Captus

2.9K 170 6
                                    

"Jangan bergerak dan ikuti aku." Bisikan berat menerpa rungu. Taruna bersurai hitam menempel ujung pistol pada pinggangnya, sekaligus menutup erat mulut sang puan.

Ruangan ini minim pencahayaan. Ia kesulitan melihat siapa orang bodoh yang berani mengancamnya.

Netra mengawasi sekitar. Tak ada siapa pun yang bisa dimintai pertolongan. Ia lengah menyadari telah masuk ke dalam jebakan musuh.

Konyol sekali.

Seberapa jenius musuhnya ini hingga mampu mengiringnya dalam jebakan?

Beberapa jam sebelum kejadian ....

"Kita akan menghadiri sebuah pesta. Bonten mendapatkan undangan khusus." Kakucho menaruh selembar kertas berwarna keemasan di atas meja.

(Name) berada di pangkuan Mikey tak terlalu peduli. Malahan sibuk bergelayut di leher Mikey, sementara taruna mengelus-elus lembut surai hitam jelita.

"Nanti malam sekitaran jam 10 di ruang bawah tanah VVIP."

Sanzu meneliti dengan seksama isi keseluruhan undangan itu. Seperti biasa tak ada keanehan yang menimbulkan kecurigaan bonten.

Haitani bersaudara terdiam menunggu perintah sang raja. Takeomi selaku penasihat bonten bersandar tidak jauh dari sofa tempat mereka berdiskusi. Koko tak ada di sana. Lelaki itu sibuk mengurus pemasukan bonten di tempat lain khusus untuknya.

Mikey mulai mengecup basah bibir merah muda (Name). Tidak mempedulikan hal penting yang akan dibahas, karena baginya wanita dihadapannya ini jauh lebih menarik.

Hal itu membuat Kakucho berdehem pelan. (Name) menyadarinya lantas agak menjauhkan diri. Dress dengan belahan dada rendah kelonggaran itu mengekspos hampir keseluruhan isinya, yang hampir tumpah ruah. Ini lah alasan mengapa (Name) tidak lepas dari Mikey.

Sejujurnya agak tidak nyaman mengenakan dress hitam pemberian Mikey. Namun, dirinya tak punya pilihan selain menuruti segala kemauan sang raja.

(Name) beralih mengambil undangan itu dari Sanzu. Senyuman miring tercetak. Ada sesuatu menarik di balik pesta ini. Entah itu pertunjukan atau malah sesuatu yang lebih menantang.

Mikey melirik sekilas dengan tidak minat. "Aku tak akan mau menghadiri pesta itu." Tatapan lelaki bersurai putih itu jatuh pada tangan kanannya. "Wakili aku, Sanzu."

"Nee, Mikey, apa aku boleh ikut?" (Name) bertanya dengan tatapan penuh harap agar Mikey mengizinkannya.

"Tidak." Jawaban Mikey terlampau singkat, padat, jelas, dan mutlak.

"Jangan bertingkah, (Name)." Mikey mengecup lalu memberikan tanda merah di leher jenjang (Name). Refleks membuat (Name) melenguh pelan sembari meremas kaos putih Mikey.

"Tetaplah pada posisimu. Kau tidak boleh terlihat oleh mereka." Pandangan membunuh menguar.

Penasihat bahkan para eksekutif Bonten tak ada yang berani menentang ucapan Mikey. Atmosfer seketika berubah menjadi mencekam.

"Aku mengerti. Tapi ...," bisik (Name) dengan nada rendah. "Kau tahu aku tak akan mudah menyerah kan?" (Name) mencium ganas Mikey.

Sebelah kanan bahu dress nya melorot menampilkan daerah indah, mulus, dan bening itu tak tertutupi sehelai benang pun.

Ran mengepalkan tangan tak kuat melihat pemandangan di depannya. Perasaan kuat ingin menjamah benda kesukaannya itu. Sementara Rindu mengalihkan pandangan. Menyimpan kuat rasa cemburu yang mendalam.

Padahal (Name) memang bukan sepenuhnya miliknya. (Name) awalnya milik Mikey, lalu menjadi milik mereka bersama.

Takeomi menutup mata sambil mengisap sebatang rokoknya dengan hikmat, sembari mendengarkan alunan desahan favoritnya. Tak hanya tubuh, paras, segala hal tentang (Name) adalah candu bagi penasihat Bonten itu.

Bonten Slave (21+)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang