#𝟎𝟎.𝟎𝟏

2.7K 319 141
                                    

#𝟎𝟎.𝟎𝟏 𝐬𝐡𝐞'𝐬 𝐜𝐫𝐚𝐳𝐲

Koridor kelas yang lenggang dipenuhi hiruk pikuk siswa/i, jam masuk sekolah masih tersisa lima menit. Namun terlihat seorang gadis yang berlari menuju gerbang dengan tergesa, tungkai kakinya pegal sebab dipaksa oleh waktu, "Jangan tutup gerbangnya!"

"Maaf tapi ini sudah ketentuan dari OSIS," wajah yang penuh peluh mengeriyit, "Sejak kapan organisasi itu menerapkan peraturan ini? Tidak bisa, aku harus masuk. Lagi pula masih ada waktu bukan?"

Pria berumur hanya bergeming, namun menaruh simpati pada gadis muda tersebut. "Kumohon, sekali saja Jii-san. Onegaishimasu!"

"Maaf—"

"Ada apa?" Satu nada suara yang membuat kedua kepala itu menoleh pada sumber, pemuda dengan surai pirang pucat menghampiri.

"Dia memintaku untuk membuka gerbangnya," pria itu sebenarnya tidak ingin mengungkapkan sebuah penyebab, namun karena ia mengerti bahwa pemuda yang memiliki tinggi rata-rata ini adalah tombak terpenting bagi sekolah ataupun sebuah sistem organisasi dan juga faktor pekerjaan mau tak mau ia harus mengatakannya.

"Jii-san! Kenapa kau seperti itu padaku? Aku hanya memintamu membuka gerbangnya, lagi pula aku belum terlalu te—"

"Kau telat tiga menit Nona," pemuda bermata biru cerah tersebut menukas.

"Jangan memotong ucapanku pendek! Aku tidak telat—"

Tidakkah gadis itu tahu bahwa pemuda yang tengah menatap datar dirinya sekarang adalah orang terpenting di sekolah ini?

"Cobalah mengecek jam di kamarmu sesekali, atau kau bisa melihat jam digital pada ponselmu." Gadis itu serta merta mengeluarkan ponsel pada saku rok, lantas memekik sebab not angka yang terpampang jauh dari ekspetasi.

"Pulang sekolah bersihkan toilet perempuan, itu hukumanmu." Lantas mengangguk berikan isyarat pada pria berumur yang sedari tadi perhatikan pertikaian kecil mereka, "Hey! Urusanku belum selesai pendek!"

"Sebaiknya kau jangan mengatakan itu padanya," ucap pria tersebut ambil saran sambil menatap punggung pemuda yang menjauh.

"Memangnya kenapa Jii-san? Faktanya dia pendek kan?"

"Kau ini...sudahlah masuk sana."

Papan pengumuman sudah seperti gula yang dikerubungi semut, ada tubuh kecil yang terhimpit karena desakan lain. Kala mata menangkap nama serta kelas di mana ia berada labiumnya terangkat, arkian maniknya menelusur untuk mencari sebuah bangku kosong.

"[Name]!"

"Ah! Amber!"

Perempuan cantik bersurai coklat gelap tersenyum, "Astaga aku tak menyangka sekelas denganmu, kemarilah duduk di sampingku!"

"Nee, apa Hotaru sekelas dengan kita?"

"Tidak, yang sekelas dengan kita adalah kembarannya." Amber menunjuk Sora yang tengah berbincang dengan Bennett serta Razor.

"Ah souka," si wanodya kini mengalihkan atensi pada ponsel yang tengah ia mainkan, sementara ia tahu kalau Amber masih mempunyai topik untuk diceritakan. Dua tahun mengenal perempuan itu membuat [Name] mengetahui segala hal tentangnya, termasuk tingkah laku Amber yang terkadang ceroboh namun dapat diandalkan.

"Apa kau tahu?! Tahun ini kita akan sekelas dengan Albedo juga," intonasi suaranya berubah drastis, membuat [Name] mau tak mau kembali menaruh atensi pada perempuan penyuka boneka kelinci itu, "Albedo? Siapa?"

Manik coklat Amber mengerjap, "Kau serius tidak tahu Albedo?" Yang dijawab oleh gelengan dengan durja penuh tanya.

"Bagaimana bisa? Ia cukup populer di sekolah ini, pintar, andalan para guru, mempunyai nilai akademik yang tinggi, ketua osis, ketua organisasi alkemia, bahkan Lisa sensei dan Kaeya sensei mengakui Albedo itu pemuda tampan—ah souka kau tidak pernah sekelas dengannya."

"Kedengarannya seperti kutu buku di telingaku, lagi pula kak Childe lebih tampan." Ujarnya yang memuji pria bersurai ginger tersebut.

"Kak Childe memang tampan tapi dia lebih tua darimu, lagi pula kau tahu kan kalau kak Childe itu sudah lulus."

Dua tahun lalu [Name] menyukai kakak kelasnya, memangsih Amber akui bahwa Childe bisa dikatakan sejajar dengan Albedo. Catatan—hanya wajahnya yang tampan serta sikapnya yang terlalu friendly dengan banyak orang, tak ayal banyak perempuan yang menyukai pemuda tersebut, [Name] sudah menyerah duluan sebelum berjuang.

Berbeda dengan Albedo yang hampir menyabet gelar sempurna bagi siswa setaranya. Tak hanya tampan namun berprestasi, tidak seperti Childe yang sering kali menjadi korban keributan para siswa lain yang menyalahkannya sebab 'mengambil' para kekasih orang lain hanha dengan tampang.

Yah walaupun seratus persen bukan salahnya, sebab Amber dan [Name] pun setuju bahwa Childe memiliki pesona untuk menaklukkan seluruh hati perempuan. 

"Ah! Bagaimana dengan Chongyun, kupikir dia juga tampan dan manis!" Chongyun pemuda kelas sebelah, tidak terlalu populer namun memiliki daya tarik.

Amber tak mengerti sahabatnya, dari sekian deskripsi sempurna yang telah ia jabarkan tentang Albedo gadis itu sama sekali terlihat tak tertarik. Amber tak akan pernah lupa bagaimana wajah kecewa sahabatnya dua tahun lalu kala memutuskan untuk tak pernah dekat dengan lelaki, disatu sisi lain ia mengerti namun satu sisi juga ia harus melakukan hal ini agar dirinya tak terbayang masa lalu.

"Kata siapa? Kau akan tahu saat melihat orangnya, mungkin kau akan berubah pikiran."

"Hm, aku tak tertarik dengan—" kalimatnya berhenti kala telinga dengar pekikan histeris murid kelasnya, sebelum ia beralih atensi menatap ponsel Amber malah menyikutnya dengan senyum terpampang, "Itu orangnya, cepat lihat dulu!"

"Tidak aku tidak—" merasa gemas Amber menaruh kedua telapak tangannya pada kedua pipi gadis tersebut, "Hey kau tidak akan tahu kalau kau belum melihatnya secara langsung," ujarnya kala berhasil membuat gadis tersebut menatap figur pemuda yang tengah memasuki kelas— yah walau ada sedikit bumbu paksaan.

Bukan roman picisan yang selalu ia baca dalam novel ternama karya author terkenal, ataupun kilasan drama romantis yang pernah ia tonton di kamar sendirian. Namun jika boleh jujur, karakter pemuda tampan yang sempurna disegala bidang sepertinya sedang keluar hanya untuk menebar sejuta pesona miliknya.

Namun Amber tak pernah tahu kelanjutan nasib gadis itu kala ia langsung beranjak dari tempat  duduknya dan menghampiri Albedo yang berjalan, "Tunggu dulu! Kau si pendek yang memberiku hukuman membersihkan toilet wanita kan?"

"Ah kau perempuan yang telat tiga menit itu? Dan lagi, siapa yang kau katakan pendek saat tinggimu sendiri hanya mencapai dadaku?"

Amber kepalang bingung, ingin menghentikan pertikaian namun rasanya tidak bisa. Berdebat dengan Albedo bukanlah pilihan yang baik, "Hey aku minum susu setiap hari—"

"Apa kau olahraga?" Manik biru cerahnya kini memicing menatap  gadis di depannya, "Uhh...tidak."

"Hanya meminum kalsium setiap hari tidak akan mempengaruhi tinggi badan yang kau inginkan, kau akan terus pendek—"

"Blablabla, aku tidak peduli pendapatmu tapi menurutku aku ini tinggi."

Pipinya memerah, entah karena kesal atau marah sebab fakta yang ia ungkapkan. Namun Albedo pikir, itu sangat manis hingga si pemuda berambut pirang pucat ini menarik satu sudut bibir, "Lalu? Apa yang bisa membuktikanmu kalau kau tinggi?"

Banyak pasang mata kini menantikan tindakan apa yang akan dilayangkan oleh gadis yang sekarang tengah membeku dihadapan si pemuda, sudah mereka duga bahwa siapapun yang berdebat dengan Albedo akan mati kutu dibuatnya.

Namun siapa sangka bahwa aksi gila gadis itu membuat banyak mata hampir tak berkedip, dasi yang ditarik oleh [Name] membuat Albedo mau tak mau merendahkan punggungnya.

Kedua alis pemuda tersebut menaut, "Apa yang kau laku—"

"Aku bisa melakukan ini." Kalimatnya berhenti, oleh material lembut yang kini tersentuh oleh labiumnya. Dunia seolah berputar tak tentu arah, bahkan kini Albedo tak mengerti kenapa jantungnya berdebar tak ada henti.

Aroma strawberry serta rasa manis terkecap cukup membuat candu, hingga ia sadar bahwa gadis ini memberinya ciuman.

Perempuan ini, gila.[]

𝐘𝐄𝐒 𝐨𝐫 𝐘𝐄𝐒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang