#𝟎𝟎.𝟎𝟗

870 163 11
                                    

#𝟎𝟎.𝟎𝟗 𝐟𝐞𝐞𝐥 𝐬𝐨 𝐝𝐮𝐦𝐛

Ia menatap langit-langit kamar dalam hening, melirik sekilas pada jam digital di atas nakas yang menunjukkan pukul dua belas malam. Berpikir bahwa kejadian sore itu dapat dihapus dengan cepat rasanya terlalu sukar, gejolak hatinya bahkan masih tertinggal hingga sekarang.

Bukan hal yang mudah untuk tertidur malam ini, sebab otaknya yang kerap kali berputar pada wajah gadis itu sungguh buatnya sedikit kesal. Bertanya-tanya pada sang hati nurani, kenapa harus dirinya?

Albedo masih berpikir dengan waras, meskipun ada sisa dari sel otaknya yang mengatakan bahwa dirinya telah hilang akal sehat, namun meyakinkan diri memanglah bukan keahliannya.

Senja serta ruangan yang hanya dihuni olehnya serta gadis itu sungguh buatnya hanyut, mengingat dengan jelas bagaimana ia candu akan rasa manis dari strawberry yang dikecap oleh lidah.

Bahkan nafas panas akibat pergulatan itu adalah bukti nyata dari naluri miliknya, tiap kalimat yang sering kali diucapkan oleh gadis itu kembali berputar.

Tak terpungkiri bahwa benaknya benar-benar memprioritaskan gadis itu, bahkan hingga pekatnya langit berganti pemuda tersebut akhirnya hanya bisa menerima fakta bahwa [Full name] membuatnya berantakan.

*

[Name] merasa bahwa hari ini akan sulit ia jalani, debaran jantungnya bahkan tidak bisa ia hentikan kendati beberapa kali mencoba untuk menghirup napas dalam.

Mengutuk tingkah Albedo yang selalu menunjukkan kelabilannya, serta kebodohan dirinya, [Name] terlalu bingung untuk hal ini.

Melayang pada konversasi sore itu, wajah yang menampilkan seolah tak terjadi apa-apa tersemat pada pemuda tersebut, "Untuk apa itu?"

"Ini yang kau mau kan?"

[Name] bungkam, melihat Albedo yang seperti itu menggores hatinya.

"Apa kau tidak bermaksud seperti itu? Atau hanya aku di sini yang merasa bahwa kau mempunyai maksud."

"Bagaimana kalau aku menjawab ya dan bagaimana kalau aku menjawab ti —"

Menarik dasi milik Albedo kasar, ia kembali mendaratkan permukaan bibirnya pada bibir dingin pemuda tersebut. Kecupan yang tak sebatas menempelkan, berubah menjadi pergulatan kedua daging tidak bertulang.

Terbawa pada suasana, bahkan kini tangan sang Kreideprinz menyelinap pada tengkuk leher jenjang gadis jelita itu sementara tangan yang lain memegang pinggang kecilnya.

Diakhiri dengan pasokan oksigen yang habis, netra matanya menatap biru indah yang terpapar cahaya jingga. "Maaf, aku tidak bermaksud, dengan begitu kau bisa melupakan kejadian yang tadi."

[Name] mengacak surainya gemas, bagaimana bisa ia mengatakan hal itu pada pemuda tersebut. Langkah kakinya berhenti tatkala melihat figur familiar di depannya, "Al?"

Bagaimana bisa dewa begitu mempermainkannya hari ini?

"Ah?! Onee-san! Ohayou!"

Atensinya beralih pada bocah kecil yang berdiri di samping pemuda tersebut, Klee berlari kecil menghampiri gadis tersebut dengan wajah sumringahnya. Sementara Albedo memperhatikan interaksi keduanya, "Ohayou, Klee terlihat sangat imut dengan seragam itu."

Tubuh kecilnya berputar 360° derajat, dengan netra merah yang berbinar akibat pujian dari gadis tersebut, bocah itu melompat kecil sambil merentangkan tangannya. "Hehehe arigatou! Anone, Klee belum sempat berterima kasih karena sudah menolong Albedo Onii-chan saat itu, jadi Klee akan memberikan gantungan kunci Dodoco ini pada Onee-san, chotto ne!" Ujarnya sambil merogoh tas.

Albedo kembali mengingat saat itu.

"Ini untuk Onee-san yang sudah membantu Albedo Onii-chan!" Menyerahkan gantungan kunci berbentuk bulat yang diterima gadis itu dengan senang hati, Klee lantas menarik tangan Albedo.

Netra merah yang berbinar dengan senyum, Albedo sudah bisa menebaknya.

"Bolehkah ano—" kepala Klee menoleh pada gadis tersebut, menyadari bahwa dirinya masih belum memperkenalkan diri pada bocah itu.

"[Full name] desu."

Manik merahnya berbinar menatap Albedo dengan menarik kecil seragam milik pemuda tersebut, "Bolehkah [Name] Onee-san ikut dengan kita?"

"Kalau dia mau." Kedua mata berbeda warna itu kini menatap [Name] menunggu jawaban, "Umm, baiklah."

Kecanggungan dua orang itu diisi oleh nyanyian Klee, Let the wind tell you adalah lagu kesukannya. Klee sering menyanyikan ini bersama Albedo untuk menemaninya, namun siapa sangka gadis itu sepertinya mengetahui lagu yang tengah dinyanyikan bocah tersebut.

Pemuda blode lantas hanyut mendengar alunan suara yang dilontarkan dari bibir si wanodya.

Manik biru cerah melirik ke samping yang dibalas oleh kerlingan dari netra [e/c], membuka bibirnya pemuda tersebut melanjutkan lirik yang tertunda, "Whenever you find yourself clinging to your past, leave your worries, be free to the last."

Setelah mengantar Klee, kedua figur berjalan beriringan, angin menyapa mereka lembut bahkan ada mata yang diam-diam mengamati bagaimana surai indah itu tertiup manis.

Jika boleh jujur, ada kedua hati yang saling berdebar sementara pikiran mereka yang terus bergelut bersama batin, sebab bingung menyampaikan topik apa yang harus dikeluarkan.

"Al."

"Hm?"

[Name] menimbang banyak pertanyaan, namun bodohnya labium tanpa memikirkan apapun malah berucap, "Apa kau sudah mencintaiku?"

Langkah kaki sontak terhenti lantas menatap wajah gadis tersebut, yang ditatap menyilangkan kedua tangan di depan dada. "Aku tidak bisa terus seperti ini, kau membuatku terlalu banyak berharap Al."

[Name] tidak tahu sejak kapan ia menjadi egois seperti ini, rasa ketidak sabaran selalu menggerogoti hatinya.

"Kupikir seharusnya sejak awal kau menjawab 'iya' saja untuk pernyataan cintaku, dengan begitu—"

"Tidak," pemuda blonde tersebut memotong.

Si gadis mendengkus, "Aku menghormati pilihanmu Al, tapi aku tidak menerima jawaban tidak. Bukankah akan terlihat lebih mudah jika kuberikan pilihan iya dan iya?"

Pemuda tersebut beranjak tanpa balasan apapun, meninggalkan [Name] yang terus berceloteh di belakangnya.

Albedo tidak tahu harus bagaimana, haruskah kembali ia bertingkah apatis atau haruskah ia sedikit memikirkan tentang perasaannya?[]

𝐘𝐄𝐒 𝐨𝐫 𝐘𝐄𝐒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang