semesta mendiamkannya begitu saja tanpa alasan yang Rindu ketahui. Ia tak tau harus berbuat apa.
Rindu lantas menjatuhkan pipi pada bahu kanan Semesta, membuat yang empu sedikit terkejut dan hampir oleng karenanya.
"Semesta aku belum mau mati!" Keluh Rindu yang terkejut.
Semesta mengerjap, "kasih aba-aba dulu dong..?"
"Kamu aja diemin aku..." Ketus Rindu.
Dua manusia yang sama-sama tak peka ini lantas diam. Rindu menatap para pengendara yang berlalu-lalang sedangkan Semesta mematahkan ego yang berseru jika ia harus tetap kecewa tak tentu arah.
Maka setelah keduanya berhenti di lampu merah, Semesta menarik tangan kiri Rindu yang bebas untuk di genggam. Ia tak bersuara, hanya menggenggam erat.
"Indu..." Panggil Semesta.
Rindu mengerjap, "Apa..?"
"Kepalanya boleh diletakin di pundak aku kok, kali ini gak bakal oleng.."
Tawa malu-malu Rindu mengudara, cowok coklat itu menepuk bahu Semesta main-main. Itu lantas mengundang tawa sang objek pukul.
"Aku serius." Kata Semesta tegas, ia mengelus tangan yang tengah ia genggam itu, "kamu boleh senderan di bahu aku...."
"Iya.." kata Rindu yang mulai meletakkan kepalanya di bahu kanan Semesta.
Lampu telah kembali menjadi hijau, motor Semesta mulai melaju. Namun sang empu enggan untuk melepas genggaman. Maka hari ini, sepanjang jalan menuju rumah Rindu, keduanya sibuk mengatur detak jantung dan semu merah jampu yang merona malu-malu pada pipi.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.